Seri Newly Backpacker

Seri Newly Backpacker (3)

By on May 25, 2011

Klik disini untuk membaca bagian sebelumnya

  • Cari info tentang visa

Visa, saya selalu takut berurusan dengan yang namanya visa atau ijin tinggal di suatu negara. Dan saya juga paling males berurusan dengan visa. Terutama kalau untuk apply visa di kedutaan negara-negara Uni Eropa atau Amerika atau Australia. Pasti urusannya bakalan panjang.

 

Anyway, untungnya paspor Indonesia tidak harus apply ataupun bayar visa jika ingin berkunjung ke Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Tapi memang ada batasan waktu. Singapura, Malaysia dan Vietnam mengizinkan WNI untuk mengunjungi negaranya secara gratis (nggak perlu bayar visa) selama 30 hari. Tapi Thailand hanya ngasih waktu 14 hari. Lumayan lah ya, daripada harus ngeluarin uang lagi untuk bayar visa? Ya nggak?

 

Lalu bagaimana dengan Kamboja? Kita harus bayar visa jika ingin berkunjung ke negara itu. Tapi visa on arrival. Jadi kalau visa on arrival itu, kita harus apply dan bayar visa saat kita sampai di negara tujuan kita. Itu bisa dilakukan di imigrasi perbatasan negara dan di bandara internasional negara tersebut. Harga visa Kamboja untuk turis yang berkunjung maksimal selama 30 hari adalah $20. Tapi kalau kita nggak bawa pas foto ukuran 4×6, kita harus nambah $1 lagi. Saya waktu itu nggak ada persiapan pas foto karena nggak tahu kalau bakalan diminta pas foto segala. Jadilah saya merelakan $1 saya ke tangan petugas imigrasi Kamboja. Makanya kalau traveling ke luar negeri jangan lupa bawa pas foto semua ukuran ya (4×6, 3×4, 2×3). Buat jaga-jaga aja, siapa tahu ada kejadian seperti itu. Kan lumayan juga $1 bisa buat beli satu es krim di Singapura daripada melayang ke imigrasi Kamboja? Ya nggak? Hehehe…ogah rugi! 😛

 

Tips#7. Setelah pasti kita ke negara mana aja untuk traveling. Langsung cek n ricek masalah visa. Hal ini bisa dilakukan dengan cari info dari internet di situs kedutaan negara yang bersangkutan yang ada di Indonesia. Kalau perlu datengin kedutaan negara itu dan tanya langsung ke petugasnya mengenai visa negara itu. Urusan visa ini sangat urgent karena menyangkut dideportasi atau nggaknya kita saat berkunjung ke nagara lain.

Klik disini untuk membaca bagian selanjutnya

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

I’m Rich in Vietnam!

By on May 19, 2011
Vinaphone

Vietnam, salah satu Negara yang berada di kawasan timur Asia Tenggara. Saat ini, sama halnya seperti Indonesia, Vietnam sedang membangun negaranya setelah luluh lantak akibat perang. Karena sedang membangun otomatis banyak perusahaan-perusahaan yang berdiri di negeri itu, misalnya saja Vinasun Taxi, Vinaphone, Vinamilk, dan Vina-Vina yang lain.

What?? Vina?? Itu kan nama saya?? Yup, sebagian besar perusahaan di Vietnam menggunakan nama “Vina” yang diakhiri dengan produk mereka sebagai brand-nya. Hahaha… saya jadi berasa seperti owner dari semua produk dengan brand “Vina”. So, I’m a rich woman in Vietnam!! 😀

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

Honeymoon Backpacker :D (1)

By on April 4, 2011

Setelah setahun tidak melanglang buana, akhirnya tanggal 2 Februari 2011 kemarin imigrasi Soekarno Hatta International Airport dan Phuket International Airport dengan suksesnya menambahkan stempel di passport saya. Yup, saya traveling lagi! Yeeyyy, senangnya… 🙂

Tapi tidak seperti sebelumnya, saya yang sudah tidak lagi single and available ini mau tak mau harus traveling sama suami tercinta! Yah, bisa dibilang ini salah satu bulan madu kami setelah sebelumnya bulan madu keliling Bali. Pasti traveler’s ngiri banget kan? Abis bulan madu keliling Bali, eh sekarang malah ke Thailand. Eit, tunggu dulu, bukan di Thailand aja lho tapi ke Malaysia dan Singapore juga! Hahaha… saya yakin pasti tambah ngiri… 😀

Mungkin traveler’s mikirnya kami kebanyakan uang atau punya pohon uang yang setiap harinya bisa dipanen ya? Waduh, salah besar… Kami traveling plus honeymoon dengan budget yang sangat-sangat terbatas!

As Always, Berawal dari Tiket Promo

Now everyone can fly

Sama seperti traveling-traveling sebelumnya, rencana jalan-jalan saya selalu berawal dari tiket murah. Yah, apalagi kalau bukan tiket promo yang ditawarkan oleh maskapai AA dengan jargonnya “Now everyone can fly” (pasti traveler’s sudah bisa nebak kan maskapai apa itu??). Namun, kali ini suami saya duluan yang “menemukan” tiket murah itu. Jadi, dia sudah booking tuh tiket sejak setahun yang lalu saat kami belum bertemu dengan jadwal penerbangan Jakarta-Phuket.

Nah, setelah kami bertemu dan semuanya selesai, kami merencanakan untuk traveling bareng plus honeymoon. Jadilah saya booking juga penerbangan Jakarta-Phuket. But, unfortunately, penerbangan pada hari yang sama tiket yang harga promonya sudah habis! Jadinya saya booking tiket sehari setelah suami saya sampai di Phuket. Huhuhu, nggak bisa satu pesawat deh… 🙁

Tapi, ternyata eh ternyata, sekitar bulan November pihak maskapai yang bersangkutan mengirim sms ke suami saya yang menerangkan bahwa jadwal penerbangannya diundur 3 hari dari jadwal sebelumnya. Bete nggak sih??? Masa iya saya bengong sendirian di Phuket? Akhirnya kami berinisiatif untuk mencari tiket lain di hari yang sama.

Setelah mencari dengan penuh kesabaran (halah, lebay!), ketemu juga tiket yang lumayan “masuk akal”. Tapi tetap saja kami tidak bisa satu pesawat. Saya tetap berangkat dari Jakarta, sedangkan suami berangkat dari Bali. Yah, nggak papa lah… yang penting bisa sampai Phuket di hari yang sama. 😀

D-Day

Setelah menanti sekian lama, hari yang ditunggu-tunggu datang juga, 2 Februari 2011. Jam 6.40 saya harus bertolak ke Jakarta dari bandara Ngurah Rai. Walaupun saya tidak bisa satu pesawat dengan suami dan kami berangkat dari kota yang berbeda, ternyata hal itu ada hikmahnya. Yah, benar. Untuk kesekian kalinya saya merasa semua yang terjadi dalam hidup saya telah ada yang mengatur. Mengapa saya harus berbeda pesawat dan berangkat dari kota yang berbeda dengan suami saya, ternyata Allah telah merencanakan hal lain. Ada beberapa hal yang hal yang harus saya bereskan di Jakarta dan Bogor, makanya jeda waktu antara kedatangan saya di Jakarta dengan keberangkatan saya ke Phuket saya manfaatkan untuk menyelesaikan semua urusan itu. Alhamdulillah semuanya bisa beres… 🙂

Berbekal masing-masing satu ransel dan satu tas tangan kecil untuk menyimpan dokumen-dokumen penting yang harus dibawa kemana-mana seperti paspor, tiket dan lain-lain, kami berangkat dengan pesawat masing-masing menuju Phuket. Suami saya sampai di Phuket jam 14.45, sedangkan saya sekitar jam 20.50. Kasihan juga sih sebenarnya suami saya harus menunggu saya di bandara selama lebih dari 6 jam. Tapi karena dia cinta bukan main sama saya, dia setia menunggu kedatangan saya di Phuket.

Sesampainya saya di bandara, suami saya telah membeli tiket bus dari bandara menuju Patong Beach seharga THB 150/orang. Tapi tiket bus yang dibeli suami saya itu bukan public bus, melainkan private bus. Suami saya terpaksa membeli tiket private bus karena public bus sudah tidak beroperasi pada jam tersebut, jadi kami terpaksa harus membeli tiket private bus itu. Sekedar gambaran saja, kalau kita ingin menggunakan public bus menuju Patosng beach, harga tiket dari bandara Phuket menuju terminal Phuket seharga THB 85/orang, lalu dilanjutkan dengan public bus dari terminal Phuket ke Patong beach seharga THB 28/orang.

Kami berpikir setelah membeli tiket private bus menuju Patong beach kami sudah bisa langsung naik bus dan sampai di Patong beach. Tapi setelah kami menunggu sekitar setengah jam, private bus yang akan membawa kami ke Patong beach tidak kunjung datang. Kami dan sekitar 10 orang yang akan naik bus yang sama terlantar menunggu bus di pelataran bandara Phuket. Persis seperti pengungsi yang sedang menunggu angkutan untuk dipindahkan ke tempat yang lebih aman! Hahaha… lebay! 😀

Anyway, karena menunggu terlalu lama, suami saya mulai bosan. Karena dasarnya dia tidak bisa diam, dia pergi jalan mondar-mandir kesana-kesini, ngobrol sama tukang taksi yang ada di bandara. Tiba-tiba suami saya ngobrol sama salah satu couple dari Indonesia yang juga menunggu bus yang sama, terus mereka saling deal. Tahu apa yang dilakukan suami saya? Dia mengembalikan tiket bus dan nawar salah satu taksi yang ada di bandara. Si sopir taksi minta tambahan uang THB 200 untuk mengantar kami sampai di Patong beach. Karena suami saya nggak mau rugi-rugi amat, dia menawari couple Indonesia itu untuk patungan biaya tambahan taksi dan Alhamdulillahnya mereka mau. 😀

Patong beach dari bandara Phuket lumayan jauh, sekitar 45 menit sampai satu jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Patong beach boleh dibilang pusat pariwisata dari Phuket Island. Sebagian besar akomodari dan fasilitas yang dibutuhkan oleh para wisatawan ada disana. Pantainya pun cukup bagus dan nyaman untuk bersantai sambil berjemur plus program penghitaman kulit! Hahaha… 😀

Sesampainya kami di Patong beach, hal pertama yang kami lakukan adalah mencari penginapan. Tentu saja penginapan yang harganya sesuai dengan budget kami. Dari info yang kami dapatkan, banyak penginapan murah, semacam guesthouse di daerah belakang hotel Ibis yang ada di Patong beach. Maka kami minta diturunkan di tempat itu ke sopir taksi. Guesthouse yang ada di Patong beach tidak seperti yang saya bayangkan. Di Patong beach rata-rata guesthousenya merupakan ruko yang “disulap” menjadi penginapan. Saya dan suami saya keluar masuk beberapa guesthouse, tapi belum juga mendapatkan kamar yang cocok. Banyak guesthouse yang sudah fully booked karena saat itu sedang high season dan ada guesthouse yang cocok di mata, tapi tidak cocok di kantong! Hehehe…

Odin's Guesthouse

Kami keluar dari backpacker area di belakang hotel ibis menuju jalan utama. Disana juga banyak guesthouse-guesthouse yang menawarkan kamar dengan harga murah. And finally, setelah keluar masuk beberapa guesthouse, kami “menemukan” kamar yang cocok di kantong dan juga di mata :D. Namanya Odin’s guesthouse. Kamar yang kami sewa harganya THB 800/night dengan fasilitas AC dan kulkas. Alhamdulillah… 🙂

Patong Beach

Pantai Patong Phuket bisa dikatakan sama dengan Kuta-nya Bali. Lokasi ini merupakan pusat pariwisata pulau Phuket-Thailand. Sebenarnya ada satu lagi lokasi yang cukup menarik di Pulau Phuket yaitu Karon beach. Tapi di lokasi tersebut tidak seramai Patong beach. Selain itu, banyak took-toko, guesthouse maupun tourist information yang sudah tutup di Karon beach. Jadi fasilitas yang memudahkan para wisatawan sangat minim di pantai Karon ini.

Anyway, Patong beach yang merupakan pusat pariwisata Phuket island tentu saja memiliki keindahan serta fasilitas-fasilitas yang memudahkan para wisatawan, terutama wisatawan mancanegara (termasuk kami). Fasilitas-fasilitas tersebut misalnya saja tourist information yang banyak beterbaran di pinggir-pinggir jalan yang ada di Patong beach, hotel serta guesthouse dengan berbagai variasi harga, tempat makan dan juga toko-toko yang menyediakan berbagai kebutuhan para wisatawan terutama untuk oleh-oleh. Nah, khusus untuk toko oleh-oleh, para wisatawan harus pandai-pandai menawar harga dari si penjual kalau nggak mau rugi.

Patong Beach-Phuket, Thailand

Dari segi keindahan, pantai Patong memiliki air laut berwarna biru toska yang sangat jernih. Selain itu, pasir pantainya pun sangat lembut. Kedua hal ini menjadikan aktivitas berenang di pantai menjadi sangat mengasikkan. Apalagi kalo berenangnya berdua sama suami! Hehehe… buat yang masih single jangan mupeng ya… :p Di pinggiran pantai Patong banyak terdapat kursi tidur plus payung yang disewakan. Jadi kita bisa malas-malasan di kursi tidur itu sambil berjemur dan menikmati keindahan pantai Patong. Kalau nggak mau nyewa kursi tidur, ya tinggak bawa sarung pantai saja, terus di gelar deh di pantai. Tapi risikonya adalah, kulit kita bisa berubah warna dengan sangat cepat alias bisa kebakar matahari. Makanya, jangan lupa pakai sunblock ya traveler’s… 🙂

Menyusuri Phuket

Hari kedua di Phuket island saya dan suami saya memutuskan untuk menyusuri pulau Phuket dengan motor. Guesthouse kami juga menyediakan jasa sewa motor, jadi kami menyewa motor disana saja biar pas ngebalikin nggak ribet. Harga sewa motor di Phuket THB 200/ 24 jam. Masih masuk akal sih karena harga itu relative sama dengan harga sewa motor di Bali untuk satu hari atau 24 jam. Tapi yang bikin nyesek adalah harga bensin di Phuket! Mau tahu berapa? THB 40/liter!! Harga itu setara dengan Rp.12.000/liter. Mahal banget kan?? Padahal kalau di daerah Hatyai harga bensin per liternya hanya THB25! Huuuhhh, memang ya, dimana-mana yang namanya tempat wisata pasti harga-harganya pada melambung tinggi!

Saya dan suami menyusuri Phuket dimulai dari salah satu mall (saya lupa namanya) yang ada di Patong beach. Kami mampir ke mall tersebut untuk beli sunblock karena sunblock yang sengaja dibawa dari Bali harus nginep dulu di bandara Ngurah Rai karena kelebihan berat 10 ml! Bete khan? Anyway, dari mall itu kami memutuskan untuk ke pantai Karon. Sama seperti pantai Patong, pantai Karon memiliki air laut berwarna biru toska yang jernih dan pasir pantai brwarna putih yang sangat halus. Di pantai Karon juga banyak terdapat kursi tidur plus payung yang disewakan untuk para turis berjemur.

Oh iya, saat menyusuri pulau Phuket ini kami baru menyadari bahwa kontur pulau ini tidak rata. Pantai-pantainya ada di balik bukit semua, jadi kalau misalnya jalan-jalan dengan mengendarai motor, usahakan isi bensin secukupnya ya… yang pasti jangan sampai motor kehabisan bensin di tengah jalan dan kita harus ngedorong tuh motor melewati jalanan yang naik turun.

Pulau Phuket kami rasa sama banget sama pulau Bali. Phuket town berada agak jauh dari Patong beach ataupun Karon beach, persis seperti Denpasar yang letaknya agak jauh dari pantai Kuta atau pantai Sanur. Kami rasa bagus juga sih tata kota seperti itu, agar membedakan mana tempat yang khusus untuk pemerintahan dan juga mana tempat yang khusus untuk pariwisata.

Jalan di tepi pantai Patong-Phuket

Sama seperti di Indonesia, di pinggir-pinggir jalanan pulau Phuket juga banyak penjual buah. Mereka menjajakan buah potong segar yang enak sekali bila dinikmati saat terik matahari serasa seperti di ubun-ubun. Tapi ada yang berbeda dengan buah-buahan di Thailand. Disana kami rasa buah-buahannya lebih segar daripada buah-buahan potong yang ada di Indonesia. Memang sih, harganya lebih mahal. Satu potong semangka (potongannya lebih besar dari yang di Indonesia) harganya THB 20 atau sama dengan Rp.6000. Tapi dijamin deh, setelah makan tuh semangka, tenggorokan bisa langsung segar! 🙂 Anyway, kami berdua suka sekali nyemil buah kalau sedang di Thailand, apalagi saat siang hari.

Rasa makanan di Phuket agak berbeda dengan makanan di Indonesia. Menurut kami, makanan disana asin semua. Walaupun sudah pesan daging bumbu kecap tapi tetap saja asin! Pokoknya agak kurang cocok lah untuk lidah Indonesia. Tapi ada satu masakan uang sangat disuka suami saya disana. Makanan apa coba…? Ayam goreng di pinggir jalan! Jadi disana (siang dan malam) ada beberapa penjual ayam goreng “gerobak”. Ayamnya digoreng garing, sangat renyah dan gurih. Soal harga? Nggak mahal kok, kami makan ayam goreng dada potongan besar plus nasi yang paling mahal saat di Patong beach hanya menghabiskan THB 80 untuk 2 orang. Lumayan murah lho!

Oh iya, ada satu lagi makanan, tepatnya camilan, yang kami suka disana. Judulnya sih Thai pancake, tapi tahu bentuknya seperti apa? Seperti martabak telur! Seriously… judulnya memang pancake, tapi bentuknya martabak telur banget! Hanya bedanya dengan martabak telur, kalau martabak telur rasanya asin dan berbahan dasar telur, nah kalau Thai pancake itu manis dan bahan dasarnya kita bisa pilih sendiri, mau pakai pisang, kelapa ataupun selai dengan berbagai macam rasa. Dijamin deh, sekali makan Thai pancake, pasti ketagihan! 😀

Kehidupan Malam di Patong Beach

suasana "Legian-nya Patong" di malam hari

Sekali lagi saya harus bilang, “sama seperti Bali”, di Patong beach juga ada “Legian-nya Bali”. Tempatnya di dekat mall yang ada carrefournya (maaf saya lupa nama mallnya apa). Tapi bedanya dengan Legian, daerah itu bebas dari kendaaraan bermotor. Jadi orang-orang yang menyusuri jalan itu jalan kaki semua. Saat saya dan suami menunyusuri tempat itu, suasananya sangat crowded, entah karena sedang high season atau memang seperti itu setiap malamnya. Yang pasti banyak sekali turis, terutama bule, yang juga menyusuri “Legian-nya Patong”.

Persis seperti di jalan Legian, di jalan itu (sekali lagi mohon maaf saya tidak tahu nama jalannya apa), banyak terdapat penjual souvenir khas Thailand, café, food court, dan pastinya niteclub untuk ngedugem! Di jalan itu selain disesaki oleh para turis juga banyak “SPG” dan “SPB-sales promotion boy-“ yang menawari para turis untuk mau masuk ke niteclubnya. Saya dan suami beberapa kali ditawari oleh para SPG dan SPB itu, tapi kami selalu berkelit kalau mau makan dulu. Sepulangnya dari makan di pinggir pantai Patong kami menyusuri jalan “Legian-nya Patong” lagi. Sama seperti saat berangkat, pulangnya pun kami ditawari untuk masuk ke salah satu niteclub oleh para SPG dan SPB. Akhirnya suami saya setuju untuk masuk ke salah satu niteclub dan menonton atraksi yang ada di sana. Saya dan suami harus merogoh kocek sampai THB 600 untuk menonton atraksi itu. Mungkin maksud suami saya mau masuk ke salah satu niteclub itu untuk menunjukkan pada saya atraksi khas Thailand, namun setelah saya masuk dan menonton atraksi itu, yang ada saya malah mual, sakit perut, dan berasa ingin muntah. Huh, sebel deh… sudah bayar mahal-mahal, yang ada perut saya jadi nggak karu-karuan! Penasaran kan apa atraksinya? Silahkan traveler’s cari sendiri kalau someday punya kesempatan ke Phuket atau ke Thailand. Hehehehe… sok bikin penasaran gitu…. :p

Ladyboy (bencong-red) di Patong beach, Phuket-Thailand

Anyway, salah satu icon Thailand adalah ladyboy alias bencong yang cantik-cantik bahkan ngalah-ngalahin kecantikan cewek asli. Di “Legian-nya Patong” ada salah satu niteclub yang pelayan dan “cewek-ceweknya” ladyboy semua. Di depan niteclub itu ada beberapa ladyboy yang mengenakan kostum dan mau berfoto dengan turis-turis. Tapi jangan salah, foto dengan para ladyboy itu nggak gratis! Kita harus merogoh kocek minimal THB 200 untuk sekali foto! Traveler’s mau? 😀

*to be continued…

Continue Reading

Cerita Traveling | Indonesia

“Lost” in Lombok (2)

By on March 30, 2011

Mahalnya Gili Trawangan

Selepas sholat isya’ cacing-cacing di perut saya sudah demonstrasi menuntut pengisian ulang bahan makanan. Mau nggak mau saya harus keluar membeli makanan untuk makan malam. Saya menyusuri jalan utama Gili Trawangan. Memang sih banyak sekali café atau restaurant yang menawarkan berbagai macam makanan, terutama seafood. Tapi yang bikin nyesek adalah harganya itu lho… nggak manusiawi! Begini nih susahnya jadi budget traveler, harus milih-milih makanan yang bergizi tapi murah.

Saya menyusuri jalan utama Gili Trawangan dari ujung ke ujung, sambil melihat-lihat dan membanding-bandingkan harga, harga makanan, harga camilan dan juga harga paket snorkeling trip. Saya menyesal sekali tidak belanja dulu stok camilan, air mineral dan pop mie di Lombok atau Bali. Why? Karena di Gili Trawangan mahal bangettttt… Bayangin aja, air mineral isi 1,5 liter harganya Rp.5000, segala macam camilan dipatok jadi satu harga yaitu Rp.10.000, nasi campur yang biasanya lima ribuan, di Gili Trawangan jadi Rp.10.000. Huaaaa… tahu harganya segitu mending saya bela-belain deh bawa berat-berat dari Bali atau Lombok. Kalau seperti ini kan mau nggak mau saya harus ngeluarin uang lebih untuk urusan perut. Huuuhhh… Mahalnyaaa, Gili Trawangan…

Saya belum pernah snorkeling sebelumnya, tapi sesampainya di Gili Trawangan, saya nggak mau rugi dong… Udah jauh-jauh kesini, tapi masa iya nggak snorkeling? Akhirnya saya hunting harga snorkeling trip ke tiga pulau Gili ke beberapa tourist information yang ada disana. Semuanya member harga yang sama, Rp.75.000 untuk snorkeling ke tiga pulau itu termasuk snorkel mask, tapi saya nggak langsung booking, saya masih kekeuh mencari harga yang termurah. Kali aja ada tourist information di ujung sana yang bisa kasih harga Rp.60.000 kan lumayan. Hehehe… teteup ya…pengiritan…

Anyway, di jalan utama Gili Trawangan saya ketemu lagi sama bapak-bapak guide yang sebelumnya saya temui di boat menuju Gili Trawangan. Saya menyapa bapak itu dan ngobrol sebentar. Lalu saya tanya-tanya ke dia tentang snorkeling trip, dan of course berapa harga snorkeling trip ke 3 pulau Gili (Gili Trawangan, Gili Meno, Gili Air). You know, berapa harga yang saya dapat dari bapak-bapak itu? Rp.70.000 saja! Padahal di semua tourist information yang saya datangi harganya Rp.75.000. Hehehe… lumayan lah lima ribu bisa di saving untuk beli air mineral! 🙂

Saya diantar bapak-bapak itu pergi ke salah satu touris information kenalannya. Lalu saya langsung membooking satu paket snorkeling trip untuk besoknya. Saat si petugas menuliskan harga Rp.75.000 di kwitansi, saya langsung protes. Saya bilang begini “lho, kata si bapak cuma Rp.70.000, tapi itu kok Rp.75.000”. setelah itu si petugas langsung mengganti angka yang tertera di kwitansi menjadi Rp.70.000. Yeey, bisa hemat lima ribu… 🙂

Si petugas tourism information lantas memberi tahu saya jam berapa besok saya sudah harus stand by untuk snorkeling trip. Okay, I’m ready for tomorrow.

Enjoy My Day at Gili Trawangan

Keesokan harinya saya sudah siap sejak jam 8 pagi untuk snorkeling trip. Tapi sebelum berangkat saya sempatkan diri dulu untuk sarapan. Tapi sarapannya, sarapan biscuit saja, biar irit… Hahaha… teteup, irit is number one! 🙂

Saat kemarin saya sampai di Gili Trawangan sudah terlalu sore dan cuaca sedang hujan. Jadi keindahan pantai pulau ini tidak terlihat. Saya sangat surprise saat menyusuri pantai Gili Trawangan siang itu. Gili Trawangan is the best beach I’ve ever seen. Wow, Subhanallah… hanya itu yang ada dalam benak saya saat saya menyusuri Gili Trawangan. White sands, turquoise sea, soft wave, sunny day, make my day soooo perfect. Heeemmmm, saya jadi ngebathin, kapan ya saya bisa menikmati pulau ini dan suasana seperti ini dengan pasangan hidup saya? Weits, kok jadi mikir kesana… maklum lah, sindrom twenty sumthin’ nih… Apalagi kalau ditambah dengan pemandangan bule-bule yang pada asik bercumbu di pinggir pantai… Huuuu, bikin iri saja! Ah, sudah-sudah, balik lagi aja ke cerita saya menikmati pulau ini dan pengalaman snorkeling pertama saya.

Gili Trawangan
pantai Gili Trawangan

Pukul 9.30 WITA saya sudah stand by menunggu boat yang akan membawa saya dan turis lainnya snorkeling trip. Agak meleset dari waktu yang dijanjikan, sekitar pukul 10.15 kami “digiring” menuju boat untuk memulai perjalanan snorkeling trip. Saat itu saya memang bukan satu-satunya turis local yang ikut snorkeling trip, ada dua orang lokal lainnya, tapi tetap saja hal ini membuat saya merasa menjadi orang asing di negeri sendiri. Makanya dong, jangan ragu untuk jadi traveler juga.

Snorkeling dimulai dari snorkeling spot yang ada di sekitar Gili Meno. Saya yang sebelumnya belum pernah snorkeling sama sekali agak keder juga waktu guide menjelaskan beberapa hal lalu membagikan snorkeling mask pada semua peserta snorkeling trip. Bule-bule peserta snorkeling trip langsung menceburkan dirinya di laut setelah menggunakan snorkeling mask-nya. Sedangkan saya dan dua orang local lainnya yang ikut snorkeling trip itu hanya hanya bisa diam sejenak, lalu saya menggunakan snorkeling mas dan akhirnya saya memberanikan diri mencemplungkan diri ke laut. Snorkeling master bertanya pada saya apakah ini pengalaman pertama saya snorkeling? Tentu saja saya jawab ya. Setelah itu dia memperingatkan saya untuk jangan takut dan rileks saja. Saya mencoba mempraktikkan apa yang ia katakan dan ternyata hasilnya benar. Saya bisa lebih tenang dan bisa lebih menikmati keindahan alam bawah laut setelah saya relaks.

One day snorkeling trip yang saya ikuti ini harus di-stop sebentar untuk istirahat makan siang di pulau Gili Air. Kami diarahkan ke salah satu café yang ada disana. Makanan di café itu lumayan mahal untuk ukuran backpacker kere seperti saya. Setelah membolak-balik menu makanan, akhirnya pilihan saya jatuh pada… nasi goreng!! Hahaha… tahu alasannya kenapa saya memilih nasi goreng untuk santap siang saat itu? Selain saya memang penyuka nasi goreng, tentu saja karena nasi goreng yang paling murah dibandingkan makanan lainnya. Saya harus merogoh kocek Rp.25.000 untuk satu porsi nasi goreng. Minumnya? Karena saya membawa sebotol kecil air mineral, jadi saya nggak usah beli minum. Lumayan lah untuk pengiritan! Hehehe…

Setelah selesai menghabiskan semua yang ada di piring saya berinisiatif untuk menyapa dan ngobrol dengan pasangan lokal yang juga ikut dalam snorkeling trip saat itu. Ternyata mereka berdua adalah pasangan suami istri dari Bali. Mereka tidak hanya berdua, tapi ada satu orang bule Jerman yang turut bersama mereka, namanya Peter. Nah, mereka ini menemani Peter selama ia traveling di Bali dan Lombok. Setelah ngobrol ngalor-ngidul, si Peter ngajakin saya untuk makan malam bersama. Dan saya pun langsung mengiyakan tawaran tersebut.

Snorkeling trip dilanjutkan setelah semua peserta menyelesaikan makan siang mereka. Di snorkeling spot yang terakhir ini snorkeling master mengajak kami untuk snorkeling ke area yang agak jauh dari tempat kapal berhenti karena terumbu karang yang dapat kami lihat disana jauh lebih indah. Peserta snorkeling yang lainnya (bule-bule itu) dengan sigap mengikuti si snorkeling master. Tapi tidak dengan saya dan orang lokal yang juga ikut snorkeling trip. Kami tidak berani jauh-jauh dari tempat berhentinya kapal, apalagi saya. Maklum, saya kan baru kali itu snorkeling, jadi kadangkala bayangan tenggelam selalu menghantui. Tapi sejujurnya dari lubuk hati saya yang paling dalam (halah), saya sangat malu sama bule-bule itu. Sebagian dari mereka (mungkin) tinggal di negara yang tidak memiliki laut. Tapi mereka sangat enjoy dan berani melakukan hal yang tidak biasa mereka lakukan. Sedangkan kita? Negara kita negara maritim yang pastinya memiliki banyak laut. Tapi mengapa kita malah takut untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan kita???

Anyway, setelah snorkeling trip selesai saya diajak peter untuk ke penginapan yang disewanya bersama couple dari Indonesia. Ternyata penginapan itu kemarin juga ditawarkan pada saya. Saat menawarkan pada saya, si pemilik hotel bilang harga sewa kamarnya Rp.150.000/malam. Sedangkan Peter menyewa hotel itu seharga Rp.400.000/malam. Hahaha… Jauh banget ya harga untuk turis lokal dengan harga untuk foreigner. Senangnya jadi orang lokal… 🙂

Matahari masih bersinar cerah walaupun sudah sore. Jadi saya memutuskan untuk jalan-jalan ke pantai setelah mampir ke penginapan Peter. Saya menyusuri pantai Gili Trawangan, menikmati hembusan angin pantai, pasir yang berwarna putih dengan ombak yang sangat smooth… Hmmm… sangat menyenangkan. Melihat beberapa bule menggelar kain pantai dan tidur-tiduran di atasnya, saya jadi ingin melakukan hal yang sama. Saya pun menggelar kain pantai saya dan tidur-tiduran di pantai yang sangat sepi dan tenang. Berasa seperti pantai pribadi deh! Traveler’s jangan sampai lupa untuk melakukan hal seperti ini ya kalau misalnya sedang jalan-jalan ke Gili Trawangan.

indahnya Gili Trawangan
White sands, turquoise sea, soft wave, sunny day, make my day soooo perfect 🙂

Malamnya, sekitar jam tujuh saya ke penginapan Peter dan couple dari Indonesia itu. Kami berempat makan malam bersama di salah satu restaurant seafood yang ada di Gili Trawangan. Saya sudah dag-dig-dug duer saja saat melihat berapa harga makanan disana. Akhirnya saya memesan satu ikan kakap merah bakar dan lemon tea. Harga satu ekor ikan kakap merah bakar plus nasi plus salad Rp.40.000, sedangkan ice lemon tea Rp.8000. saya sudah lemas saja membayangkan harus mengeluarkan satu lembar uang rupiah berwarna biru dari dompet saya. Tapi ya gimana lagi, sekali-kali backpacker kere merasakan makanan enak dan mahal kan nggak papa juga… :D. Daannnn…ternyata eh ternyata, saat waitress mengantar bill makanan kami, Peter yang membayar semua tagihannya! Yey, Alhamdulillah! Udah dapat makan enak, bergizi, gratis pula! 😀

“Kok Nggak Sama Suaminya Mbak?”

Keesokan harinya, sebelum check out dari guesthouse saya menyempatkan diri untuk sekali lagi jalan-jalan ke pantai. Tapi sebelum itu saya sarapan dulu di “Warung Indonesia”. Saya makan nasi campur dan segelas es the manis. Untuk ukuran tempat makan yang cukup nyaman dan bersih, harga satu porsi nasi campur di Warung Indonesia lumayan murah, Rp.10.000/porsi. Lumayan mengenyangkan, bergizi dan sesuai dengan kantong backpacker!

Anyway, setelah sarapan saya tidak melewatkan saat-saat terakhir (halah) di Gili Trawangan. Saya berjalan menuju pantai Gili Trawangan. Untuk dapat sampai ke pantai saya harus menyusuri jalan utama Gili Trawangan. Di jalan itu ada beberapa waitress restaurant yang sengaja menggoda saya karena saya orang lokal, memakai kerudung, jalan sendirian lagi. Mau tahu gimana mereka menggoda saya? As always “sendirian aja mbak? kok nggak sama suaminya atau pacarnya sih? Mampir dong mbak…” saya hanya tersenyum mendengar mereka berseloroh seperti itu, lalu saya bilang saja “Iya, nanti saya mampir, mau jalan-jalan dulu ya…”.

jalan utama di Gili Trawangan
jalan di tepi pantai Gili Trawangan
Another side of Gili Trawangan

Beruntungnya jadi Perempuan

Lanjutan dari cerita di sub judul sebelumnya, setelah puas menikmati keindahan pantai Gili Trawangan, saya memutuskan untuk kembali ke guesthouse saya dan berkemas untuk menuju Senggigi. Tapi karena sebelumnya saya sudah janji pada beberapa waitress yang “menggoda” saya untuk mampir, akhirnya saya mampir juga di restaurant itu. Tanpa melihat daftar harga yang ada di menu saya langsung memesan ice lemmon tea karena saya piker ice lemon tea disini tidak terlalu mahal. Just for your information, malam sebelumnya, saat makan malam bersama Peter, saya memesan lemon tea seharga Rp.8000 saja, jadi saya pikir di restaurant ini harga ice lemon tea tidak jauh berbeda atau sama dengan harga di restaurant yang semalam. But, tahukah kamu berapa uang yang harus saya keluarkan untuk segelas lemon tea siang ini??? Rp.21.000!! Dahsyat nggak sih untuk ukuran backpacker kere seperti saya??? Ya jelas sangat dahsyat!! Tapi ya sudahlah, mau bagaimana lagi… salah saya yang tidak melihat daftar menu dan langsung main pesan saja.

Anyway, di restaurant itu saya tidak hanya duduk sendiri sambil menikmati keindahan Gili Trawangan dan (of course) ice lemon tea yang bikin nyesek itu, tapi saya juga ngobrol dengan beberapa waitress yang menggoda saya tadi. Saya ngobrol ngalor-ngidul dengan mereka. Saya juga bertanya kenapa mereka menggoda saya. Jawaban mereka, karena jarang sekali ada turis domestik yang jalan-jalan di Gili Trawangan, mana perempuan, sendirian pula! Jadilah saya santapan utama untuk mereka goda. Sebenarnya itu hanya keisengan mereka saja. Karena setelah ngobrol panjang lebar dengan para waitress restaurant itu ternyata mereka baik-baik semua. Oh iya, saya nggak hanya ngobrol sama waitress saja, tapi juga sama kasir, manajer bahkan koki di dapur. Hehehe… dasar bawel… 😀

foto bersama bartender dan waitress di Gili Trawangan
foto bersama waitress, kasir dan koki di Gili Trawangan

Nggak ada ruginya ngobrol dan memulai pertemanan dengan siapapun. Walaupun awalnya mereka menggoda saya dan sangat annoying, tapi pasti ada manfaat yang bisa diambil. Seperti yang terjadi pada saya saat itu. Saat ngobrol dengan para waitress saya ditanya mau naik apa ke Senggigi nanti? Ya saya jawab saja, saya akan naik public boat dilanjutkan dengan angkutan umum ke Senggigi. Tak disangka, tak diduga, saya malah diajak bareng naik private boat milik pihak hotel dan restaurant tempat mereka bekerja. Jadi, setiap harinya ada beberapa private boat milik beberapa hotel dan restaurant yang ada di Gili Trawangan yang bertugas mondar-mandir ke Bangsal untuk mengambil air tawar sekaligus fasilitas untuk para karyawan hotel. Dan tentu saja private boat itu gratis! Hehehe… jadi saya nggak perlu mengeluarkan uang untuk boat dari Gili Trawangan ke Bangsal. Alhamdulillah… 🙂

Sesampainya di Bangsal, saya sebenarnya ingin langsung naik angkutan umum ke Senggigi. Tapi, salah satu waitress restaurant, namanya Frans, menawari saya untuk bareng naik motor sama dia (kebetulan rumah dia searah dengan Senggigi). Hmm, saya pikir apa salahnya bareng sama dia ke Senggigi. Toh, Frans juga terlihat baik dan tidak akan macam-macam sama saya. Jadi saya mnegiyakan tawarannya. Saya tidak hanya diantar sampai ke Senggigi oleh Frans, tapi Frans juga mencarikan penginapan murah untuk saya di daerah Senggigi. Beruntungnyaaa jadi perempuan! Hehehe… 😀

Senggigi? Not Recommended!!

Saat sampai di Senggigi hari sudah menjelang malam dan karena hujan, maka saya memutuskan untuk mengurung diri di kamar penginapan. Malam harinya saya baru keluar untuk mencari makan malam dan hunting souvenir, oleh-oleh buat teman-teman terdekat saya di Bogor. Di depan penginapan saya ada sebuah took souvenir yang lumayan besar. Saya pikir harga souvenir disana akan sangat mahal. Tapi setelah saya lihat bandrol harga tiap-tiap barang, harga souvenir di toko itu sangat terjangkau kantong backpacker seperti saya ini. Jadilah saya membeli beberapa souvenir khas Lombok disana karena esok harinya saya pasti tidak akan memiliki waktu untuk “blusukan” di pasar pusat oleh-oleh yang ada di Lombok.

Keesokan harinya saya sengaja bangun pagi-pagi. Saya tidak ingin melewatkan kesempatan saya untuk melihat dan menikmati pantai Senggigi yang sangat tersohor itu. Yang ada di pikiran saya saat itu, pantai Senggigi pasti cantik dan tak kalah dengan Gili Trawangan. Tapi betapa kagetnya saya saat mendapati pantai Senggigi dengan keadaan yang cukup menyedihkan! Pantainya jauh dari kata bersih, begitupun juga dengan air lautnya. Jauh banget deh kalau dibandingkan dengan Gili Trawangan. Benar-benar, saya tidak merekomendasikan Senggigi sebagai tujuan utama bagi traveler’s yang ingin melancong ke Lombok.

Senggigi di pagi hari
Senggigi
pantai Senggigi

How Beautiful this Island…

Anyway, walaupun saya sangat kecewa dengan Senggigi. Tapi saya tak bisa memungkiri betapa cantiknya pulau ini (Lombok). Saat perjalanan dari pelabuhan Bangsal ke Senggigi, saya melewati daerah pegunungan Lombok. Daerah itu namanya Nipah. Nah, di Nipah ini kita bisa menikmati keindahan garis pantai beserta lautannya dari ketinggian. Cantik banget deh pokoknya!

Nipah-Lombok
Garis pantai pulau Lombok dari dilihat Nipah
Cantiknya Lombok...

Selain itu, sebelum ke bandara Selaparang, saya diajak Frans ke daerah villa yang ada di Lombok. Dari situ kita juga bisa melihat pantai dan laut dari atas. Bagus banget deh pokoknya… Uhhh, how beautiful this island… 🙂

how beautiful this island (Lombok)
view dari villa di Lombok

Pastinya, Lombok dan Gili Trawangan recommended banget untuk dikunjungi. So, tunggu apa lagi traveler’s? Ayo, ambil ranselmu dan pergilah ke tempat yang kamu inginkan. Yakin deh, pengalaman yang akan kita dapat jauh lebih berharga daripada biaya yang kita keluarkan… 🙂

The End

Continue Reading

Cerita Traveling | Indonesia

“Lost” in Lombok (1)

By on March 4, 2011

Liburan lebaran tahun 2010 tidak hanya saya manfaatkan untuk merayakan lebaran dengan berkumpul bersama keluarga, tetapi juga menjadi satu sesi backpacking yang cukup menyenangkan. Yah, untuk kesekian kalinya saya backpackeran lagi! Kali ini saya memilih rute yang tidak terlalu jauh dari my hometown (Jember), yaitu Bali dan Lombok.

Walaupun dekat dengan kota asal saya, tapi saya merasa sedikit was-was juga dengan sesi backpacking kali ini. Mengapa? Karena ini pertama kalinya saya menjadi seorang solo traveler! What?? Nggak tahu apa itu solo traveler? Kemane aje bang?? Hehehe… canda… 😀 Jadi, solo traveler itu orang yang melakukan suatu perjalanan seorang diri, tanpa ada partner seorangpun. Begitu lho jeng… 🙂

Untuk cerita selama di Bali saya sudah “menuangkannya” disini. Nah, sekarang saya ingin menceritakan pengalaman saya selama di Lombok. Ready for this one? Let’s go! 😀

First Impression

Jika ingin ke Lombok dari Bali, ada beberapa rute yang bisa ditempuh. Yang pertama dengan perjalanan udara dan yang kedua dengan perjalanan darat. Saya ingin mengumpulkan informasi tentang perjalanan termurah ke Lombok dari Bali, oleh sebab itu saya memilih opsi yang kedua.

Sarana transportasi umum di Bali tidak semudah di pulau Jawa. Agak susah menemukan kendaraan umum yang bisa membawa kita ke Padang Bay (pelabuhan yang menghubungkan Bali-Lombok). Informasi yang saya dapat dari Marvin (host saya di Bali), jika Anda yang ingin ke Lombok melalui jalur darat, harus pagi-pagi betul sudah “ngetem” di terminal Ubung-Bali. Mengapa demikian? Karena transportasi umum yang bisa membawa Anda sampai ke padang bay hanyalah bus-bus dari Jawa yang mau ke Lombok. Selain itu, tidak ada transportasi umum lain. So, it’s better to looking for the best host, like mine… 😀

Dari Padang Bay ke Pelabuhan Lembar di Lombok bisa ditempuh dengan menggunakan kapal Ferry selama 4 jam perjalanan. Harga tiket untuk kapal ini relative murah, Rp.31.000 saja! Murah kan?? 🙂 Kapalnya pun lumayan nyaman (untuk ukuran backpacker), ada ruangan ber-AC-nya di dalam. Tapi walaupun lumayan nyaman, bagi saya yang belum pernah naik kapal selama berjam-jam tetap saja bikin perut saya mual karena ombak di tengah laut yang lumayan “mengombang-ambingkan” kapal.

Anyway, di kapal saya duduk berhadapan dengan seorang laki-laki (bapak-bapak). Sebenarnya saya paling malas untuk berkenalan atau menyapa stranger seperti ini. Tapi karena saat itu saya lagi makan, nggak enak dong kalau nggak nawarin. Jadi sebagai basa-basi, saya nawarin dia makan. Terus dia tanya saya darimana dan mau kemana. Ya saya bilang saja kalau saya dari Bogor dan mau ke Gili Trawangan. Setelah saya tahu kalau dia orang asli Lombok, terus saya iseng-iseng nanya sama dia (padahal saya sudah tahu informasi ini), “kalau dari pelabuhan nanti ke Gili Trawangan saya harus naik apa saja ya pak?”. Dia jawab, “mbak harus ke terminal Mandalika dulu, dari sana naik angkutan lagi ke Bangsal. Dari Bangsal baru naik boat sampai ke Gili Trawangan”. Jawaban bapak-bapak ini persis sama seperti informasi yang saya peroleh di internet dan di lonely planet.

Sebelum kapal menepi di pelabuhan Lembar, si bapak mengajak saya untuk turun ke bagian parkiran kendaraan. Awalnya saya sudah parno mau diapa-apain. Tapi ternyata bapak itu mencarikan tumpangan untuk saya, biar saya nggak repot ke terminal Mandalika. Sebenarnya niat bapak ini sih baik, tapi saya menolak niat beliau itu karena saya ingin merasakan naik angkutan umum dan biar bisa jadi salah satu referensi untuk traveler lain yang ingin melakukan perjalanan ke Lombok. Sebelum saya dan bapak itu berpisah, si bapak sempat menanyakan no.hp saya. Awalnya agak was-was sih untuk memberi no.hp saya pada orang baru, tapi karena bapak ini tidak menampakkan gelagat yang mencurigakan, jadi saya berani memberi no.hp saya pada dia.

Pengalaman pertama bertemu dengan orang asli Lombok memberikan first impression yang berbeda pada saya. Saat itu saya masih bingung, apa orang Lombok emang asli baik dan suka menolong orang atau ada “udang dibalik batu?”

Ramahnya Orang Lombok

Setelah sampai di pelabuhan Lembar, saya mencari angkutan umum tujuan terminal Mandalika. Tidak terlalu sulit mencari angkutan di pelabuhan ini karena akan ada orang yang menawari dengan bilang, “mau kemana mbak? Terminal Mandalika ya?”. So kalau ada orang seperti itu, ikut saja dengannya dan nanti ia akan menunjukkan pada kita angkutan mana yang dapat membawa kita ke terminal Mandalika.

Anyway, perjalanan dari pelabuhan Lembar sampai ke terminal Mandalika lumayan jauh, sekitar satu jam perjalanan dengan ongkos Rp. 10.000,-. Kalau kita ingin ke Gili Trawangan dari terminal Mandalika harus naik angkutan sekali lagi. Angkutan ini akan membawa kita sampai ke Pemenang, satu kecamatan yang terdekat dengan Bangsal (pelabuhan menuju ke Gili Trawangan). Nah, saat saya sampai di terminal Mandalika, angkutan ke Pemenang sudah tidak ada sama sekali karena saat itu masih dalam suasana lebaran. Tapi Alhamdulillah, sopir angkutan saya baik sekali, ia mengantar saya sampai di Cakranegara. Menurut dia, kalau saya menunggu angkutan di Cakranegara akan lebih mudah daripada menunggu di terminal Mandalika. Saya nurut aja.

Ternyata di Cakranegara tidak hanya saya yang menunggu angkutan ke daerah Lombok Utara. Ada dua penumpang lain (satu mbak-mbak dan satu bapak-bapak) yang juga sedang menunggu angkutan yang sama. Melihat barang bawaan saya yang lumayan besar (satu carrier 45 liter) si bapak itu bertanya pada saya, “dari mana?”, “mau kemana?”, “kok sendirian aja?”. Gubraks, ujung-ujungnya nanyain pertanyaan yang selalu bikin saya speechless menjawabnya. Ya saya jawab saja semua pertanyaan si bapak, saya bilang kalau saya dari Bogor, mau ke Gili Trawangan untuk jalan-jalan, dan saya sendirian karena tidak ada teman yang mau diajak traveling bareng soalnya masih pada liburan lebaran semua sama keluarga masing-masing. Mendengar saya mau ke Gili Trawangan, si bapak dan mbak-mbak itu agak mengkhawatirkan apakah saya masih bisa dapat boat terakhir kesana? Tak diduga, tak disangka (halah), si bapak spontan menawari saya untuk menginap di rumahnya kalau saya ketinggalan boat terakhir ke Gili Trawangan. Awalnya saya agak-agak parno dengan orang baru seperti itu, tapi setelah melihat ketulusan dan kesungguhannya saat menawari saya, saya jadi berpikir kalau bapak ini memang benar-benar berniat untuk menolong saya kalau saya sampai ketinggalan boat terakhir. Baik banget ya… Hmmm… ramahnya orang Lombok! 🙂

Agak lama saya menunggu angkutan ke Bangsal, agak ketar-ketir juga sih… takut angkutan yang kesana memang sudah habis. Tapi Alhamdulillah, ternyata masih ada satu angkutan menuju ke Bangsal yang melintas di Cakranegara. Memang, keadaan angkutannya saat itu lumayan penuh, tapi masih cukup lah untuk menampung tiga orang lagi. Karena bawaan saya lumayan besar, si bapak-bapak dan mbak-mbak tadi mempersilahkan saya duduk di depan, dekat dengan pak sopir. Tapi saya nggak sendirian duduk di depan, dekat dengan pak sopir karena masih ada satu orang ibu-ibu yang juga duduk di depan. Ibu-ibu itu ternyata si istri pak sopir. 😀 Oh iya, sama seperti ongkos dari Lembar ke Cakranegara, ongkos dari Cakranegara ke Lembar Rp.10.000 saja.

Sama seperti orang-orang sebelumnya, melihat saya bawa “gembolan” segede-gede gaban, pak sopir sama bu sopir langsung nanya “Kamu dari mana? Mau kemana?” dan, as always, pertanyaan yang paling mematikan adalah… “kok sendirian?”. Tapi kali ini saya sudah kebal dengan pertanyaan itu, saya menjawab semua pertanyaan dengan santai dan penuh senyum. Sama seperti si bapak-bapak dan mbak-mbak tadi, si pak sopir dan bu sopir juga mengkhawatirkan apakah saya masih bisa dapat boat ke Gili Trawangan? Dan sama juga seperti bapak-bapak tadi, si pak sopir juga menawari saya untuk manginap di rumahnya kalau saya ketinggalan boat. Tawaran itu di-iya-kan oleh si ibu sopir, bahkan si ibu sopir menguatkan tawaran itu dengan bilang kalau di rumahnya banyak anak muda. Jadi saya bisa ngobrol-ngobrol dengan mereka. Ya ampun, benar-benar orang Lombok ramah sekali ya… 🙂

Seharusnya saya naik angkutan hanya sampai di Pemenang saja. Dari Pemenang saya harus naik ojeg (ongkos ojeg Rp.2000) menuju pelabuhan Bangsal. Tapi mungkin karena si pak sopir kasihan sama saya, saya tidak disuruh turun di Pemenang, tapi saya diantar sampai ke pelabuhan Bangsal. Alhamdulilah… 🙂

Gili Trawangan, I’m Comin’… 😀

Sampai di pelabuhan bangsal kita bisa langsung membeli tiket boat ke Gili Trawangan. Harganya cukup murah, hanya Rp.10.000/orang untuk sekali jalan (one way). Dan saya pun langsung membelinya. Tapi ada satu catatan, jika traveler’s sampai di pelabuhan Bangsal sudah agak larut (seperti saya, jam 5 sore-an), hati-hatilah pada para calo yang bilang kalau sudah tidak ada boat lagi yang akan ke Gili Trawangan. Biasanya dia akan menawarkan tiket private boat dengan harga jauh diatas harga public boat. Padahal tiket yang mereka jual itu ya sama saja dengan tiket public boat.

Anyway, di kursi penumpang hanya ada 2 orang local, saya dan seorang bapak-bapak. And… as always, si bapak-bapak itu tanya pada saya (sekali lagi harus saya tulis, “Kamu dari mana? Mau kemana? Kok sendirian?”. Setelah saya menjawab semua pertanyaan si bapak, saya bertanya balik ke beliau “ngapain ke Gili Trawangan?”. Ternyata si bapak itu sedang mengantar dua orang bule dari Austria. Saya lalu berkenalan dengan kedua itu. And, you know, mereka surprise banget waktu tahu kalau nama saya Vina, karena nama saya sama seperti ibukota negara mereka, Vienna.

Setelah ngobrol sebentar dengan dua bule Austria itu saya lalu ngobrol dengan si bapak-bapak guide. Saya tanya-tanya ke beliau tentang Gili Trawangan, terutama tentang penginapan murah yang ada disana. Yah, tahu lah, saya jalan-jalan kan on budget banget… hehehe… 😀 Si bapak menyarankan saya untuk mencari penginapan yang agak masuk ke dalam-dalam gang, jangan yang terlalu dekat dengan pantai. Menurut beliau harga penginapannya akan lebih murah.

Sesampainya di Gili Trawangan bapak itu tidak bisa mengantar saya mencari penginapan karena ia harus menemani dua bule Austria menuju penginapan mereka. Tapi ada satu kenalan si bapak yang akhirnya menemani saya mencari penginapan. Setelah keluar masuk beberapa penginapan akhirnya saya menemukan satu penginapan yang masih available dan sesuai dengan budget saya, maklum lah saat saya ke Gili Trawangan sedang high season, jadi agak susah menemukan penginapan yang masih available dengan harga yang masuk akal.

Nama penginapan saya “Rumah Hantu”. What??? Yes, seriously, namanya itu. Letaknya memang agak masuk ke dalam-dalam gang sih. Tapi lumayan lah, tempatnya asri dan bersih, walaupun memang air untuk mandi berasa agak asin. Rate per malam untuk penginapan ini Rp.100.000 with breakfast. Tapi karena budget saya untuk penginapan di bawah Rp.100.000, maka saya coba nawar penginapan itu. Dapet deh Rp.80.000, but without breakfast. 😀

Penginapan Rumah Hantu Gili Trawangan
Penginapan Rumah Hantu Gili Trawangan

To be continued…

Continue Reading

Cerita Traveling | Indonesia

Gili Trawangan is the Best

By on February 9, 2011

Tanggal 5 Februari 2011 yang lalu saya ke Phi-Phi Island.

Mau tahu kesan pertama yang saya dapatkan??

Gili Trawangan tetap pantai terindah yang pernah saya kunjungi!!

Walaupun Phi-Phi Island merupakan lokasi shooting The Beach, tapi ternyata pantainya nggak lebih indah dari Gili Trawangan!

Hwaaaa…. teteup ya pantai Indonesia nggak ada yang nandingi! Hidup Indonesia!! Hahahaha… 😀

Udah ah, itu dulu update dari saya! 🙂

Kuala Lumpur, 9 Februari 2011 2:24

~Okvina Nur Alvita

Continue Reading