Cerita Traveling | Indonesia

Dibalik Layar Tour de Sumatera Chapter 1 (Juni 2010)

By on July 3, 2010

Berawal dari Sini

Kalau ada tempat yang paling ingin saya kunjungi di Indonesia ini, jawabannya adalah Sumatera Barat. Saya seringkali mendengar, melihat dan membaca tentang keindahan kontur alam di Sumatera Barat. Hal inilah yang membuat keinginan untuk melihat dengan langsung salah satu keindahan alam Indonesia semakin menggebu-gebu.

Sebagai mahasiswa tingkat akhir, saya sudah tidak terikat dengan jadwal kuliah rutin. Apalagi, saat ini skripsi saya sudah pada tahap finishing. Akhir Mei 2010 saya iseng lihat web salah satu budget airline. Dan, ndilalah kok lagi ada promo plus diskon 20% jika melakukan pembayaran dengan klik B*A. Wow, saya langsung mencari penerbangan ke destinasi yang saya inginkan: Padang. But, unfortunately, ternyata eh ternyata, maskapai ini tidak melayani rute Jakarta-Padang. Yaahh… kecewa saya…

Tapi, sebagai seorang backpacker berpengalaman *ehm…* yang nggak pernah kekurangan akal *ehem lagi* plus berbekal kecerdasan otak yang luar biasa *uhuk-uhuk, kok malah keselek ya… :p* dan keahlian yang sangat detil dalam mengotak-atik jadwal dan rute perjalanan, akhirnya saya menemukan ide gimana caranya saya bisa ke Padang dengan tetap memanfaatkan tiket promo ini. Yup, saya memutuskan untuk booking tiket dengan rute yang lain, Jakarta-Medan! 😀

Wew wew wew, jangan protes dulu… Begini ya, kalau saya melakukan perjalanan, saya biasanya nggak hanya ke satu tempat. Saya seringkali “membabat” beberapa destinasi sekaligus dalam satu rangkaian backpacking. Kenapa? Ya of course, hanya karena alasan ogah rugi! :p

Jadi, yang awalnya saya merencanakan untuk susur sumatera dari selatan ke utara, saya harus mengganti rute, dari utara ke selatan. Alasannya, karena tiket termurah yang saya dapatkan hanya untuk rute Jakarta-Medan! Just it!

Sebagai budget traveler, saya harus benar-benar memperhitungkan setiap pengeluaran saya. Oleh sebab itu, “berburu” tiket termurah adalah salah satu agenda wajib backpacker.

By the way on the way in the bus way, saya memperoleh tiket termurah itu tanggal 23 Juni 2010. Setelah cek and ricek jadwal skripsi dan jadwal-jadwal yang lain *halah, sok sibuk*, saya merasa kalo tanggal segitu saya sudah bisa bebas dari urusan perskripsian dan urusan-urusan yang lain. So, saya bisa berlibur dengan tenang. Yeyy… senangnya merencanakan liburan… 😀

Klik klik klik, tiket terbooking.

Klik klik klik, pembayaran beres.

Klik klik klik, itinerary tiket Jakarta-Medan sudah masuk ke email saya!

Alhamdulillah… 🙂

Rencana Saya

Setelah tiket sudah terkirim ke email saya, saya mulai merencanakan perjalanan yang saya beri judul “Tour de Sumatera”.

Dengan tiket Jakarta-Medan yang saya miliki, saya mengatur jadwal untuk mengunjungi Medan terlebih dahulu. Lalu, saya berencana untuk melanjutkan perjalanan ke Aceh, terus ke Pulau Weh dan menginjakkan kaki di 0 km yang ada di Sabang. Hmmm, sounds great.

Setelah itu, saya kembali ke Medan lagi, melanjutkan perjalanan ke Danau Toba yang di Parapat, nyebrang ke Pulau Samosir, balik lagi ke Parapat, lanjut ke Bukittinggi, terus ke Lembah Anai, terus ke Padang. Lanjut dengan mampir ke Palembang buat nyicipin mpek-mpek kesukaan saya, mpek-mpek Sudi Mampir di depan kantor walikota Palembang (highly recommended to eat). Dan tour de Sumatera saya berakhir di Lampung. Dari Lampung saya langsung ke Bogor. Perjalanan antar kotanya akan saya tempuh dengan perjalanan darat menggunakan bus dan kereta api. Perfecto! 😀

Selanjutnya…

Setelah membuat schedule perjalanan itu, yang saya lakukan selanjutnya adalah…tentu saja mencari tumpangan gratis! 😀

Sebagai backpacker dengan budget yang sangat pas-pasan. Pas untuk transport dan pas untuk makan saja, saya benar-benar harus menghapus budget akomodasi dari daftar pengeluaran selama tour de Sumatera. Caranya, apalagi kalo nggak dengan memanfaatkan situs jejaring backpacker, www.couchsurfing.org!

Oh, wait, saya kan punya teman-teman dari FIM (Forum Indonesia Muda) yang tersebar di seluruh penjuru negeri. So, saya juga bisa memanfaatkan networking di FIM. Yeey, kemungkinan untuk dapat tumpangan gratis semakin terbuka lebar. Apalagi anak-anak FIM kan sudah teruji kualitasnya! 🙂

Selain merequest beberapa host di couchsurfing.org, saya juga menghubungi teman-teman FIM di Medan, Aceh dan Padang (Mas Takin, Budi Andana Marahimin, Muhammad Reza dan Deni Pratama) untuk dicarikan tempat tinggal (yang gratis ya, catet!) selama saya di kota mereka.

Kalau untuk Palembang dan Lampung, saya punya teman baik disana. Jadi tinggal telepon aja kapan saya mau datang, beres perkara. So, saya nggak terlalu mengkhawatirkan akomodasi di Palembang dan Lampung.

Urusan akomodasi tinggal tunggu konfirmasi dari mereka. Satu lagi rencana perjalanan selesai. Sekarang, saatnya fokus finishing skripsi.

Skripsi oh Skripsi… Deritamu Tiada Akhir *alay mode:on :p*

Tanggal 4 Juni 2010 saya sidang. Praktis saya hanya memiliki waktu tidak lebih dari tiga minggu untuk finishing skripsi dari jadwal sidang sampai ke keberangkatan saya untuk tour de Sumatera. Saya sangat yakin kalau saya pasti bisa menyelesaikan target itu.

Namun,apa yang kita rencanakan seringkali tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini untuk kesekian kalinya terjadi pada saya. Seminggu setelah saya sidang, mama saya kena musibah yang mengharuskan saya untuk pulang beberapa hari ke rumah karena saya sangat mengkhawatirkan kondisi mama. Hal ini tentu memangkas waktu yang saya punya untuk perbaikan skripsi.

Saya tidak lama di rumah, hanya 4 hari (termasuk perjalanan Bogor-Jember-Bogor lho ya). Tapi walaupun hanya 4 hari ternyata hal ini pengaruhnya sangat besar dalam memangkas waktu untuk menyelesaikan skripsi. Setelah kembali ke kampus, ternyata saya tidak bisa langsung finishing skripsi dikarenakan susah sekali mendapatkan jadwal yang sama antara dua dosen pembimbing saya.

Aarrrggghhh, I have no much time!!

Bukan hanya karena jadwal traveling, tapi juga karena daftar wisuda yang sudah hampir memenuhi kuota. Di IPB itu tiap wisuda ada kuotanya, 800 orang/acara wisuda. Kalau misalkan yang daftar sudah mencapai 800 orang, maka mahasiswa yang mendaftar akan masuk ke daftar WL (waiting list) ke wisuda berikutnya. Aduhuuhh, saya nggak mau lagi nunda wisuda terlalu lama karena nggak enak sama orangtua saya. Maklum, udah kelamaan di kampus! Hehehe… :p

Memang ya, yang namanya skripsi itu penuh perjuangan dan Alhamdulillahnya saya harus melewati perjuangan yang ternyata cukup menguras energi dan emosi saya.

Anyway, setelah bertemu dosen PS, ternyata perbaikan yang saya buat masih jauh dari perfect menurut mereka. Saya harus memperbaiki lagi skripsi saya. Aaarrrggghhh…

Segera saya memperbaiki skripsi saya dan langsung saya serahkan ke dosen PS. Dosen PS saya meminta waktu beberapa hari untuk membaca draft saya. Ternyata eh ternyata, selama ini skripsi saya tidak pernah dibaca sama dosen PS saya. I mean, beliau membacanya hanya scanning saja. Nah, pas udah mau masuk tahap perbanyakan, barulah beliau membaca dengan detil setiap kalimat dan content yang saya tuliskan. Walhasil, ternyata masih banyak yang harus ditambahkan dan ada beberapa pengujian yang harus diganti. Huuuaaaaa…. :((

Kebayang nggak sih gimana perasaan saya saat itu? Mendadak, migraine saya kumat sekumat-kumatnya. Pengen nangis rasanya saat berada di ruangan dosen. Apalagi kalau ingat hari itu adalah sehari sebelum jadwal keberangkatan saya ke Medan. Terus lagi, kalau ingat kuota wisuda Juli yang sudah lebih dari 750 mahasiswa yang mendaftar. Dan yang paling menyedihkan adalah, saya harus kembali mengecewakan papa saya karena sebelumnya saya sudah bilang kalau saya bisa wisuda Juli ini. Huaaa… Desperado banget saya waktu itu… Rencana saya berantakan, teramat sangat berantakan. Amburadul abis!

Sampai di kostan saya nangis sejadi-jadinya. Menumpahkan semua kekesalan dan emosi saya. Namun, disaat saya sedang desperate banget dan nggak bisa mikir dengan jernih, Alhamdulillahnya ada mas Agung Baskoro yang tiba-tiba mengingatkan saya untuk selalu menikmati proses. Inilah salah satu hal yang mengembalikan kesadaran saya dan membuat saya “normal” lagi. Ternyata saya telah melupakan “chapter menikmati proses” itu saat finishing skripsi ini. Saya diburu-buru oleh ini-itu, diburu-buru oleh banyak hal.

Alhamdulillah, setelah dapat beberapa nasihat dari mas Abas, saya menjadi lebih tenang. Namun tetap, saat itu saya gamang, teramat sangat gamang. Mau fight perbaikan skripsi dalam beberapa hari atau pergi backpacking tour de Sumatera.

Pilihannya begini, kalau saya fight untuk perbaikan skripsi, saya harus mengikhlaskan tour de Sumatera saya. Namun, sebenarnya saya gambling dengan hal ini. Mengapa? Karena walaupun saya sudah fight sekuat tenaga untuk menyelesaikan perbaikan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (kok kayak baca naskah proklamasi ya? :p), saya nggak bisa memprediksi factor X yang akan terjadi. Factor X ini tidak lain dan tidak bukan adalah PS saya. Iya kalau PS saya langsung approve skripsi saya, lah kalau nggak? Kan rugi dua kali jadinya! Udah nggak jadi jalan-jalan, nggak bisa wisuda bulan Juli pula! Ditambah lagi saya harus kejar-kejaran sama pendaftar wisuda yang lain untuk mengambil kuota yang tersedia. Tapi kalau saya nggak fight, saya otomatis menghilangkan kemungkinan untuk bisa wisuda bulan Juli. Hmmm, kok saya jadi puyeng nentuin pilihan ya! Tidur aja deh! Hehehe… :p

Detik-Detik Terakhir

Bangun tidur ternyata kondisi saya tidak terlalu baik. Migraine saya masih nyut-nyutan. Saya coba untuk ngedit skripsi saya, eh malah makin menjadi-jadi nyut-nyutan di kepala saya. Akhirnya saya tutup skripsi dan beberapa text book yang berserakan di sekitar saya. Saya harus mengambil sikap. Saya nggak bisa seperti ini. Pikiran saya dimana, tapi hati saya dimana.

Dan akhirnya saya harus memilih. Saya butuh liburan. Saya memilih Tour de Sumatera!! Horray!! :p

Tapi jangan dikira setelah saya memilih tour de Sumatera semuanya beres. Ada satu masalah. Saya nggak mungkin menjalani tour de Sumatera sesuai rencana di atas karena saya harus segera kembali ke kampus untuk menyelesaikan skripsi saya. Akhirnya saya harus meng-cut beberapa destinasi tour de Sumatera.

Saya hanya memiliki waktu seminggu untuk liburan, escaping from my final assignment for a while. So, dengan waktu hanya seminggu, saya hanya bisa ke Medan, Bukittinggi dan Padang saja. Nggak papa lah, daripada harus berkubang terus dalam skripsi yang bikin puyeng.

Tapi ternyata masih ada masalah lagi. Saya belum beli tiket pesawat Padang-Jakarta! Huaaa… ada aja hambatannya!

Saya langsung search tiket pesawat termurah dari maskapai domestik yang ada di Indonesia. Gilaaa, harga tiket pada mahal banget soalnya lagi liburan sekolah. Semua tiket yang tersedia di atas budget yang saya punya. Huaaa… puyeng lagi kepala saya… jangan sampe bisa pergi tapi nggak bisa pulang!

Saya nggak bakalan memaksakan diri kalau memang tiketnya jauh di atas budget yang saya tetapkan. Walaupun backpacker, bukan berarti saya tanpa perhitungan dan perencanaan yang jelas serta berani ngambil resiko yang sudah dengan jelas-jelas dapat menjerumuskan saya pada kondisi teramat sangat miskin setelah traveling! Hehehe… :p

Tapi saya dengan sabar mencari-cari tiket termurah. Dan akhirnya, jam dua belas siang saya bisa menemukan tiket yang paling murah. I mean, masih dalam budget saya. Tanpa pikir panjang saya langsung klik sana klik sini dan itinerary tiket pesawat Padang-Jakarta langsung masuk ke email saya. Fiuuhhh… Legaa… saya bisa pulang nanti… hehehe… :p

Yeey, Tour de Sumatera jadi kenyataan… 😀

*klik disini untuk baca lanjutannya

Bogor, 3 Juli 2010 03:40

~Okvina Nur Alvita

Continue Reading

Thoughts

Jadi Backpacker? Why Not?? :)

By on June 18, 2010

Traveling ke luar negeri, mungkin yang terbersit dalam benak kita adalah hal ini hanya bisa dinikmati oleh orang-orang yang berduit saja. Jangankan traveling ke luar negeri, traveling mengelilingi negeri sendiri saja saya yakin tidak sampai 10 persen orang Indonesia yang sudah pernah melakukannya. Maklum lah, negara kita kan luas banget… Alasan utama orang Indonesia enggan, tidak memprioritaskan traveling dalam rencana hidup karena membayangkan kalau traveling pasti membutuhkan alokasi keuangan yang tidak sedikit. Wajar menurut saya, terlebih lagi jika ditambah alasan waktu yang dimiliki sangat terbatas. Jatah cuti dalam setahun kan hanya 12 hari saja. Dua alasan ini merupakan alasan utama yang seringkali dikemukakan oleh sebagian besar orang, tapi umumnya alasan pertamalah yang jadi alasan utama, terutama bagi kaum muda.

Tapi tahukah kamu bahwa ada cara yang murah untuk bisa traveling ke luar negeri? Yah, traveling ala backpacker!

Saat ini di Indonesia sedang booming-booming-nya tentang backpacker atau budget traveling. Saya sangat senang dengan hal itu. Karena menurut saya traveling itu penting untuk me-refresh otak kita dan melihat “dunia baru” yang diluar keseharian kita. Cuma masalahnya apakah kita mau traveling dengan modal pas-pasan dan mengenyampingkan faktor kenyamanan?

Backpacker atau budget traveler adalah orang yang melakukan perjalanan dengan budget (biaya) tertentu dan biasanya budgetnya itu pas-pasan. Nah, karena biayanya yang pas-pasan, umumnya para backpacker melakukan segala cara untuk menekan pengeluarannya. Caranya biasanya dengan mengurangi belanja-belanja yang nggak penting, numpang nginep di tempat orang, makan seadanya, dan banyak jalan kaki biar ngirit ongkos. It’s oke buat para backpacker karena justru dari situlah mereka menemukan banyak pengalaman baru yang sangat berharga. Masalahnya apakah kamu mau dan berani mengalami semua itu?

Ragu, wajar jika kamu ragu. Saya pun demikian saat sebelum melakukan Asean Trip, perjalanan nekat ala backpacker pertama saya. Saya teramat sangat bingung, takut dan ragu untuk memulainya. Apalagi saat mengetahui kalau teman saya yang tahu benar dengan seluk-beluk per-backpackeran tidak jadi ikut Asean Trip dengan saya. Anda tahu berapa budget saya untuk Asean Trip ke 5 negara? Hanya Rp.4juta! Dan itu sudah termasuk biaya untuk pesawat JKT-HCMC, SIN-JKT, makan, sewa hotel di beberapa tempat, transport antar negara, transport lokal, masuk tempat wisata dan saya juga sempat kehilangan $70 di HCMC karena ditipu sama tukang cyclo! Dan dana segitu untuk perjalanan lebih dari dua minggu! Gila kan? Tapi nyatanya saya bisa kok melakukan perjalanan dengan budget hanya segitu dan selamat sampai di pangkuan ibu pertiwi lagi. 🙂 *senyum penuh kemenangan*

Apa lagi yang ditunggu? Saya sudah membuktikan kalau tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan melakukan perjalanan ala backpacker (tentunya dengan beberapa perhitungan dan persiapan yang matang). So, jadi backpacker? Why not?? 🙂

Bogor, 18 Juni 2010 17:31

~Okvina Nur Alvita

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

Wulan (Host di Singapura)

By on June 3, 2010

Sebelum saya berangkat traveling, saya pasti akan mencari host yang mau menampung saya secara gratis ketika saya berada di kotanya. Destinasi terakhir saya saat Asean Trip Februari lalu adalah Singapura. Saya langsung search host yang tinggal di Singapura melalui situs jejaring backpacker www.couchsurfing.org. Cukup banyak member yang tinggal di Singapura dan saya pun me-request ke beberapa orang untuk bisa surf di couch-nya (hehehe… :D). Tapi dari sekian orang yang saya request, tidak satupun membalas message saya.

Dag-dig-dug-dag-dig-dug, huaaa… it means, saya harus meluangkan sekian dolar uang saya untuk bayar hotel. Masalahnya adalah, Singapura itu mahal gila! Mana ini juga destinasi terakhir, jadi pastinya uang saya nanti tinggal sisa-sisa saat saya sampai di Singapura. Huhuhu, sempet takut juga sih nanti saya bakalan kekurangan uang saat di Singapura. Tapi saya nggak patah semangat, walaupun Asean Trip saya sudah berjalan, saya tetap dengan rajinnya mencari host yang mau dan bisa menampung saya saat saya di Singapura.

Sebenarnya saya memiliki dua kakak kelas satu SMA yang saat ini sedang stay di Singapura, mbak Novrida dan mbak Wulan. Tapi kok kebetulan juga saat itu mereka lagi nggak bisa untuk jadi host saya.

Mbak Novrida nggak bisa karena saat itu dia sedang UAS. Di apartemen mbak Novrida (yang ditinggalinya bersama beberapa temannya) ada peraturan tidak tertulis kalau sedang ujian, penghuni apartemen tidak boleh membawa tamu dari luar untuk menjaga kondusifitas suasana belajar saat masa ujian. So, dengan sangat menyesal, mbak Novrida memberitahu saya kalau saya nggak bisa tinggal di apartemennya selama saya di Singapura.

Mbak Wulan Aquariyanti dan suaminya, mas Nino Wicaksono

Mbak Wulan, “atasan” saya saat saya tergabung di OSIS SMAN 1 Jember masa bakti 2002/2003. Saya sudah menghubungi mbak Wulan untuk request numpang tinggal sebelum saya berangkat Asean Trip. Tapi kebetulan juga di tanggal yang sama ketika saya di Singapura, adik ipar mbak Wulan juga mau jalan-jalan ke Singapura, jadi otomatis satu-satunya kamar kosong yang ada di apartemennya akan dipakai sama adik iparnya. It means, saya juga nggak bisa numpang di apartemen mbak Wulan. Fiuuuhhhh, susahnya cari host… 🙁

But you know, karena emang mbak Wulan yang orangnya super duper baik, di saat-saat terakhir sebelum saya sampai di Singapura, mbak Wulan kasih kabar ke saya kalau saya bisa numpang di apartemennya selama saya di Singapura nanti. Yeeyy, Alhamdulillah, uang untuk sewa youth hostel bisa disimpan untuk beli es krim! Hehehe… 😀

Jadi-jadi, mbak Wulan bilang ke adik iparnya kalau ada backpacker kere (hahaha… ngatain diri sendiri! :D) yang mau ke Singapore. And unfortunately, backpacker kere itu mantan adik kelas mbak Wulan waktu di SMA. Terus mbak Wulan nanya ke adik iparnya, “boleh nggak kalau share kamar selama dia di Singapore? Nggak lama kok, paling lama dua hari aja” (kira-kira begitulah mbak Wulan nanya ke adik iparnya). Dan emang adik ipar mbak Wulan juga baik, dia mengiyakan. Jadilah saya bisa numpang di apartemen mbak Wulan. Begitu ceritanya.

Jangan tanya lagi gimana baiknya mbak Wulan. Dia ngejemput saya ke stasiun MRT Khatib, masakin sarapan buat saya selama saya di Singapura, ngebikinin direction yang jelas untuk ke tempat-tempat yang worth it dikunjungi di Singapura, saya dipinjemin laptop plus koneksi internetnya, saya bebas masak dan “menjarah” isi kulkasnya, terus mbak Wulan juga ngasih saya koin dolar Singapura yang jumlahnya banyak banget untuk ongkos naik bus, MRT dan beli es krim! Hehehe… 😀 Baik banget kan kakak kelasku yang satu ini?

Pokoknya Alhamdulillah banget deh mbak Wulan bisa jadi host saya waktu saya backpacking ke Singapura. Makasih banyak ya Mbak Wulan… 🙂

Bogor, 31 Mei 2010 15:04

~Okvina Nur Alvita

Continue Reading

Thoughts

Mengapa Orang Indonesia Konsumtif?

By on May 28, 2010

Selama saya mengunjungi enam negara, saya seringkali memperhatikan apapun yang ada di negara tersebut. Mulai dari kebiasaan penduduk setempat sampai pada tata kotanya.

Satu hal yang cukup menggelitik sense of observation saya saat saya di luar negeri adalah saya memperhatikan taman yang ada di tiap negara. Semua negara yang saya kunjungi rata-rata memiliki taman kota yang asri, nyaman dan juga bersih.

Jerman, jangan ditanya lagi tentang taman kota di negara ini. Banyak sekali. Dan yang saya suka adalah, taman dengan rumput kecil-kecilnya teramat sangat bersih. Mau tiduran sambil baca buku di taman kota atau duduk-duduk sambil diskusi bersama grup kecil? Dua hal ini akan menjadi ritual yang sangat mengasikkan bagi saya.

Taman di Mann Heim-Jerman

Vietnam memiliki banyak sekali taman kota yang tersebar di penjuru kota Ho Chi Minh City. Maklum lah Vietnam kan bekas jajahan Perancis, jadi tata kotanya (menurut saya) “sangat Eropa”. Bagusnya Vietnam, mereka masih mampu melestarikan peninggalan sejarahnya dengan baik hingga saat ini. Jadi taman-taman kota yang ada di Vietnam sangat terjaga dengan apik.

Taman Kota di Ho Chi Minh City-Vietnam
Taman di depan opera house HCMC-Vietnam

Kamboja, negara yang bisa dikatakan masih termasuk dalam kategori negara tertinggal jika dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara yang lain juga memiliki taman kota yang bersih lho.  Di taman-taman kota tersebut banyak penduduk setempat yang duduk-duduk untuk melepaskan penat, ngobrol dengan teman-temannya, bercanda dan pacaran (lho? :D).

Taman di Phnom Penh-Kamboja

Thailand, saya hanya menyusuri old town saat berada di Bangkok. Seperti halnya negara yang lain, di beberapa spot ada taman kota yang asri dan bersih. Saya sempat duduk-duduk disana untuk melepaskan penat setelah keliling kota on foot. Di taman kota ini beberapa orang ada yang sedang jogging, mengajak jalan-jalan hewan peliharaanya, duduk-duduk sambil baca koran atau ngobrol dengan temannya dan pacaran (lho lagi :D).

Taman di Bangkok-Thailand

Singapore, untuk masalah kebersihan rasa-rasanya kita tidak perlu meragukan lagi bagaimana Singapura sangat menjaga hal ini. Dimana-mana seringkali saya temui plang dengan tulisan FINE: ….(sekian) dollar singapura jika kita membuang sampah sembarangan. Lho, lho. Lho kok malah ngomongin sampah sih? Saya kan mau ngomongin taman kota di Singapura. Okay, this is it.

Saat saya berjalan kaki menyusuri jalanan Singapura dari Orchad Road sampai ke Merlion Park dan sampai ke Clarke Quay (seriously, on foot!), saya mendapati banyak taman kota disana. Yang paling berkesan adalah saat malam hari saya duduk-duduk dan menikmati di taman kota yang ada di pinggir Singapore river, di depan The Fullerton Hotel dan Cavenagh bridge. Suasana yang tenang dan bersih serta pantulan lampu dari The Fullerton Hotel dan Cavenagh bridge membuat suasana menjadi romantis! Sungguh, nyaman sekali melewatkan waktu walaupun hanya duduk-duduk di taman kota itu.

Taman di Singapura

Saya jadi teringat dengan negara kita. Dimana ya saya menemui taman kota di Indonesia yang nyaman untuk menjalani “ritual-ritual” seperti itu? Saya rasa tidak ada. Apalagi di kota-kota besar yang ada di Indonesia, jarang sekali saya menemui ada taman kota. Kasihan banget ya negara kita. Saya rasa ini PR besar bagi Dinas … (apa ya?) pokoknya yang mengurusi tata kota plus taman kota deh.

Nah, terus apa hubungannya taman kota dengan judul di atas?

Jadi begini ya travelers’, negara-negara yang saya kunjungi notabene mempunyai taman kota, penduduknya bisa menghabiskan leisure time mereka dengan hanya sekedar duduk-duduk sambil ngobrol dengan teman-temannya di taman kota. Dan yang patut jadi perhatian adalah, hal itu gratis! Paling ngeluarin uang sedikit untuk beli jajan (cemilan).

Kalau di Indonesia? Karena kita nggak punya banyak taman kota, maka kebanyakan penduduk Indonesia menghabiskan waktu luang mereka untuk refreshing dengan jalan-jalan di mall, janjian ketemu sama teman di mall, pacaran di mall. Kalau sudah jalan-jalan ke mall, yang niat awalnya hanya window shopping aja, bisa jadi beli sesuatu. Selain itu, dengan sering ke mall dan melihat-lihat barang yang dijual membuat kita ingin membeli barang tersebut. Siklus ini tidak hanya terjadi sekali, tapi berulang kali. Hal inilah yang menurut saya menjadi salah satu alasan mengapa orang Indonesia menjadi konsumtif. Cukup bisa dipahami kan penjelasan saya?

Bogor, 28 Mei 2010 14:55

~Okvina Nur Alvita

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

Restu (Host di Kuala Lumpur)

By on May 22, 2010
Restu Wijaya M.

Saya mengenal Restu saat saya sudah berada di kamarnya, naruh barang, dan keliling KL. Pasti Anda berpikir, “Lho kok?”. Pasti bingung kan gimana caranya saya bisa masuk ke kamar Restu padahal saya masih belum kenal sama dia?

Jadi begini ceritanya. Saya sudah berusaha menghubungi beberpa host yang ada di KL melalui situs jejaring backpacker. Tapi semua yang saya hubungi nggak bisa nge-host-in saya karena jadwal kedatangan saya pas banget sama liburan lunar new year disana. Jadi mereka juga pengen liburan, so nggak bisa nerima tamu dulu untuk sementara. Aduh, saya bingung dong karena harus menyiapkan uang ekstra untuk sewa hostel. Tapi memang ya, pertolongan Tuhan pasti selalu ada.

Saya punya teman, namanya Puspa. Puspa pernah dapat student exchange di Universiti Malaya. Pastinya Puspa punya banyak kenalan dong disana. Jadi, saya langsung minta tolong sama Puspa untuk menghubungi temannya supaya saya bisa tinggal (gratis, catet ya) di tempat teman Puspa yang ada di KL. Nah, kebetulan Puspa juga mau jalan-jalan ke Malaysia dan Singapura saat saya sudah di Malaysia. Jadilah yang menjemput saya ke stasiun, eh salah bukan stasiun, ke lobby kolej kediaman 12 Universiti Malaya itu Puspa dan bukan Restu. Dan saya baru kenalan dengan Restu setelah saya sudah naruh barang, mandi, sarapan, jalan-jalan keliling KL sama Puspa karena waktu saya sampai di kamar Restu, orangnya masih tidur. 😀

Restu orang Indonesia dari Bangka Belitung yang memperoleh beasiswa untuk melanjutkan studi S1 di Universiti Malaya. Dia tinggal di salah satu dormitory yang ada di areal University Malaya. Saat saya numpang tinggal di kamar Restu, Restu sampai ngebela-belain untuk ngungsi di kamar temannya biar saya dan Nisun bisa tidur di kasurnya. Restu juga meminjami saya dan Nisun laptop plus koneksi internetnya. Baik banget deh Restu ini.

Restu mengenalkan saya pada beberapa temannya yang juga berasal dari Bangka Belitung. Saya bisa ngobrol lumayan banyak dengan Restu, tentang kehidupan mahasiswa disana, tentang pandangan orang Malaysia pada Indonesia dan juga tentang beberapa perlakuan dosen Restu yang agak mendiskreditkan Indonesia.

Sungguh, menyenangkan jika bisa bertemu dengan orang Indonesia di negeri orang. 🙂

Bogor, 21 Mei 2010 09:18

~Okvina Nur Alvita

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

Teman-Teman Saya (Sesama Backpacker)

By on May 19, 2010

Saat saya traveling ke Phnom Penh saya menginap di apartemen Mariam. Host yang saya temukan dari situs www.couchsurfing.com. Di apartemen itu ada beberapa traveler lain yang juga sedang menginap disana. Inilah yang saya sukai jika saya menginap di apartemen host yang berasal dari situs jejaring backpacker. Kami saling berkenalan, berbagi cerita dan saling merekomendasikan “do and don’t” jika sedang traveling di suatu tempat. Dan inilah teman-teman sesama traveler yang saya temui di Phnom Penh.

Alex Kindeev dan Selena

Alex dan Selena adalah couple plus traveler yang berasal dari Rusia. Mereka sedang dalam program menjelajah Asia selama 6 bulan. Wow, tidak terbayangkan oleh saya mereka traveling selama itu. Apa nggak capek ya? Saya aja yang traveling dua minggu lebih keliling Asean gempornya udah ampun-ampunan! Hehehe… maaf ya kalo jadi curcol. 😀

Saya dan Selena banyak bercerita tentang negara kami masing-masing. Selena cerita tentang Rusia dan saya cerita tentang Indonesia. Awalnya Selena dan Alex tidak akan mengunjungi Indonesia, tapi setelah mendengar cerita saya tentang Indonesia dan saya tunjukkan beberapa gambar Indonesia (yang ada di brosur tentang Indonesia yang saya peroleh dari Kedubes Indonesia di Phnom Penh), mereka jadi sangat tertarik untuk mengunjungi Indonesia. Dan Alex akhirnya juga cerita pada saya kalau menurut teman-temannya yang pernah mengunjungi negara-negara Asia, Indonesialah yang paling cantik. Bangga dong kita jadi orang Indonesia? 🙂

Yang istimewa dari Alex dan Selena adalah mereka (menurut saya) ini yang dinamakan backpacker sejati. Mereka traveling dari Rusia menjelajah negara Asia dengan menempuh jalur darat! Dan jalur darat yang mereka tempuh itu bukan dengan beli tiket kereta atau bus, tapi dengan numpang kendaraan yang kebetulan lewat dan satu jurusan dengan tujuan mereka! Hebat kan?? Selain itu, untuk mengurangi pengeluaran akomodasi (penginapan) di suatu daerah yang tidak ada host-nya, mereka tidur di dalam tenda yang mereka bawa. Wow, It’s sooo cool… Inilah backpacker sejati…

Kalau ingin tahu “gilanya” lagi si Alex dan Selena ini, saat mengunjungi Angkor Wat, mereka beli tiket kunjungan satu hari, tapi mereka mengunjungi Angkor Wat selama tiga hari! Hari pertama mereka mengunjungi candi-candi yang membutuhkan tiket untuk bisa masuk ke dalamnya dan pada hari kedua dan ketiga mereka mengunjungi candi lain yang tidak membutuhkan tiket masuk. Alex dan Selena merekomendasikan untuk tidak perlu membeli tiket tiga hari, cukup tiket sehari saja, tapi manfaatkan untuk tiga hari. Saya bertanya ke mereka “lho, di gerbang utamanya apa nggak ada pengecekan tiket?”. Mereka jawab pertanyaan saya seperti ini “Hari kedua dan ketiga kami nggak lewat gerbang utama karena kami menginap di dalam areal Angkor Wat dengan mendirikan tenda yang kami bawa”. Wow, amazing! This is it, the real backpacker!! Tapi saya jadi terheran-heran, kok mereka nggak takut ya sama ranjau darat yang masih banyak tersebar di beberapa areal Angkor Wat?

Saat di Phnom Penh, Alex dan Selena ingin mengurus sesuatu di Kedutaan Besar Rusia yang ada disana. Tapi tahu bagaimana kedutaan Rusia memperlakukan mereka? Petugas kedutaan tidak memperbolehkan mereka untuk masuk kedutaan! Ya ampun, padahal kan mereka warga negara Rusia… Saya waktu itu juga ke kedutaan Indonesia di Phnom Penh untuk minta brosur-brosur tentang Indonesia, dan saya disambut baik disana. Waktu Alex dan Selena tahu bagaimana kedutaan besar Indonesia memperlakukan warganya, otomatis mereka sangat iri sama saya…

Yah, itulah Alex dan Selena, the real backpacker from Russia.

Andrew Manos

Andrew, traveler dari US. Dia juga sedang dalam program 6 bulan menjelajah Asia. Saya jadi heran, kenapa orang bule pada kuat-kuat ya jadi backpacker dalam waktu yang relatif lama. Setengah tahun bo!

Secara fisik Andrew lumayan macho lah ya. Bentuk tubuhnya proporsional dan penampakan (halah) wajahnya lumayan oke untuk ukuran orang US yang kata Trinity nggak ada yang cakep, kecuali bintang-bintang Hollywood. Orangnya ramah, lucu, nyenengin deh pokoknya.

Saat malam hari ketika kami sudah pulang ke apartemen setelah seharian menjelajah Phnom Penh, biasanya kami ngobrol. Berbagi cerita mengenai diri satu sama lain.

And, you know, Andrew menurut saya sudah menjelajah seluruh dunia. Dia pernah tinggal di Afrika, di Eropa, di Australia, beberapa bulan sebelumnya dia bekerja di sebagai pelayar di samudera hindia dan sekarang dia lagi backpacker-an keliling Asia! Wow, hanya ada satu kata, Keren! Saya benar-benar nggak ada apa-apanya dibanding Andrew!!

Saya sempat ngobrol banyak dengan Andrew, seperti biasa, kami saling cerita tentang negara kami masing-masing. Andrew menurut saya adalah salah satu teman ngobrol yang menyenangkan. Dia ramah dan lucu. Kami main tebak-tebakan umur. Kalau dari penampilan fisik, si Andrew ini seperti masih berumur twenty-something gitu, tapi ternyata umurnya udah 32! Baru kali ini saya ngeliat bule yang mukanya terlihat lebih muda dari usianya.

Andrew bilang dia akan mengunjungi Indonesia dan saya bilang ke Andrew kalau saya bisa mencarikan penginapan gratis untuk dia kalau dia mau mampir ke Bogor. Tapi tentu saja tidak di rumah saya karena nggak mungkin nginepin tamu cowok. Saya bilang ke dia akan mencarikan teman saya yang bisa nampung dia. Terus dia ngebecandain saya “Nggak ah, saya mau di rumah kamu saja. Terus saya bilang ke orang tua kamu kalau saya pacar kamu dan ingin menikah dengan kamu. Pasti nanti ayah kamu akan memarahi kamu. Hahaha…”.

Saya beruntung kenal dengan Andrew karena dari dia saya jadi tahu travel mana yang menyediakan tiket ke Siam Reap dengan harga yang murah. Yeey, inilah salah satu untungnya punya teman sesama backpacker… 🙂

Echo

Echo, seorang traveler perempuan dari China (aduh, dari China atau Macao ya? Saya lupa… Maaf…). Dia seorang fotografer. Dia memiliki program 3 bulan keliling Asia. Selain untuk hunting foto, dia juga akan menulis sebuah buku. Sayangnya saya nggak sempat ngobrol banyak dengan Echo karena dia harus segera ke Siam Reap. Tapi dalam waktu yang terbatas itu Echo masih sempat menyarankan pada saya tempat mana saya yang worth it untuk dikunjungi dan mana yang nggak terlalu worth it. Oh iya, Echo ini traveling sendirian lho selama 3 bulan! Padahal dia perempuan. Hebat kan?

Bogor, 19 Mei 2010 15:03

~Okvina Nur Alvita

Continue Reading