Asia | Cerita Traveling

I’m in Phuket… :)

By on February 4, 2011

Hai… Hai… Hai…

3 bulan menghilang dari peredaran tulis menulis dunia maya, bikin sedih juga… Hahaha, lebay bin alay!

Tapi bener lho traveler!

Seenernya saya udah kangeeeennnn banget sama yang namanya nulis, tapi entah mengapa kok 3 bulan ini kena writing block nggak ada abisnya!

Walah kok jadi curhat…

Patong Beach-Phuket, Thailand

Oke, terserah travelers mo mikir saya mau pamer or something like that, tapi yang pasti sekarang saya lagi di Phuket-Thailand!

Hahaha… akhirnya backpackeran ke luar negeri lagi! 😀

Yup setelah setahun nggak ke luar negeri, tanggal 2 Februari kemarin saya bertolak dari Soetta International Airport to the Phuket International Airport.

Banyak sih yang mau di ceritain. Tapi kalo saya cerita sekarang, terus kapan jalan-jalannya dong???

Jadi cukup kasih tau aja dimana keberadaan saya sekarang ya??? Hehehehe… 😀

Besok jam 7 pagi, saya berangkat ke Phi-Phi Island. Apa? Nggak tahu Phi-Phi Island itu tempat apaan?? Itu lho, lokasi shootingnya The Beach yang dibintangi sama Leonardo Di Caprio! Jangan Ngiri ya…. :p

Ya udah, happy traveling for me… Hahaha… 😀

Patong Beach, Thailand 4 Februari 2011 20:09

~Okvina Nur Alvita

Continue Reading

Seri Newly Backpacker

Seri Newly Backpacker (2)

By on October 31, 2010

Klik disini untuk membaca bagian sebelumnya

Merencanakan Rencana “Gila” (1)

Ide traveling ke 5 negara di Asean dengan hanya bermodalkan uang Rp.4 juta menurut saya ide yang teramat sangat bunuh diri. Mana cukup dengan uang segitu dipakai untuk traveling ke 5 negara. Walaupun traveling ala backpacker sekalipun! Tapi saya nggak mau mundur. Kalau ternyata uang segitu cukup, berarti akan menjadi pengalaman yang luar biasa bagi saya. Hanya itu yang saya pikirkan saat itu. Jadilah saya merencanakan rencana “gila” ini.

  • Membuat rute perjalanan

Saya sudah tahu saya akan ke negara mana saja untuk Asean Trip saya. Lalu saya membuat rute perjalanan. Awalnya saya ingin memulai Asean Trip saya dengan mengunjungi Singapura terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan Malaysia-Thailand-Kamboja, dan berakhir di Vietnam. Tapi ternyata ada masalah terkait dengan tiket pesawat. Jadinya saya mengubah sedikit rute perjalanan saya menjadi Vietnam-Kamboja-Thailand-Malaysia dan berkahir di Singapura. Yup, saya rasa rute ini juga oke. J

Tips#2. Segera buat rute perjalanan yang paling baik menurut kamu setelah tahu negara mana saja yang akan kamu kunjungi.

  • Cek penerbangan termurah

Yang saya lakukan pertama kali setelah membuat rute perjalanan adalah cek harga tiket pesawat dan saya mengusahakan untuk memperoleh harga pesawat yang termurah. Hal ini penting sekali untuk dilakukan di awal, saat kita merencanakan traveling. Tujuannya tentu saja untuk memperoleh info berapa harga pesawat termurah yang bisa kita dapatkan.

Saya tidak akan memberitahu kamu pesawat apa yang saya gunakan. Cari tahu sendiri lah ya. Karena kalau saya beri tahu, maskapai penerbangan itu keenakan lagi saya promosiin dengan gratis (perhitungan mode: on). Yang pasti, saya kemarin dapat tiket untuk penerbangan Jakarta-Ho Chi Minh City dengan harga Rp.460.000,00! Oh iya, kalau kamu ingin cari maskapai penerbangan yang murah, cari di search engine yang ada di internet dengan keyword “budget airlines”.

Untuk masalah tiket murah, ada beberapa maskapai budget airline internasional yang memberikan tiket pesawat dengan harga yang teramat sangat murah. Dan ada beda harga yang cukup signifikan antara tiket online dengan tiket di travel agent, padahal maskapai dan jadwal penerbangannya sama! Tapi tiket online cara belinya biasanya pakai credit card. Nah, pembayaran melalui credit card inilah masalahnya bagi traveler yang nggak punya credit card, termasuk saya. Dan ini juga satu-satunya alasan mengapa saya harus mengubah rute perjalanan Asean Trip saya.

Tips #3. Jika sudah membuat rute perjalanan, maka segeralah untuk mencari harga tiket termurah.

Tips#4. Terkadang untuk penerbangan internasional, online tiket lebih murah daripada harga tiket yang di travel agent.

Tips#5. Sebaiknya bandingkan harga tiket online dan harga tiket di travel agent karena untuk penerbangan domestik, beberapa airline memasang tarif lebih mahal di internet (tapi bedanya biasanya cuma Rp.10.000,00 aja sih…).

Tips#6. Segera booking dan beli tiket termurah yang ada karena tiket murah itu biasanya limited edition! At least tiket pesawat untuk berangkatnya dulu.

Klik disini untuk membaca bagian selanjutnya

Continue Reading

Seri Newly Backpacker

Seri Newly Backpacker (1)

By on October 29, 2010

Banyak yang tidak menyangka kalau saya hanya mengeluarkan Rp.4juta untuk perjalanan ke 5 negara dalam waktu 17 hari. Dan patut jadi catatan kalau itu sudah termasuk biaya tiket pesawat pulang pergi, transport antar-negara, makan tiket masuk tempat wisata dan beberapa kali menginap di hotel.

“Hah? 4 juta ke 5 negara? Yang bener lo!”

“Masa sih cuman segitu?”

“Kok bisa sih Vin cuman habis segitu… minta tips-tipsnya donk…”

Begitulah biasanya komentar teman-teman saya. Jujur, saya seorang newly backpacker. Memang, ini bukan kali pertama saya ke luar negeri. Tapi ini adalah pengalaman pertama saya traveling ke luar negeri ala backpacker. Jadi kalau ditanya apa aja tips-tipsnya untuk bisa jalan-jalan ke luar negeri dengan budget yang sangat terbatas, rasanya banyak yang lebih “master” daripada saya untuk menyampaikan hal itu. Tapi, berhubung saya adalah orang yang senang berbagi ilmu dengan orang lain (sok baik nih ye… hehe… :P), saya akan menceritakan pengalaman backpacking pertama saya ini sedetail yang saya bisa supaya kamu dapat memperoleh gambaran penuh tentang apa saja yang harus dipersiapkan untuk backpacking serta trik-trik saat backpacking. Semoga bisa menjadi suatu panduan untuk para backpacker pemula.

Oke, enjoy it… J

Rencana “Gila”

Satu tahun yang lalu saya dan salah seorang sahabat saya memiliki rencana untuk jalan-jalan. Saat itu yang terpikirkan adalah susur Jawa-Bali-Lombok denga budget Rp.1,5juta. Rencana ini akhirnya lumayan lama mengendap karena kesibukan masing-masing. Saat kami ada waktu kosong untuk merencanakan lagi program liburan kami, saya mengusulkan bagaimana kalau rencana susur Jawa-Bali-Lombok diganti saja jadi Asean Trip. Sahabat saya menyambut dengan baik rencana saya tersebut. Akhirnya jadilah kami mengganti susur Jawa-Bali-Lombok dengan Asan Trip.

Rencana Asean Trip itu mengendap juga dikarenakan lagi-lagi kesibukan kami masing-masing. Saat kami ada waktu senggang, kami kembali membicarakan tentang rencana Asean Trip kami itu. waktu saya ngusulin Asean Trip, yang terpikirkan oleh saya hanyalah mengunjungi Singapura, Malaysia dan Thailand. Tapi ternyata sahabat saya menginginkan Asean Trip ke 5 negara sekaligus! Singapura, Malaysia, Thailand, Kamboja dan Vietnam dengan budget Rp.4 juta. Saya hanya bisa menelan ludah saat dia menyampaikan hal itu dan tidak ada yang bisa saya lakukan selain mengiyakan rencananyanya sambil berdoa semoga cukup dengan budget dan membulatkan tekad untuk tetap traveling apapun yang terjadi.

Tips #1. Jika kamu sudah memiliki rencana untuk traveling, hal pertama yang perlu dilakukan hanyalah membulatkan tekad untuk tetap traveling apapun yang terjadi.

Klik disini untuk membaca kelanjutannya

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

Italiano-Itelato

By on October 27, 2010

Apa yang terpikirkan ketika mendengar “cowok Italia”? pasti yang terbersit pertama kali adalah parasnya yang (sudah terkenal) ganteng. Karena kegantengannya itu, sampai-sampai Trinity menulis dalam bukunya, bahwa tukang ledeng sekalipun juga cakep sehingga Trinity bisa nggak berkedip ngelihatin tukang ledeng di Italia! Hehehe… 😀

Italian man

Yup, cowok Italy memang cakep-cakep, saya suka alisnya yang tebal dan mata elang mereka. Tetapi gambaran tentang cowok Italy itu langsung rusak seketika saat saya sedang backpacking ke Vietnam, tepatnya di Ho Chi Minh City (Saigon).

Waktu itu saya mengambil paket tur ke 2 destinasi wisata yang ada di sekitar Saigon, Cao Dai Temple dan Chu Chi Tunnel. Paket wisata ini tidak private, jadi ada beberapa wisatawan lain yang juga ikut paket tur itu. Nah, 3 wisatawan yang ikut paket tur itu tidak lain dan tidak bukan adalah cowok-cowok Italy. So, apa hubungannya dengan judul tulisan ini???

Jadi begini, paket tur dimulai jam 8 pagi, tapi kami-kami, para wisatawan sudah harus stand by dari jam setengah 8. Saya on time dong. Secara ya, yang namanya jam karet jangan dibawa-bawa ke luar negeri deh! Malu-maluin nama besar bangsa Indonesia aja.

Sekitar jam 8 kurang saya sudah naik bus wisata. Tapi anehnya, sampai jam 8.20, bus tidak kunjung berangkat. Saya dan wisatawan yang lain mulai tidak sabar menunggu. Tour guide akhirnya menjelaskan kenapa kami tidak kunjung berangkat, ternyata kami sedang menunggu 3 wisatawan lain yang tidak kunjung datang. Huuhh, paling bête deh kalo harus menunggu orang seperti ini… Jadi berasa di-dzolimi gitu… 🙁

Akhirnya, tuh orang yang kita tunggin nyampe juga jam setengah sembilan, so bus pun langsung berangkat ke destinasi pertama yang akan kami kunjungi, Cao Dai Temple. Dalam perjalanan, tour guide menjelaskan banyak hal tentang Vietnam dan juga tentang dua tempat yang akan kami kunjungi. Selain itu dia juga menjelaskan berapa lama kami akan mengunjungi Cao Dai Temple dan jam berapa semua wisatawan sudah harus berada di dalam bus lagi lalu melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya.

Guess what??!! Walaupun si tour guide sudah menjelaskan dengan terperinci dan sejelas-jelasnya tentang rule wisata hari itu tapi tetap aja tuh 3 cowok Italy yang kebetulan satu perjalanan sama kami telat-telat juga! Bukan hanya telat, karena mereka melebihi tenggat waktu yang diberikan tour guide untuk keterlambatan, jadi mereka kami tinggal deehhh… Bye-bye Italian youngsters! 😀

*****************************************************

Huuhh, ternyata bukan orang Indonesia saja yang terkenal dengan jam karet ya? Orang Italy juga jam karet juga! Hehehe… tapi emang sih, kita nggak bisa men-generalisir perilaku orang Italy dengan hanya melihat kelakuan 3 penduduk mereka. Tapi pengalaman pertama saya bertemu dengan orang Italy, I mean cowok Italy memberikan first impression yang cukup buruk di mata saya. Cakep-cakep tapi kok telatan!

Ya sudah lah, mari kita ambil hikmah dari kejadian ini. Yang pertama, kebiasaan ngaret jangan dibawa-bawa ke negeri orang, bikin nama negara kita minus di mata orang lain. Yang kedua, pilihannya adalah telat atau ketinggalan (seperti yang dialami ketiga cowok Italy itu).

Yang pasti, akan lebih baik membiasakan budaya on time dan meninggalkan yang namanya jam karet. Jangan seperti si Italiano yang Itelato itu ya… Hehehe… 😀

Happy traveling ya readers… 🙂

Denpasar, 27 Oktober 2010 15:40

~Okvina Nur Avita

Continue Reading

Cerita Traveling | Indonesia

Marvin Sitorus (Host di Bali)

By on October 2, 2010
Marvin Sitorus & Putri Titian

Marvin Sitorus, host saya saat saya backpacking ke Bali. Seperti biasa, saya bisa kenal dengan Marvin melalui situs jejaring backpacker www.couchsurfing.org. Saya percaya sama Marvin karena ia memiliki banyak referensi dari banyak traveler dari beberapa negara.

Tidak ada yang bisa saya katakana lagi selain, Marvin itu super duper host! He is the best host I’ve ever met! 😀

Marvin orangnya baik banget… Tahu nggak sih, dia sampai rela ngungsi tidur di kantornya dan mengikhlaskan kamarnya saya pakai. Baik banget kan? Terus, walaupun Marvin sibuk banget sama kerjaannya, dia masih menyempatkan diri mengajak saya jalan-jalan ke beberapa tempat menarik yang ada di Bali dan mengantar saya ke Padang Bay waktu saya mau berangkat ke Lombok.

Satu hal yang membedakan Marvin dengan host saya yang lain adalah suasana pertemanan kami berdua. Walaupun saya dan Marvin baru kenal, tapi kami seperti dua orang sahabat yang sudah mengenal satu sama lain selama belasan tahun. Nggak tahu kenapa, dengan Marvin saya bebas menceritakan tentang hidup saya. Padahal saya jarang sekali bisa sangat terbuka dengan orang yang baru saya kenal. Begitupun juga dengan Marvin, dia juga dengan leluasa menceritakan tentang hidupnya, tentang masa lalunya dan juga tentang masa depan yang akan dia raih.

Obrolan kami berdua semakin nyambung lagi karena kami bergerak di bidang usaha yang sama, travel organizer. Bedanya, dia sudah terjun di dunia ini selama 4 tahunan, sedangkan saya baru 2 bulan. Kami saling support dalam hal ini. Terkadang kami juga membicarakan hal-hal yang agak “absurd”. Yah, apalagi kalau bukan pasangan hidup! Hahaha… 😀

Anyway, senangnya bisa menemukan host sebaik Marvin. Saking baiknya Marvin dan saking “nyambung”nya kami berdua, Marvin sampai mengundang saya untuk ke Bali lagi lho… Dan, you know, my airline ticket to Bali on him!! Baik banget khannn??? Saya tahu apa yang ada di pikiran Anda sekarang, pasti seperti ini, “Mau dong dikenalin sama Marvin….”, hehehe… ya kan??

So, for more information about him, you can find in here and here.

Bogor, 2 Oktober 2010 16:49 WIB

~Okvina Nur Alvita

Continue Reading

Cerita Traveling | Indonesia

KemBALI ke BALI

By on September 26, 2010

Awal Cerita

Oke, siapapun anda boleh mentertawakan saya. Terakhir kali saya ke Bali saat saya masih SD. Liburan bersama keluarga. Walaupun rumah saya tidak terlalu jauh dari Bali (Jember), tapi sejak SD saya tidak pernah ke Bali lagi.

Beberapa bulan yang lalu kakak saya sudah ribut soal tiket pesawat untuk mudik. Dia takut kalau beli tiket mepet-mepet dengan jadwal kepulangannya ke rumah, tiket pesawat yang dia dapatkan akan sangat mahal. Akhirnya dia sudah beli tiket pesawat sejak 3 bulan sebelum lebaran dengan rute penerbangan Jakarta-Surabaya, Denpasar-Jakarta. Pulangnya dia mengambil rute penerbangan Denpasar-Jakarta karena ingin jalan-jalan dulu kesana, mumpung cuti yang diambilnya lumayan panjang.

Anyway, saya jadi ingin juga jalan-jalan kesana. Terlebih lagi, saya ingin jalan-jalan bersama kakak saya, melakukan “ritual-ritual” yang dulu seringkali kami lakukan kalau kami jalan berdua. Ditambah lagi, ada satu pekerjaan yang harus saya selesaikan di Bali, jadilah saya memutuskan untuk ke Bali juga! Horrayy… Akhirnya saya kemBali ke Bali! 😀

Tapi, dasar otak backpacker yang nggak mau rugi kalau melakukan suatu perjalanan, saya juga memutuskan untuk ke Lombok dan Gili Trawangan dalam sesi backpacking kali ini. Cerita untuk Lombok dan Gili Trawangan di postingan berikutnya ya… jadi mohon bersabar… 🙂

Menyusun Itinerary

Ketika saya memutuskan untuk melakukan perjalanan ke suatu tempat, hal pertama yang akan saya lakukan adalah scheduling (menyusun rencana perjalanan/itinerary). Saya langsung cek liburan saya. Hmmm…ternyata hanya dua minggu karena saya harus kembali ke kampus untuk mendampingi dosen saya lagi dalam kegiatan perkuliahan. Artinya, saya tidak memiliki banyak waktu untuk backpacking Bali-Lombok-Gili Trawangan. Artinya lagi, saya tidak bisa berlama-lama di rumah setelah lebaran.

Hwaaa… sungguh pilihan yang sulit… di satu sisi saya masih ingin berlama-lama di rumah, menikmati suasana lebaran bersama keluarga, dan di sisi yang lain, saya nggak mau rugi kalau lagi backpackeran… Solusi terbaiknya (menurut saya), membagi liburan lebaran bersama keluarga dan liburan sendiri ala backpacker sama rata. Seminggu di rumah dan seminggu nge-“bolang”. Hehehe… 😀

Saya berangkat ke Bali tanggal 13 September 2010, di Bali sampai tanggal 16 September 2010. Tanggal 17 September 2010 berangkat ke Lombok dan langsung ke Gili Trawangan. Di Gili Trawangan sampai tanggal 19 September 2010 dan pada tanggal ini saya balik ke Senggigi. Tanggal 20 September 2010 penerbangan Mataram-Denpasar plus Denpasar-Jakarta. Perfecto! 🙂

Host plus Budgeting

Setelah itinerary beres, yang saya lakukan selanjutnya… of course cari host sambil menyusun budgeting perjalanan. Seperti biasa saya langsung browsing sana-sini untuk mencari referensi perjalanan termurah untuk Bali-Lombok-Gili Trawangan. Dan tentu saja cari host di www.couchsurfing.org.

Cari host di Bali tidak sesulit cari host untuk di Lombok. Banyak sekali member couchsurfing di Bali. Tapi saya tentu saja tidak asal pilih. Saya request hanya ke member yang trustworthy. Dan benar saja, salah satu member di Bali yang trustworthy itu tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk meng-approve request saya. Alhamdulillah di Bali saya sudah “aman”… 🙂

This is All About Trust

Budaya backpacker-an mungkin belum terlalu “membumi” di Indonesia. Terutama backpacker yang rela numpang sana-sini untuk menghemat biaya akomodasi seperti saya. Apalagi nginepnya ditempat orang yang baru dikenal melalui situs jejaring backpacker.

Semua itu bisa terjadi hanya karena rasa saling percaya saja. Dan sifat inilah yang masih belum banyak dimiliki oleh para backpacker pemula. Mungkin saya juga termasuk salah satu di dalamnya. Namun saya bukan orang yang parno-an abis! Saya akan sangat percaya pada orang yang baru dikenal asalkan “asal-usulnya” jelas. Maksud saya, walaupun saya baru kenal, saya sudah tahu sedikit tentang tentang orang itu dari referensi (testimonial) yang diberikan orang lain. Jadi nggak murni “stranger”.

Anyway, host saya selama di Bali namanya Marvin Sitorus. Saya percaya sama dia karena membaca banyak referensi untuknya dari beberapa traveler dari berbagai negara. Saya menghubunginya secara personal melalui sms saat dalam perjalanan ke Denpasar dari Jember. Dia membalas sms saya dan bilang kalau dia nggak bisa jemput, tapi nanti saya akan dijemput sama karyawannya saat sudah sampai di Denpasar. Wew, baik banget kan?

Saya sampai di Denpasar, di terminal Ubung tepatnya. Sama seperti yang saya rasakan saat baru “mendarat” di tempat baru, saya selalu merasa “lost in somewhere” dan saya juga merasa “in the middle of nowhere”. Biasanya yang saya lakukan setelahnya adalah, menepi, duduk, celingak-celinguk sana-sini, memperhatikan keadaan sekitar, cek pos polisi (atau pegawai keamanan) terdekat, terus baru mengeluarkan handphone saya untuk menghubungi orang yang akan saya tuju atau orang yang akan menjemput saya.

Saya mencoba untuk menelepon Ina, karyawan Marvin yang akan menjemput saya. Jawaban di seberang saya bunyinya begini “nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi”. Beberapa menit kemudian saya menelepon lagi, jawaban yang saya terima tetap sama. Saya ulangi sampai beberapa kali, jawabannya tetap sama juga.

Dag-dig-dug, saya mulai deg-degan… Lalu saya menghubungi Marvin, bilang kalau nomor Ina tidak bisa dihubungi. Marvin menyuruh saya menunggu di pos polisi di depan terminal Ubung. Saya langsung kesana. Beberapa saat kemudian Marvin menghubungi saya lagi, dia bilang kalau saya disuruh ke hotel Mahajaya, menunggu jemputan taksi dari sana. Saya nurut saja, saya jalan ke hotel mahajaya, menunggu taksi sambil meneguhkan hati dengan kalimat “this is all about trust”, walaupun jujur kepercayaan saya pada Marvin saat itu mulai berkurang karena saya yang kesannya “dilempar kesana-kesini”. Maaf ya Vin, gw agak nggak percaya sama lo saat itu… 🙂

You know, Ina akhirnya menghubungi saya saat taksinya datang! Dia bilang kalau sudah di depan pos polisi Ubung! Ternyata dia tadi telat banget menjemput saya dan handphone-nya nggak bisa dihubungi karena dia nyasar karena nggak tahu jalan ke terminal Ubung (maklum, Ina baru 2 bulan di Bali, jadi masih belum terlalu hafal jalan disana). Dan saya pun dibawa Ina ke kantor Marvin di Denpasar.

Hal Seperti Ini yang Nggak Bakalan Kalian Dapatkan Para “Suitcase-er”! 😀

Mengapa saya kecanduan jalan-jalan ala backpacker? Karena dengan jalan-jalan ala backpacker, saya tidak hanya mengunjungi tempat wisata saja. Tapi saya juga belajar tentang culture setempat, ngobrol dan bertukar pikiran dengan penduduk asli daerah yang saya kunjungi. Hal inilah yang membuat saya menjadi lebih open minded. Dan itulah gunanya host… selain berguna untuk memangkas pengeluaran untuk akomodasi, host juga sangat membantu untuk mengeksplore daerah yang kita kunjungi dan tentu saja kita bisa belajar tentang daerah setempat dari host kita.

Beberapa kali saya backpacker-an saya selalu merasakan pengalaman itu. Dan inilah salah satu cara saya “membaca” dunia. Saat di Bali, Marvin (host saya) yang bukan orang asli Bali mengenalkan saya pada Dewaji (saya memanggilnya pak Dewe), orang asli Bali. Dari pak Dewe saya jadi tahu kebiasaan orang Bali, apa yang “do or don’t” di Bali, sampai pada upacara adat di Bali dan letak pura pada umumnya saya jadi tahu. Saya banyak mengeksplore Bali dari pak Dewe. Hmmm, satu halaman tentang dunia sudah saya “baca”… 🙂

Tanah Lot

Tanah Lot

Tempat pertama yang saya kunjungi di Bali adalah Tanah Lot. Saya kesana sore hari dengan Marvin, Pak Dewe dan Ina. Karena lagi liburan lebaran, jadi Tanah Lot ramai sekali saat itu dan (menurut saya) mendadak jadi lautan manusia! Saya tidak bisa menikmati suasananya dengan nyaman… 🙁

Saya berharap bisa menikmati sunset di tanah lot, tapi sayang saat itu cuaca tidak terlalu cerah. Banyak sekali awan. Jadi proses matahari terbenam di ufuk barat tidak terlihat dengan sempurna. Sayang sekali… 🙁

Kuta-Legian

Malam pertama di Bali, Marvin mengajak saya untuk keliling Kuta-Legian bersama pak Dewe dan Anov (Marianov, adiknya Marvin). Saya rasa daerah ini adalah salah satu daerah di dunia yang tidak pernah tidur. Sampai jam 2 malam masih banyak aktivitas yang dilakukan oleh para “penghuni” Kuta-Legian.

Mau tahu aktivitas yang saya lakukan sampai selarut itu disana? Jangan mikir yang aneh-aneh dulu! Saya hanya menemani Marvin cs. makan di salah satu restoran fastfood yang ada disana sambil ngobrol ini-itu, mengenal diri satu sama lain. Setelah itu kami memperhatikan dan ngegodain bule-bule yang lagi bersliweran disana. Nasib jalan sama cowok, saya dianggap cowok juga! 😀 Tapi bagi saya, hal itu cukup menyenangkan. Saya jadi tahu “detak jantung” Bali yang sebenarnya.

Malam kedua di Bali saya masih nggak kapok untuk menghabiskan malam di sekitar Kuta-Legian. Tapi personil malam itu Marvin-pak Dewe-Ina dan saya. Kami menikmati ice cream sambil duduk-duduk di pantai Kuta sambil ngobrol ngalor-ngidul. Selama disana saya juga memperhatikan perilaku bule-bule. Sama seperti kami, mereka juga membentuk satu kelompok kecil, ngobrol, tertawa lepas, sampai kadang ada yg setengah berteriak. Kami dan mereka hanya berusaha untuk menikmati suasana dan menghabiskan waktu yang berkualitas dengan cara kami. Hmmm… inilah salah satu cara para traveler menikmati hidup.

Ternyata memang tidak ada kata bosan untuk Kuta. Hari keempat di Bali, saya sudah meniatkan diri untuk menikmati suasana sore hari di pantai Kuta. Tidur-tiduran di atas pasir sambil menunggu sunset. Saya melakukan “ritual” ini dengan kakak saya tersayang, Mbak Ninda.

Alhamdulillah saya bisa menikmati sore di Kuta berdua saja dengan mbak Ninda (suaminya asik main di laut). Seperti turis yang lain kami tiduran di atas pasir yang sudah terlebih dahulu dialasi dengan kain Bali. Saya dan mbak Ninda memperhatikan kelakuan bule-bule dan juga wisatawan domestik yang ada disana dan sesekali berkomentar tentang mereka. Saya dan mbak Ninda juga ngerumpiin tentang…eng ing eng… apa coba…? Apa lagi yang diobrolin sama para cewek kalo lagi ngumpul? Ya pasti tentang cowok lah… hehehe… 😀 Hmmm… hal inilah yang selalu saya rindukan kalau lagi berdua saja sama mbak Ninda… Wkwkwk… 😀

Tapi sayang, seperti yang saya alami saat di tanah lot, saya tidak bisa menikmati sunset dengan sempurna di Kuta karena cuaca yang kurang cerah dan banyak sekali awan yang menutupi matahari… Yaahhh…gagal lagi deh ngeliat sunset di Bali.

Melatih Mental Map

Saya sangat sadar kalau mental map saya lumayan bagus dan inilah salah satu alasan mengapa saya berani jalan-jalan ala backpacker sendirian. Bermodalkan peta Kuta dan sekitarnya yang saya peroleh dari brosur pariwisata yang banyak bertebaran di daerah Poppies (backpacker area di Bali), saya memutuskan untuk jalan kaki menyusuri areal Kuta-Kuta Square-Poppies 1&2-Legian.

Dari jalan-jalan di daerah Poppies 2 saya dapat Lonely Planet Indonesia edisi 2010 seharga Rp.130.000 saja! Padahal kalau di toko buku harganya di atas Rp.350.000. Dari jalan kaki “blusukan” ke gang-gang di kecil di daerah Kuta, Legian, Poppies saya bisa menikmati 1 jam Balinese Massage seharga Rp.40.000 saja! Hehehe… 😀 Jadi tahu kan kenapa saya sangat suka jalan kaki? Selain bisa lebih menikmati suasana, kita juga bisa sekaligus olahraga dan yang pasti bisa membandingkan harga, jadi risiko “nyesek” karena membeli barang dengan harga yang terlalu mahal dapat diminimalisir. 🙂

Padang-Padang Beach-Uluwatu

Padang-Padang Beach

Hari ketiga di Bali, Marvin mengajak saya dan Mbak Ninda jalan-jalan ke Padang-padang beach dan Uluwatu. Ada yang tahu padang-padang beach di Bali? Oke, bagi yang belum tahu akan saya beri tahu ya… pantai ini merupakan tempat shooting Julia Roberts untuk film terbarunya Eat, Pray, Love.

Padang-padang beach terletak di balik beberapa batu yang besar banget. Jadi pantainya nggak kelihatan kalau dari jalan raya. Kalau mau kesana, kita harus melewati sela-sela batu-batu itu. Tapi dijamin, pemandangan yang akan kita lihat setelahnya sangat indah. White sands, turquoise sea, clean water, smooth wave, adalah serangkaian kata yang menggambarkan pantai ini. Pantai ini benar-benar surga bagi penikmat pantai plus pecinta renang seperti saya. Tapi sayangnya saat itu saya tidak membawa baju renang muslimah saya. Selain itu waktu yang dimiliki untuk main di padang-padang beach tidak terlalu lama. 🙁

Setelah puas menikmati padang-padang beach, Marvin membawa kami ke Uluwatu. Uluwatu itu ngarai yang dihadapannya langsung laut lepas samudra hindia. One of the best place in Bali. Saya rasa semua orang yang pernah ke Bali pasti tahu uluwatu. Tapi tahukah anda apa yang saya alami di uluwatu?

Uluwatu

Hampir dua kali barang saya “dicopet” sama monyet! Bête deh! Monyet-monyet di Uluwatu memang dididik untuk mencopet oleh pawangnya. Jadi gini, kalau salah satu barang kita diambil sama monyet, si pawang akan langsung menghampiri monyet, dia mengambil lagi barang kita tapi tentu saja dengan “proses barter” dulu dengan si monyet. Nah, kita harus membayar barang yang dibarter itu plus ongkos capek si pawangnya.

Waktu itu bodohnya saya, saya melepas sandal saya karena ingin duduk-duduk di pagar tebing uluwatu. Tiba-tiba satu monyet berlari menghampiri saya, saya sudah parno tas saya yang akan diambilnya (saya lupa kalau salah satu sandal saya, saya lepas), tapi ternyata dengan sigapnya monyet itu mengambil sandal saya… Huaaa… saya dicopet monyeeeetttt!!!

Yang kedua kalinya, saat saya berjalan mau kembali ke mobil. Tiba-tiba ada satu monyet yang berlari ke arah saya, dia mengincar tas kecil saya. Saya langsung panik, menjerit dan berlindung di belakang Marvin. Monyetnya masih berusaha mengambil tas saya, tapi Marvin menghalangi, monyetnya makin galak, Marvin lebih galak lagi, dan akhirnya monyetnya menyerah, dia pergi tanpa berhasil mencopet tas saya. Alhamdulillah… 🙂

Oh iya, just for your information, selain monyet, di pura yang ada di Uluwatu kita bisa menikmati tari kecak dengan membayar Rp.75.000.

Ubud

Malam terakhir di Bali, kakak saya memilih untuk dinner berdua dengan suaminya di daerah Jimbaran. Sedangkan saya? Makan malam di daerah Ubud! Hehehe… tetep ya nggak mau kalah! 😀

Marvin memang sudah janji sebelumnya akan mengajak saya ke Ubud. Tapi dia hanya punya waktu di malam terakhir saya di Bali. Marvin menepati janjinya, malam sebelum saya meninggalkan Bali untuk melanjutkan perjalanan ke Lombok, dia mengajak saya makan malam di Ubud.

Ubud, terletak di daerah dataran tinggi yang ada di Bali. Menurut Marvin, turis Eropa yang suka menginap di daerah Ubud. Ubud memang jauh lebih tenang daripada Denpasar apalagi Kuta. Di Ubud juga udaranya dingin dan jauh lebih fresh daripada Kuta. Ubud sangat cocok bagi traveler yang menginginkan liburan yang penuh ketenangan. 🙂

Thank’s a lot My Dear Friends

I just wanna say thank’s to all my dear friends in Bali:

  1. Marvin Sitorus, yang sudah mengijinkan saya “menjajah” tempat tinggalnya, ngajak saya keliling ke beberapa tempat di Bali, nraktir saya makan selama di Bali, ngajarin saya bagaimana menjalankan bisnis travel dan sedikit tentang internet marketing. Marvin juga dengan baik hatinya mau mendengarkan keluh kesah saya. I know it’s not enough, but once more time I wanna say a bunch of thank’s special for you Marvin… 🙂
  2. Ina Stya, yang sudah dengan sabarnya mengantar-jemput saya kemana-mana saat saya di Bali. Makasih banyak Ina sayang… 🙂
  3. Dewaji -pak Dewe-, terima kasih banyak untuk obrolan tentang budaya Bali dan obrolan tentang…(banyak hal). Obrolan kita membuat saya lebih open minded (lagi).
  4. Marianov Sitorus, terima kasih banyak pak pendeta. Anda menyadarkan saya kalau saya harus lebih banyak lagi belajar tentang agama saya dan memahami isi Alquran. Allah “menampar” saya dengan mempertemukan Anda dengan saya.

Traveling is not only just take around in some places, but also make a friendship with people around us. For me, this is the heart of traveling. 🙂

Wanna feel what I feel when I was traveling? Don’t think too much, just take your backpack and go to the place you really want to go, because “a thousand mile journey begins with the first step” –Lao Tzu–

Bogor, 26 September 2010 13:44 WIB

~Okvina Nur Alvita

Continue Reading