Publication

Tari Saman Hingga Perpustakaan Keliling

By on December 15, 2009

Media Indonesia, 28 Juni 2009

Never Give Up, Moto itulah yang selalu dipegang teguh oleh Okvina Nur Alvita, mahasiswa tingkat akhir pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Berkat moto tersebut, Okvina yang biasa dipanggil Vina, mampu mencapai beberapa prestasi membanggakan.

Berkat keaktifannya mengikuti beberapa organisasi di kampus dan perlombaan karya tulis ilmiah, mahasiswa asal Jember, Jawa Timur, ini memperoleh penghargaan mahasiswa berprestasi bidang ekstrakurikuler dari IPB dalam peringatan hari pendidikan nasional tahun 2008.

Selain itu pada bulan Juli 2008, Vina bersama 22 mahasiswa lain dari IPB memperoleh Beasiswa Unggulan Aktivis yang memberinya kesempatan mengikuti program Student Exchange Institut Pertanian Bogor-Universiti Malaysia Sabah.

Kesempatan tersebut memberikan pengalaman berharga, menambah wawasan, pengetahuan serta keahlian yang dimiliki oleh pecinta masakan Indonesia ini.

“Saat mengikuti program pertukaran pelajar ke Malaysia itu saya sengaja mempelajari tari Saman untuk mengisi acara pertukaran budaya dengan mahasiswa Malaysia,” kata Okvina.

Belum genap satu tahun kemudian, perempuan kelahiran 12 Oktober ini kembali bertandang ke luar negeri. Kali ini ia terbang ke Jerman menghadiri International Student Week in Ilmenau (ISWI) 2009, pada 8-17 Mei 2009 di Ilmenau, Jerman.

Vina bersama 19 mahasiswa Indonesia lainnya mewakili Indonesia untuk menghadiri kegiatan dua tahunan itu. ISWI merupakan serangkaian kegiatan, tak hanya konferensi mengenai HAM, tapi juga berisi pertukaran budaya para peserta.

Keahlian Vina dalam menari Saman kembali mengharumkan nama Indonesia. Hal itu terbukti dengan tingginya atensi pengunjung saat delegasi Indonesia menampilkan tari Saman di acara International Brunch. Di bawah pimpinan dan bimbingan Vina yang intensif, delapan orang delegasi Indonesia lainnya mempelajari tari Saman yang rumit dalam waktu dua hari.

Selain dari segi budaya, anak pasangan Moedjoko dan Didi Indriaty ini juga memiliki perhatian lebih pada pendidikan dan anak, terutama pendidikan prasekolah. Mengingat masih sedikitnya akses Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia, Vina bersama dua temannya saat ini sedang merintis berdirinya PAUD di salah satu desa di Kabupaten Sukabumi.

Ketertarikan Vina pada pendidikan merupakan alasan Vina memilih subtema pendidikan pada kelompok kerja di ISWI 2009. Pada kelompok kerja tersebut dibahas beberapa permasalahan pendidikan yang ada di tiap-tiap negara peserta.

Sebagin besar permasalahan yang paling menonjol adalah kurang meratanya pendidikan hingga ke pelosok daerah dan kurangnya sarana perpustakaan. Salah satu kontribusi Vina pada work group tersebut yang cukup bermanfaat bagi peserta lain adalah paparannya tentang perpustakaan keliling di Indonesia.

Ia pun juga mengusulkan untuk dibentuknya community library yang dibuat melalui pemberdayaan dan swadaya masyarakat. Kedua ide tersebut diterima dengan baik dan juga menginisiasi peserta lain untuk mengusulkan hal serupa di negara mereka.

”Semua itu justru membuat saya semakin sadar akan banyaknya kekurangan yang ada pada diri serta dapat melihat bahwa masih banyak orang lain yang jauh lebih hebat. Saya hanya berharap supaya tetap dapat melakukan yang terbaik sehingga bisa bermanfaat bagi orang lain,” kata Vina.

Continue Reading

Publication

Dua Malam Latihan, Indonesia Borong Tepuk Tangan

By on

Media Indonesia, 28 Juni 2009

Selain membahas tentang hak asasi manusia (HAM), ditinjau dari berbagai aspek kehidupan, salah satu rangkaian kegiatan dari International Student Week in Ilmenau (ISWI) 2009 di Ilmenau, Jerman, adalah International Brunch. Ajang itu merupakan pertukaran budaya dan makanan khas dari negara-negara peserta seperti Turki, Palestina, Australia, Nigeri, dan Indonesia.

Indonesia yang kaya akan budaya tradisional, kesenian daerah dan makanan khas tentu saja tak mau ketinggalan. Bahkan, penampilan delegasi-delegasi Indonesia mendapat atensi yang sangat meriah. Sebanyak sembilan belas anggota delegasi Indonesia menampilkan tiga kesenian khas, tari Saman, Mapag Sunda, dan permainan alat musik tradisional Indonesia, angklung.

Khaerul Umur, mahasiswa UPI Bandung, menampilkan Mapag Sunda. Gerakan-gerakan Mapag Sunda yang menarik serta penampilan yang apik Khaerul Umur mampu memicu adrenalin dari pengunjung. Alhasil, pengunjung lalu berdesakan agar dapat melihat kesenian Indonesia lainnya.

Persembahan selanjutnya adalah tari Saman. Tarian tradisional asal Aceh ini membutuhkan konsentrasi dan kekompakan, tapi delegasi Indonesia cuma punya bekal latihan dua malam. Namun, teriakan khas dan nyanyian penghantar tari Saman yang unik membuat sembilan orang delegasi Indonesia, dipimpin oleh Okvina Nur Alvita, mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB, mendapat tepukan riuh.

Sajian terakhir adalah alat musik angklung. Suara khas alat musik bambu ini lagi-lagi membuat delegasi Indonesia mendapat tepuk tangan meriah. Bahkan beberapa pengunjung menyatakan ketertarikannya dan berminat untuk belajar. Mereka berbondong-bondong memenuhi stan delegasi Indonesia sembari menikmati beberapa makanan khas.

Para pengunjung International Brunch tidak hanya peserta ISWI 2009, tapi juga dosen Universitas Teknologi Ilmenau dan masyarakat lokal. Secara keseluruhan, para pengunjung menyatakan sangat terkesan dengan persembahan rombongan dari Indonesia. Mereka pun mengapresiasi kekompakan para mahasiswa Indonesia di atas panggung.

Kesembilan belas delegasi Indonesia untuk ISWI sendiri sebenarnya baru bertemu satu sama lain di Jerman dua hari sebelum acara berlangsung. Persiapan untuk penampilan budaya pun baru dilakukan dua hari menjelang acara.

Namun, minimnya waktu yang dimiliki bukanlah suatu halangan bagi mereka untuk memberikan penampilan luar biasa. Itu karena kecintaan dan kebanggan mereka pada tradisi bangsanya. Okvina Nur Alvita, salah seorang delegasi Indonesia dari IPB, mengungkapkan perasaan yang sangat mengharu biru saat berada di negeri orang .

Sehingga kontribusi untuk membuktikan kecintaan terhadap budaya bangsa pun dilakukan semaksimal mungkin. Semoga perasaan itu juga terbawa hingga ke Tanah Air.

~Okvina Nur Alvita

Continue Reading

Publication

Mendiskusikan Hak Asasi Manusia di Jerman

By on

Media Indonesia, 28 Juni 2009

Selama sepuluh hari, 19 mahasiswa Indonesia urun rembuk tentang berbagai masalah HAM di Ilmenau-Jerman. Mereka berdiskusi, berbagi pengalaman dan ketika telah sampai di negara masing-masing, mereka wajib berkontribusi buat penegakan HAM di negerinya.

Ilmenau-Germany, International Student Week in Ilmenau 2009 (ISWI 2009) merupakan konferensi internasional bagi mahasiswa di seluruh dunia. Kegiatan yang diadakan oleh Technische Universität Ilmenau (TU-Ilmenau) Jerman ini berlangsung dari tanggal 8-17 Mei 2009 di Ilmenau, salah satu kota yang berada di negara bagian Thuringen-Jerman.

Setelah melalui proses seleksi dari pihak panitia untuk dapat menjadi peserta pada ISWI 2009, 19 orang mahasiswa Indonesia yang berasal dari berbagai penjuru tanah air menghadiri ISWI 2009. Delegasi Indonesia merupakan delegasi terbanyak keempat setelah delegasi dari Ukraina (58), Rusia (34) dan Georgia (24). Inilah kali ketiga delegasi Indonesia bergabung pada kegiatan yang diadakan setiap dua tahun ini.

Human Rights – Right Now! Hak Asasi Manusia (HAM) diangkat sebagai tema sentral karena begitu banyak permasalahan terkait dengan HAM yang terjadi di semua negara di dunia. ISWI merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari pembekalan materi (kuliah umum) oleh beberapa pakar di bidang HAM, group work, lecture inter-participant, hingga pada program pertukaran budaya antar negara. Kegiatan lain yang juga termasuk dalam rangkaian kegiatan ISWI adalah kunjungan ke beberapa kota di sekitar Ilmenau, serta nonton bareng film yang bertema HAM.

Seluruh peserta ISWI 2009 dibekali oleh beberapa materi yang terkait dengan HAM ditinjau dari berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, makanan, anak, ekonomi, kebebasan dan keamanan, hingga keterkaitan HAM dengan bidang fotografi.

Kuliah umum disampaikan Dr.Wolfgang Heins, assistant lecturer of the Freie Universitat Berlin juga anggota the anti-torture-committee of UN-Human Rights Council, Mona Montakef seorang social Scientist yang juga pekerja di German Institute of Human Rights serta beberapa pakar lainnya.

Peserta kemudian difokuskan pada sub tema yang diminati untuk melakukan work group mulai dari masalah pendidikan, ekonomi, anak, makanan, dan lainnya. Istimewanya, peserta juga diberi kesempatan untuk saling memberi kuliah mengenai bagaimana penegakan HAM di negaranya.

Delegasi Indonesia memaparkan laporan bertajuk Informal Children Education in Indonesia yang disampaikan oleh Okvina Nur Alvita (Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB), Umi Habibah (Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Ma Chung Malang), Astri Yulianti (Mahasiswa Fikom, Universitas Padjajaran) dan Puspa Setia Pratiwi (Mahasiswa Fasilkom, Universitas Indonesia). Makalah itu memaparkan tentang pendidikan informal untuk anak di Indonesia serta siapa saja yang berperan menyediakannya.

Tak kalah menariknya adalah a-MAZE-in Human Rights, pameran tentang hal-hal yang terkait HAM yang dikemas dalam konsep yang berbeda. Panitia menyiapkan sebuah labirin raksasa yang di setiap dindingnya ditempel artikel dan gambar secara menarik dan artistik.

Terpapar 30 artikel HAM pada Universal Declaration of Human Rights serta gambar dan artikel tentang pelanggaran dan aktivitas organisasi advokasi HAM seperti Amnesty International.

Setelah mampu mencari jalan keluar dari labirin tersebut, peserta memperoleh kesan yang berbeda mengenai HAM sehingga, dapat berpikir secara lebih menyeluruh dan dapat bertukar ide dengan rekannya.

ISWI kali ini mengangkat artikel no. 13 pada universal declaration of human rights. Isinya, pada butir pertama, setiap orang berhak untuk pergi kemanapun dan tinggal dimanapun yang mereka inginkan tanpa adanya batasan dari negara yang bersangkutan.

Sedangkan pada butir kedua, setiap orang memiliki hak untuk meninggalkan negara manapun termasuk negaranya sendiri dan memiliki hak pula untuk kembali lagi pada negaranya sendiri.

Maka, logo yang digunakan adalah anak yang membawa balon.

“Balon melambangkan suatu kebebasan. Jika kita melepaskan sebuah balon, maka balon tersebut akan bebas pergi kemanapun ia suka dan tidak ada sesuatu pun yang menghalanginya untuk pergi ke tempat yang ia suka,” kata President of ISWI Organization Committee 2009, Caroline Lehmann.

Melalui acara ini, seluruh peserta ISWI diharapkan mampu untuk memberikan kontribusi pada penegakan HAM di negara masing-masing, terutama terkait isu pada artikel no.13, sehingga tak ada lagi diskriminasi bagi warga negara asing yang tinggal di suatu wilayah yang bukan negaranya.

~Okvina Nur Alvita

Continue Reading