Ladies Traveler

Perempuan Juga Bisa Keliling Dunia
Publication

Mendiskusikan Hak Asasi Manusia di Jerman

By on December 15, 2009

Media Indonesia, 28 Juni 2009

Selama sepuluh hari, 19 mahasiswa Indonesia urun rembuk tentang berbagai masalah HAM di Ilmenau-Jerman. Mereka berdiskusi, berbagi pengalaman dan ketika telah sampai di negara masing-masing, mereka wajib berkontribusi buat penegakan HAM di negerinya.

Ilmenau-Germany, International Student Week in Ilmenau 2009 (ISWI 2009) merupakan konferensi internasional bagi mahasiswa di seluruh dunia. Kegiatan yang diadakan oleh Technische Universität Ilmenau (TU-Ilmenau) Jerman ini berlangsung dari tanggal 8-17 Mei 2009 di Ilmenau, salah satu kota yang berada di negara bagian Thuringen-Jerman.

Setelah melalui proses seleksi dari pihak panitia untuk dapat menjadi peserta pada ISWI 2009, 19 orang mahasiswa Indonesia yang berasal dari berbagai penjuru tanah air menghadiri ISWI 2009. Delegasi Indonesia merupakan delegasi terbanyak keempat setelah delegasi dari Ukraina (58), Rusia (34) dan Georgia (24). Inilah kali ketiga delegasi Indonesia bergabung pada kegiatan yang diadakan setiap dua tahun ini.

Human Rights – Right Now! Hak Asasi Manusia (HAM) diangkat sebagai tema sentral karena begitu banyak permasalahan terkait dengan HAM yang terjadi di semua negara di dunia. ISWI merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari pembekalan materi (kuliah umum) oleh beberapa pakar di bidang HAM, group work, lecture inter-participant, hingga pada program pertukaran budaya antar negara. Kegiatan lain yang juga termasuk dalam rangkaian kegiatan ISWI adalah kunjungan ke beberapa kota di sekitar Ilmenau, serta nonton bareng film yang bertema HAM.

Seluruh peserta ISWI 2009 dibekali oleh beberapa materi yang terkait dengan HAM ditinjau dari berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, makanan, anak, ekonomi, kebebasan dan keamanan, hingga keterkaitan HAM dengan bidang fotografi.

Kuliah umum disampaikan Dr.Wolfgang Heins, assistant lecturer of the Freie Universitat Berlin juga anggota the anti-torture-committee of UN-Human Rights Council, Mona Montakef seorang social Scientist yang juga pekerja di German Institute of Human Rights serta beberapa pakar lainnya.

Peserta kemudian difokuskan pada sub tema yang diminati untuk melakukan work group mulai dari masalah pendidikan, ekonomi, anak, makanan, dan lainnya. Istimewanya, peserta juga diberi kesempatan untuk saling memberi kuliah mengenai bagaimana penegakan HAM di negaranya.

Delegasi Indonesia memaparkan laporan bertajuk Informal Children Education in Indonesia yang disampaikan oleh Okvina Nur Alvita (Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB), Umi Habibah (Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Ma Chung Malang), Astri Yulianti (Mahasiswa Fikom, Universitas Padjajaran) dan Puspa Setia Pratiwi (Mahasiswa Fasilkom, Universitas Indonesia). Makalah itu memaparkan tentang pendidikan informal untuk anak di Indonesia serta siapa saja yang berperan menyediakannya.

Tak kalah menariknya adalah a-MAZE-in Human Rights, pameran tentang hal-hal yang terkait HAM yang dikemas dalam konsep yang berbeda. Panitia menyiapkan sebuah labirin raksasa yang di setiap dindingnya ditempel artikel dan gambar secara menarik dan artistik.

Terpapar 30 artikel HAM pada Universal Declaration of Human Rights serta gambar dan artikel tentang pelanggaran dan aktivitas organisasi advokasi HAM seperti Amnesty International.

Setelah mampu mencari jalan keluar dari labirin tersebut, peserta memperoleh kesan yang berbeda mengenai HAM sehingga, dapat berpikir secara lebih menyeluruh dan dapat bertukar ide dengan rekannya.

ISWI kali ini mengangkat artikel no. 13 pada universal declaration of human rights. Isinya, pada butir pertama, setiap orang berhak untuk pergi kemanapun dan tinggal dimanapun yang mereka inginkan tanpa adanya batasan dari negara yang bersangkutan.

Sedangkan pada butir kedua, setiap orang memiliki hak untuk meninggalkan negara manapun termasuk negaranya sendiri dan memiliki hak pula untuk kembali lagi pada negaranya sendiri.

Maka, logo yang digunakan adalah anak yang membawa balon.

“Balon melambangkan suatu kebebasan. Jika kita melepaskan sebuah balon, maka balon tersebut akan bebas pergi kemanapun ia suka dan tidak ada sesuatu pun yang menghalanginya untuk pergi ke tempat yang ia suka,” kata President of ISWI Organization Committee 2009, Caroline Lehmann.

Melalui acara ini, seluruh peserta ISWI diharapkan mampu untuk memberikan kontribusi pada penegakan HAM di negara masing-masing, terutama terkait isu pada artikel no.13, sehingga tak ada lagi diskriminasi bagi warga negara asing yang tinggal di suatu wilayah yang bukan negaranya.

~Okvina Nur Alvita

Continue Reading

Thoughts

Jangan hanya sekedar Let it Flow!!

By on December 6, 2009

“Let it flow aja lah… Jalani hidup kita dengan mengalir seperti air…”, banyak teman-teman saya yang berkata demikian. Tapi saya kok kurang setuju ya dengan pandangan Let it flow ini…

Lulus Kuliah

Apalagi yang jadi pokok bahasan mahasiswa tingkat akhir seperti saya ini kalalu bukan masalah lulus?

Saat saya masih semester empat dulu, saya ingin sekali jadi yang pertama di IKK. Pertama seminar, pertama sidang dan pastinya yang pertama lulus. Tapi sayangnya, saya nggak bisa mewujudkan hal itu disebabkan oleh pencapaian saya yang lain. Pencapaian yang lain itu benar-benar sesuai dengan keinginan saya selain jadi lulusan pertama IKK. Yah, memang harus ada yang dikorbankan, dan saya harus mengorbankan jadi lulusan pertama IKK.

Tapi saya nggak nyesel tuh dengan nggak jadi yang pertama lulus, atau lebih tepatnya, dengan nggak lulus cepet-cepet.

Karena dengan saya nggak lulus cepet, saya memperoleh hal lain yang tidak semua mahasiswa mendapatkannya. Saya ke Malaysia untuk Student Exchange, saya ke Jerman untuk menghadiri konferensi mahasiswa tingkat dunia, dan juga saya punya banyak kenalan mahasiswa Korea dan Thailand karena menjadi guide mereka saat mereka berkunjung ke Indonesia.

Pengalaman inilah yang nggak bisa tergantikan hanya dengan status lulus cepat.

Saya memperoleh hal lain yang jauh lebih saya inginkan daripada hanya sekedar lulus cepat, yakni go international.

Saya jadi berpikir, apakah teman-teman saya yang lulus cepat mendapatkan apa yang mereka inginkan? Apakah setelah lulus mereka mendapatkan pekerjaan sesuai dengan yang mereka harapkan? Jangan-jangan mereka sekarang masih bingung karena masih belum mendapatkan pekerjaan. Dan kalaupun udah dapet kerja, apa mereka bisa menikmati pekerjaannya? Sesuaikah pekerjaan mereka saat ini dengan apa yang benar-benar mereka inginkan (dari segi salary, waktu bekerja, suasana tempat kerja, etc)? Jangan-jangan mereka malah nggak tahu apa yang mereka inginkan dan nggak tahu bagaimana cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Yah,, hanya sekedar Let it flow aja…

Ups, buat teman-teman yang udah lulus dan udah kerja jangan tersinggung ya… Nggak semuanya kayak gitu kok… saya yakin kalo kalian mendapatkan yang benar-benar kalian inginkan… 🙂

Sampai saat ini saya masih belum lulus bukan berarti karena saya nggak ingin segera mengakhiri masa studi S1 saya. Tapi karena saya tahu kapan waktunya saya lulus. Saya nggak hanya sekedar let it flow untuk urusan lulus ini. Saya tahu apa yang saya mau…

Topik Skripsi

Berputar dimasalah yang sangat sensitive dengan lulus, skripsi.

Beberapa kali saya ditawari oleh dosen untuk ikut di proyek penelitian beliau-beliau itu. Dosen saya bilang kalau hasil penelitiannya bisa sekalian jadi skripsi saya. Tapi, beberapa kali itu juga saya menolak tawaran dosen. Saya bilang kalau saya sudah punya topik sendiri untuk skripsi saya. Saya tidak tergiur sedikitpun dengan tawaran dosen saya (yahh, kalo ikut proyek kan kita dibayar juga… artinya, kita nggak bakalan keluar uang untuk penelitian kita, malah, kita bakalan dapet duit dari proyek itu…).

Saya menolak tawaran itu karena saya nggak ingin melakukan hal yang sudah banyak diteliti oleh orang lain. Untuk apa kita melakukan hal yang sama seperti kebanyakan orang sudah kerjakan??

Bagi saya, skripsi saya merupakan buku pertama yang saya buat dalam sepanjang perjalanan hidup saya. Saya ingin novelty dalam buku pertama saya ini.

Saya nggak nggak sekedar let it flow untuk urusan skripsi. Saya tetep kekeuh dengan ide penelitian saya sendiri karena saya benar-benar menginginkan penelitian saya ini.

Rencana Masa Depan

Untuk masa depan saya, saya pun tahu apa yang saya inginkan dan bagaimana cara untuk meraihnya. Walaupun saat ini saya sedang bimbang diantara dua pilihan, tapi setidaknya kedua hal itulah yang benar-benar saya inginkan bagi kehidupan saya di masa mendatang. Tinggal memilih salah satunya aja…

Apa Anda sudah tahu apa yang Anda inginkan untuk masa depan Anda dan bagaimana cara untuk meraihnya?

Just Let it Flow? It’s not Enough!

Saya nggak tahu berapa banyak orang yang tahu apa yang mereka inginkan untuk masa depannya.

Apa lebih banyak yang let it flow?

Atau lebih banyak yang tahu apa yang mereka inginkan dan melakukan sesuai yang diinginkan itu?

Saya harap lebih banyak yang kedua… Mengapa demikian?

Nggak cukup dari hanya sekedar let it flow! Kita harus tahu apa yang kita inginkan. Karena kalau kita tahu apa yang kita inginkan dalam hidup kita, kita jadi punya tujuan hidup, kita jadi punya target hidup. Ada yang kita kejar. Hidup kita nggak hanya seperti ini-ini aja… Dan kalau misalnya kita bisa mencapai apa yang kita inginkan, kita akan puas. Kita puas dengan apa yang sudah kita capai. Kita puas melihat keringat yang sudah kita keluarkan untuk memperoleh yang kita ingikan itu. Kita bisa tersenyum kalau mengingat perjuangan yang sudah kita lewati dalam mewujudkannya. Kepuasan bathin inilah yang sangat mahal harganya. Dan pastinya tidak dapat diperoleh dengan hanya sekedar let it flow!!

Saya puas dengan hidup saya.

Puas dengan semua yang sudah saya capai.

Puas dengan yang saya lakukan saat ini.

Dan juga puas dengan apa yang akan saya lakukan dan saya capai nanti.

Karena saya melakukan semua yang saya inginkan.

Saya tahu apa yang saya mau dan bagaimana cara untuk meraihnya…

~Okvina Nur Alvita

Continue Reading

Thoughts

NEVER GIVE UP!!

By on November 17, 2009

Berawal dari serial Oshin

Sewaktu saya masih kecil, di televisi sedang diputar serial Jepang yang pemeran utamanya bernama Oshin. Dan saya salah satu penggemar serial itu. Walaupun saat itu saya kurang mengerti dengan jalan ceritanya (maklum, masih kecil), namun saya begitu menyukai serial Oshin karena settingnya di Jepang.

Jepang, Jepang dan Jepang. Hanya ada satu kata itu yang terngiang dalam benak saya.

Waktu itu ibu saya pernah bertanya pada saya, ”kalau udah gede, mau sekolah dimana?”

”Jepang”, jawab saya spontan, tanpa tahu Jepang ada di belahan bumi mana, tapi yang jelas, Jepang ada di luar negeri dah pokoknya, dan saya ingin ke luar negeri… tanpa tahu juga bagaimana cara untuk mewujudkannya. (dasar pikiran anak kecil! J).

Seiring waktu yang terus bergulir, tentunya usia saya juga bertambah dong… Bayangan tentang Jepang sedikit-demi sedikit hilang dari pikiran saya. Terlebih lagi, dengan kesibukan saya sebagai seorang siswa (ceileh, sok sibuk banget sih… tapi bener kok, emang sibuk…) yang berusaha menjalani kehidupan sesuai realita yang ada (duh, bahasanya… hehehe…).

Semenjak Sekolah Dasar saya termasuk siswa yang aktif baik dalam kegiatan akademis maupun ekstrakurikuler. Selain les-les beberapa mata pelajaran yang harus saya jalani saya juga menjabat posisi penting di beberapa organisasi di sekolah, contohnya: ketua koperasi dan ketua pramuka kelompok mawar (SD), sekretaris OSIS, ketua MPK (SMP), pengurus KIR (SMP&SMA), Kadiv. Kepribadian dan Budi Pekerti Luhur OSIS (SMA), pengurus Paskibra (SMA). Konsentrasi saya habis untuk mikirin pelajaran disela-sela kegiatan ekstrakurikuler yang saya jalani (eh, kebalik ya? Tapi kenyatannya kayak gitu, gimana dong?? Hehehe…).

Saat SMA sempet denger sih beberapa kakak kelas atau temen yang ikutan AFS dan tinggal satu tahun di luar negeri, tapi program ini kurang menarik minat saya karena bahasa inggris dan nilai akademik saya yang pas-pasan. So, Jepang udah bener-bener hilang dari pikiran saya karena konsentrasi saya sudah habis untuk kegiatan yang lebih riil.

Dunia Baru di Bangku Kuliah

IPB, salah satu top five university di Indonesia. Mottonya mencari dan memberi yang terbaik. Dan saya termasuk yang terbaik (nggak bermaksud sombong lho ya…) yang bisa masuk IPB dengan jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) atau bahasa yang lebih populer dengan jalur PMDK. Kota baru, sekolah baru, kehidupan baru, aktivitas baru dan tentunya teman-teman baru.

”Vinaaa, akhirnya aku minggu depan berangkat juga ke Jerman and Swiss. Ada World Congress disana…”

“Eh, tahu gak sih bo, si anu kan ikutan Agria Swara, dia sekarang lagi di Hungary buat jadi salah satu participant di International Choir Contest di sana”

“Udah tau kabar terbaru belom? Si ini lolos seleksi student exchange ke Jepang lho!”

“Alhamdulillah, paperku diterima untuk jadi salah satu speaker di International Student Conference di OHIO University, sebulan lagi aku kesana”

OMG!! Pada makan apa sih mereka kok kayaknya gampang banget dapet kesempatan ke luar negeri?? Saya nggak mau kalah, saya juga harus bisa ke luar negeri saat kuliah!! (dengan semangat 45 nih ceritanya…)

Nggak lama setelah saya mendeklarasikan keinginan pribadi itu, dosen saya menyarankan saya untuk ikut seleksi pertukaran mahasiswa ke Jepang.

Seperti kata pepatah, pucuk dicinta ulam tiba. Saya segera mencari informasi tentang program student exchange ke Jepang. Setelah membaca beberapa buku panduan yang ada di Direktorat Kerjasama Internasional di IPB, Hmmm… saya kurang begitu tertarik…

Tapi, saya tetap cerita pada ibu saya tentang dosen yang menyarankan saya untuk ikut seleksi student exchange ke Jepang, lalu ibu saya mengingatkan saya tentang keinginan saya untuk bersekolah di Jepang sewaktu saya masih kecil.

Dan tanpa sadar ingatan saya kembali pada Oshin. Dan ya, saya semakin membulatkan tekad untuk bisa ke luar negeri juga seperti teman-teman saya yang lain. Tapi, nggak harus ke Jepang karena sekarang ini saya kurang begitu tertarik dengan Jepang. Saya lebih tertarik untuk menjelajah negera-negara ras kaukasoid.

Beasiswa Unggulan Aktivis

Beasiswa ini merupakan salah satu program beasiswa yang ditawarkan oleh Diknas. Hanya diperuntukkan bagi mahasiswa yang menjabat sebagai ketua, sekretaris dan bendahara di suatu organisasi kampus. Walaupun saya tetap jadi salah satu aktivis kampus, tapi saat itu, jabatan saya hanya Kadiv. Infokom himpunan profesi jurusan. Tentunya, saya sudah tidak lolos persyaratan pertama donk…?

Tapi saya nggak nyerah, saya nekad mengirimkan semua berkas yang dibutuhkan untuk ikut seleksi beasiswa unggulan aktivis di detik-detik terakhir penerimaan aplikasi beasiswa.

Salah satu teman saya sempat mengingatkan saya untuk ”tahu diri” dengan jabatan saya, tapi saya tidak menghiraukannya. Saya hanya bilang sama dia ”apa salahnya usaha, kalo udah rejeki, nggak bakalan kemana kok…”.

Saya masih ingat, satu malam di bulan Ramadhan, saya dapat sms dari pihak kemahasiswaan IPB yang mengabarkan kalo saya lolos seleksi IPB untuk program beasiswa unggulan aktivis dan saya berhak ikut seleksi selanjutnya di Diknas. Saya juga diminta untuk secepatnya melengkapi berkas aplikasi beasiswa saya yang kurang lengkap. Awalnya saya nggak percaya, takut ada orang iseng yang ingin ngerjain saya dengan ”melambungkan saya sampai ke langit ke tujuh, setelah itu menghempaskan saya lagi sampai ke dasar sumur”… (hahaha, lebay yah??)

Untuk memastikan, sms itu benar, saya menelepon nomor yang meng-sms saya itu, mendengar yang berbicara di seberang sana adalah pak Parta (salah satu staf kemahasiswaan IPB yang cukup saya kenal) saya jadi yakin kalau sms tadi bukan dari orang iseng.

Saya memperbaharui aplikasi dan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk selanjutnya dikirim ke Diknas dan diseleksi oleh Diknas lalu ditentukan apakah saya layak mendapatkan beasiswa itu atau tidak.

And, the result is… eng, ing, eng…

Malam ketiga menjelang Idul Fitri tahun 2007, saat saya sudah mudik lebaran ke kampung halaman di salah satu desa di Jawa Timur, dosen saya mengirim sms pada saya. Isinya singkat, padat dan jelas. ”Selamat Vina, kamu lolos seleksi Diknas untuk Beasiswa Unggulan Aktivis”

Saya lolos seleksi Diknas! Saya lolos Seleksi Diknas! Sekali lagi, saya LOLOS seleksi Diknas!!!

Selesai membaca sms itu, saya langsung lompat-lompat, sambil teriak-teriak kegirangan. Saya langsung menemui ibu saya lalu memeluknya dan memberitahunya dengan agak belepetan karena terlalu banyak kata yang ingin keluar dari mulut saya secara bersamaan. Ibu saya bangga pada saya.

Saya memperoleh beasiswa unggulan aktivis yang salah satu programnya adalah student exchange ke negara Asean.

Akhirnya… mengikuti jejak beberapa teman yang lain, saya ke luar negeri juga (ini untuk pertama kalinya saya ke luar negeri)… dan yang lebih penting adalah membuktikan bahwa keputusan saya kali ini untuk “nggak tahu diri” adalah benar!

Saya girang bukan kepalang. Beasiswa ini memberikan kesempatan saya untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di negeri orang.

Belum Puas

Emang udah sifat dasar manusia yang selalu merasa belum puas dengan apa yang sudah dicapainya. Itu juga yang saya rasakan. Keinginan untuk ke luar negeri memang sudah jadi kenyataan, tapi…saya belum puas hanya dengan ke Malaysia… Saya ingin ke negara yang kalau kesana, saya harus rela duduk di pesawat selama belasan jam. Terlebih lagi, pengalaman pernah mendapat beasiswa yang salah satu programnya adalah student exchange, memompa kepercayaan diri saya. Saya ingin ke luar negeri lagi.

Saya memutar otak dan mencari informasi kemungkinan-kemungkinan yang bisa mewujudkan impian saya. Akhirnya saya jadi rajin browsing menggunakan keyword “international conference”, “student exchange”, dan “student internship” pada situs search engine.

Kegagalan demi Kegagalan itu…

ISFiT -International Student Festival in Trondheim, Norway-

Norwegia, salah satu negara Skandinavia. Tak banyak yang saya tahu tentang negara itu. Tapi satu hal yang saya yakini kalau Norwegia pasti dingin parah (kan deket sama kutub utara). Ah, nggak penting Norwegia seperti apa, yang penting, saya bisa ke Norwegia dan menjejakkan kaki di Eropa. Tanpa berpikir terlalu lama, saya langsung apply untuk bisa jadi salah satu participant di kegiatan bergengsi yang diadakan setiap dua tahun sekali ini. Saya melengkapi semua persyaratan yang dibutuhkan, termasuk membuat beberapa essay. Saya sangat berharap saya bisa dipilih oleh panitia untuk jadi salah satu peserta ISFiT.

Sekitar satu bulan lebih saya menunggu, akhirnya email yang saya tunggu-tunggu datang juga. Dag-dig-dug, dag-dig-dug, rasanya dada ini mau meledak saat memperoleh email dari panitia ISFiT. Saya langsung buka email itu, dan membacanya dengan cepat.

Hasilnya? Saya merupakan salah satu dari ribuan applicant lain yang aplikasinya DITOLAK.

Saya gagal jadi bagian di ISFiT. Impian untuk ke Norwegia langsung hancur berkeping-keping (lebay…).

Kecewa? Jangan ditanya… Mati-matian saya bikin beberapa essay, tapi hasilnya tidak sesuai harapan. Yah, belum saatnya kali ya. Saya yakin Allah selalu memberikan yang terbaik untuk saya, dan Allah belum mengizinkan saya ke Norwegia karena mungkin ada rencana lain yang jauh lebih indah untuk saya…

IELSP -International English Language Study Program, USA-

Program beasiswa 8 minggu belajar bahasa Inggris di universitas – universitas ternama di Amerika, sekaligus mempelajari kebudayaan dan kebiasaan orang Amrik. Siapa coba yang mau ikutan program seperti itu?? Saya langsung menyiapkan semua berkas yang dibutuhkan untuk mendaftar beasiswa ini. Dan lagi-lagi, saya harus membuat beberapa essay plus “berburu” letter of reference dari beberapa dosen.

Seperti biasa, di injury time saya baru selesai menyiapkan aplikasi saya. Saya mengantar sendiri semua berkas aplikasi itu ke lembaga yang memberi program beasiswa ini di Jakarta. Dari informasi yang saya tanya pada petugas yang menerima berkas saya, applicant yang lolos seleksi administrasi akan ditelepon dan di-email untuk lanjut ke seleksi berikutnya, yaitu seleksi wawancara. ”Jadi mbak tinggal tunggu dapet telepon aja ya…” kata petugas itu dengan sangat ramah.

Minggu demi minggu, saya nunggu telepon. Sampai pada hitungan bulan, nggak ada juga telepon dari lembaga bersangkutan untuk saya.

Dan, suatu hari, entah pada minggu keberapa saya lupa, di ruang TV tempat kost saya…

”Eh, tau si anu nggak? Dia mau ke US lho”, kata teman saya, A membuka pembicaraan.

”Oh ya? Iya, aku kenal si anu. Yang anak Fakultas X itu kan? Dalam rangka apa?”, saya menanggapi info yang diberikan teman saya dengan antusias.

”Itu, IELSP, kalo nggak salah program yang delapan minggu belajar bahasa Inggris itu lho… Tahun ini anak IPB yang dapet program itu ada 3 orang”, jawabnya.

Deg. Saya langsung melongo. Yah… kok udah ketauan siapa yang dapet sih?? Berarti saya nggak dapet beasiswa ini donk… Artinya, saya GAGAL… Bahkan seleksi administrasi pun saya nggak lolos?? Ya Ampun…

Kecewa? Pasti, tapi kekecewaan gagal kali ini nggak seperti yang pertama. Saya bisa lebih cepat menghadapi kekecewaan ini dengan hanya berkata dalam hati ”oh, ya udah, belom rejeki…”

EWB -Education without Border, Dubai-

Konferensi mahasiswa tingkat internasional yang tema utamanya tentang pendidikan. Vina bang…gets J. Ya, saya salah satu mahasiswa IPB yang aware dengan masalah pendidikan.

Tanpa pikir panjang, saya langsung apply. Seperti biasa, saya harus membuat beberapa essay.

Oke, oke, saya ngaku dulu deh… Dengan bangga saya katakan kalau saya GAGAL (lagi).

Tapi tau nggak apa yang bikin ”perburuan ke luar negeri” kali ini lebih istimewa dari sebelumnya? Pasti nggak tau kan? Ya iyalah, saya kan belum cerita.

Setelah apply secara online untuk bisa ikut konferensi ini, ternyata ada bagian yang terlewati belum saya isi, dan saya tidak menyadarinya. Sebenarnya saya sudah tidak terlalu memikirkan tentang aplikasi EWB saya itu. Saya berpikir, kalau misalnya saya diundang untuk menghadiri konferensi itu, ya Alhamdulillah, tapi kalo nggak diundang, ya nggak masalah… Yang penting saya sudah usaha.

Setelah berminggu-minggu semenjak aplikasi saya kirim ke panitia EWB, ternyata saya dapat email dari mereka. Isi emailnya mereka meminta saya untuk segera melengkapi bagian yang terlewati diisi pada aplikasi tersebut kalau saya ingin diundang datang ke konferensi itu. Wah, interpretasi saya saat itu adalah, aplikasi saya sudah diterima dan saya tinggal melengkapi bagian yang belum diisi. Dengan segera, saya melengkapi bagian itu.

Waw, waw, waw, Dubai, Dubai… Kota itu sudah menari-nari di pikiran saya. Saya sudah menyusun strategi nyari dana untuk biaya tiket pesawat (biaya hidup, seperti tempat tinggal, makan dan transport lokal selama konferensi berlangsung, ditanggung oleh pihak panitia. Tetapi biaya pesawat Jakarta-Dubai-Jakarta, ditanggung sendiri oleh peserta).

Beberapa hari setelah saya melengkapi form aplikasi saya dengan sangat lengkap kap kap, saya dapat email lagi dari panitia EWB, saya pikir itu official invitation dari mereka. Tapi, betapa kagetnya saya saat mengetahui kalau email itu isinya permohonan maaf mereka bahwa saya belum bisa jadi participant EWB!! OMiGod!!! Gagal maning, gagal maning…

Never Give Up!!

Bukan Vina namanya kalau sekali saja gagal langsung nyerah, nggak mau nyoba lagi. Karena bagi saya, lebih baik gagal dari pada nggak pernah nyoba sama sekali. Kalo kita nyoba, peluang kita satu, walaupun satu banding bertriliun-triliun, kita masih punya peluang (kesempatan), untuk pencilan satu itu yang bakalan keluar jadi pemenang. Tapi kalo nggak nyoba, peluang kita nol, nol, sekali lagi NOL (lebay lagi ya?? Sengaja, untuk mendramatisir… hehehe… :P).

Nol berarti kosong, kita nggak punya peluang sama sekali. Nggak ada kesempatan sama sekali. Dan yang lebih ekstrim lagi adalah, kita udah kalah sebelum bertarung! Hanya pecundang dan pengecut yang boleh kalah sebelum bertarung, yang boleh nyerah sebelum mencoba!! Dan Alhamdulillah saya tidak memiliki mental seperti itu.

Kesempatan Terbaik dari Tuhan

ISWI -International Student Week in Ilmenau, Germany-

Saya tahu kalau ada program ini dari salah satu mailing list yang saya ikuti.

Wow, Jerman. Saya langsung tergoda setelah tahu di negara mana konferensi mahasiswa tingkat internasional yang diadakan setiap dua tahunan ini akan berlangsung. Tanpa pikir panjang, saya langsung membuat beberapa essay yang diminta oleh panitia dan apply secara online. Setelah melakukan aplikasi, yang ada di benak saya adalah “untung-untung berhadiah”. Artinya, nyoba-nyoba aja, kalo untung, berhadiah ke Jerman. Hahaha… 😛

Karena waktu itu saya sibuk dengan tugas-tugas, UAS, dan persiapan pernikahan kakak saya yang kedua, saya lupa dengan aplikasi ISWI ini. Saya baru kembali ke dunia kampus setelah proses pasca pernikahan kakak saya beres.

Kembali ke dunia kampus, berarti kembali pada berbagai rutinitas khas mahasiswa, salah satunya yaitu rutinitas online J. Yang pertama kali saya lakukan saat saya online adalah cek email. Karena sudah beberapa minggu nggak online (maklum, di rumah nggak ada koneksi internet dan malas ke warnet), ada beberapa email yang masuk. Setelah menghapusi beberapa email yang kurang penting, ada satu email yang mencuri perhatian saya. Dengan ekor mata bagian bawah, saya mengkap kalimat “you’re invited”. Lalu, dengan segera saya memutar scrool mouse. Takjub saya membaca berulang-ulang subjek email itu “YOU’RE INVITED!”, lalu saya membaca kolom sebelah kirinya untuk mengetahui email itu dari siapa. Dan benar, dari ISWI committee!! Finally…

Ya, akhirnya keyakinan saya dijawab oleh Allah. Dibalik semua kegagalan yang pernah saya lewati. Allah menyimpan rencana besar yang jauh lebih indah. Terima kasih ya Allah… Engkau selalu member yang terbaik untuk saya… J

Bogor, 29 Oktober 2009, 04:48
~Okvina Nur Alvita

Disela-sela proses ngedit draft kedua proposal skripsi.

Continue Reading

Thoughts

Ini Dia Rahasia Sukses Korea Selatan Menjadi Macan Asia

By on

Korea Selatan, salah satu Negara yang berada di kawasan Asia Timur. Negara yang mendapat julukan macan Asia ini memperoleh kemerdekaannya dan terbebas dari jajahan Jepang pada tahun 1945, tahun yang sama dengan kemerdekaan Negara kita, Indonesia.

Pantas kiranya jika Korea Selatan disebut sebagai macan Asia. Mengapa demikian? Korea Selatan hanya memiliki luas wilayah yang tak lebih besar dari separuh pulau Sumatera, tetapi dalam jangka waktu 64 tahun ini, telah banyak kemajuan, terutama dalam bidang teknologi, yang telah diraih oleh Negara yang menganut paham demokrasi ini.

Jangka waktu 64 tahun yang dimanfaatkan oleh Korea Selatan untuk membangun negerinya sama dengan jangka waktu yang dimiliki oleh Indonesia untuk membangun negeri ini setelah terlepas dari kungkungan penjajah. Namun, mengapa Indonesia tertinggal jauh dengan Korea Selatan?

Kim Ji Hyun, salah satu mahasiswa Seoul Women’s University yang berkesempatan mengunjungi Indonesia dalam program Summer World Culture Experience in Indonesia membocorkan rahasia Korea Selatan menjadi salah satu Negara yang patut diperhitungkan dalam bidang IPTEK. Ternyata rahasianya adalah hanya satu kata. Dalam bahasa Korea, kata tersebut adalah “Bbalri-bbalri”. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, kira-kira memiliki persamaan makna dengan “cepat-cepat”. Kata tersebut umum digunakan pada kehidupan masyarakat Korea Selatan hingga setiap harinya paling tidak mereka menyebutkan kata tersebut sebanyak dua kali.

Korea Selatan sadar bahwa mereka tidak memiliki sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup mereka. Wilayah negaranya pun sangat kecil. Korea Selatan hanya memiliki sumber daya manusia. Oleh sebab itu, mereka hanya bisa menggunakan sumber daya manusia yang mereka miliki untuk membangun bangsanya.

Masyarakat Korea Selatan terbiasa melakukan banyak pekerjaan dalam satu hari. Mereka melakukan satu pekerjaan dengan sangat cepat karena harus melakukan pekerjaan lainnya. Selain harus berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain, waktu yang mereka miliki untuk menyelesaikan satu pekerjaan juga sangat singkat, sehingga mereka seringkali menggunakan “Bbalri-bbalri” untuk menyemangati diri.

Sangat kontras dengan keadaan Indonesia. Indonesia memiliki luas wilayah yang lebih dari 10 kali lipat Korea Selatan. Lingkungan serta sumber daya alam yang dimiliki Indonesia pun sudah tak diragukan lagi. Namun sayangnya, Indonesia masih belum mampu seperti Korea Selatan. Padahal Indonesia dan Korea Selatan merdeka pada tahun yang sama. Perbedaannya adalah, Korea Selatan mampu mengoptimalkan sumber daya manusia yang mereka miliki ditambah dengan semangat “Bbalri-bbalri”.

Kim Ji Hyun juga menambahkan, “Bbalri-bbalri” atau cepat-cepat telah tertanam di benak setiap warga Negara Korea Selatan. Hingga menjadikan masyarakat Korea Selatan menjadi individu yang tangkas dalam melakukan segala hal dan semuanya harus dilakukan dengan benar sekaligus cepat. Karena jika tidak cepat mereka akan terus tertinggal. Kata yang sederhana, namun memiliki arti yang mendalam hingga mampu menghantarkan Korea Selatan menjadi salah satu Negara macan Asia. Kapankan Indonesia memiliki semangat “Bbalri-bbalri” yang serupa dan menjadi salah satu Negara yang patut diperhitungkan di dunia?

Continue Reading

Cerita Traveling | Thoughts

Musafir dan Keringanan untuk Tidak Berpuasa

By on October 6, 2009

Seminggu yang lalu saya mudik. Saya mudik menggunakan sarana transportasi kereta api. Saya sangat berharap tidak ada orang yang duduk di sebelah saya di kereta api. Saya berani berharap demikian karena saya mudik 10 hari sebelum lebaran dan jumlah pemudik masih belum padat.

Harapan saya tidak terkabulkan, saya harus mendapati seorang laki-laki setengah baya duduk di sebelah saya dalam perjalanan kereta Jakarta-Surabaya. Namun saya, tak berhenti berharap, saya berharap laki-laki ini tidak bawel dan mengajak saya mengobrol, karena saya saat itu sedang letih sekali dan tidak ingin mengobrol dengan orang yang tidak saya kenal. Alhamdulillah, harapan saya yang kedua dikabulkan Yang Maha Kuasa. Laki-laki itu tidak bawel, dia menghabiskan perjalanan dengan membaca buku dan tidur. Dia tidak mengajak saya untuk ngobrol kecuali saat menanyakan saya turun dimana. Saya jawab ”di Surabaya” dan saya balik bertanya padanya, dia menjawab dia turun di Semarang. Alhamdulillah, saya mendapat ”bonus”! Saya sudah mendapatkan teman duduk yang tidak bawel dan setengah perjalanan Jakarta-Surabaya (Semarang-Surabaya) saya tempuh dengan tidak memikili teman duduk di sebelah saya (kecuali kalau ada orang yang nanti naik kereta ini di Semarang danmenggantikan posisinya, saya berharap tidak ada dan memang tidak ada orang yang menggantikannya, senangnya… 🙂 ).

Perjalanan Jakarta-Surabaya dengan kereta malam tidak terlalu terasa. Saya sampai di Surabaya pukul tujuh pagi. Saya harus melanjutkan perjalanan Surabaya-Jember dengan kereta yang berbeda. Seperti harapan saya sebelumya, saya sangat berharap tidak ada orang duduk di sebelah saya nantinya.

Saya naik kereta Surabaya-Jember dari salah satu stasiun utama yang ada di Surabaya (Gubeng Baru). Dari stasiun tersebut, tidak ada orang yang duduk di sebelah saya, saya agak sedikit lega. Namun saya lupa, bahwa kereta ini akan berhenti di beberapa stasiun berikutnya untuk menjemput penumpang yang lain. Di stasiun Wonokromo, tidak ada orang yang mengisi kursi di sebelah saya, saya lega. Stasiun selanjutnya adalah stasiun Sidoarjo.

Di stasiun Sidoarjo, ada banyak penumpang yang naik dari stasiun ini karena stasiun ini dekat dengan bandara Juanda (jadi orang yang ingin melanjutkan perjalanannya ke daerah timur Jawa Timur dengan kereta api setelah menggunakan pesawat biasanya naik dari stasiun ini). Ada beberapa orang yang mencari nomor kursinya di gerbong kereta saya, tapi tidak ada yang melirik nomor kursi saya, saya lega.

Akan tetapi tak lama setelah kereta bergerak maju, ada bapak-bapak gendut yang jalan tergopoh-gopoh melihat nomor kursi saya, lalu menjatuhkan pantatnya di kursi sebelah saya. Oh my God!! Saya meneriakkan kata itu di dalam hati. Saya agak sedikit kesal karena harapan saya tidak terpenuhi saat itu, namun yang lebih membuat saya kesal lagi plus ilfil adalah bapak-bapak ini bau mulutnya ampun dah… dan tahu bau mulutnya mengeluarkan aroma apa? Indomie goreng!! Saya langsung mual mencium bau tersebut! Ditambah lagi dengan kalau dia bernafas mengeluarkan bunyi seperti orang yang sedang ngorok halus. Walaupun bunyi nafasnya seperti orang yang ngorok halus, bagi saya yang namanya ngorok ya tetap saja ngorok! Saya paling tidak suka dengan bunyi tersebut! Pastinya saya sangat terganggu saat itu! Apalagi bau indomie goreng tidak hilang-hilang.

Harapan saya tidak dikabulkan saat itu, tapi saya masih berani berharap lagi. Saya berharap bapak-bapak ini tidak mengajak saya untuk mengobrol. Tapi harapan hanya tinggal harapan, ia mungkin termasuk orang yang ”sangat ramah”. Dia mengajak saya mengobrol. Saya menanggapi sekenanya saja. Sungguh saya sangat mual mencium bau indomie goreng keluar dari mulutnya. Tidak berhenti hanya disitu, dia mohon maaf pada saya untuk minum dan makan kue karena ia memutuskan untuk tidak puasa saat itu. Ia berkata bahwa ia telah melewati lebih dari seribu kilometer, menurutnya ia seorang musafir. Saya hanya bisa memalingkan muka menatap hektaran sawah yang terhampar diluar kaca jendela kereta api sambil tetap menahan mual dalam perut saya yang mungkin sebentar lagi akan berlanjut pada bunyi ”huek-huek”, tapi Alhamdulillah saya tidak mengeluarkan bunyi tersebut dari mulut saya. Sungguh cobaan berpuasa dihari itu…

Bapak-bapak tersebut menyebut dirinya sebagai seorang musafir. Memang benar ia telah melewati lebih dari seribu kilometer, tapi apakah masih pantas jika ia disebut sebagai seorang musafir jika seribu kilometer yang ia lalui hanya ditempuh dalam waktu satu jam menggunakan pesawat? Terlebih lagi ia hanya duduk diam di dalam pesawat, atau mungkin ia juga tertidur di dalam pesawat? Sungguh perjalanan yang sangat singkat bukan? Kalau memang pengen nggak puasa mah bilang nggak pengen puasa aja, jangan bawa-bawa musafir sebagai alasan!

Saya tidak mengerti apakah di jaman sekarang ini masihkah orang yang menempuh seribu kilometer dalam jangka waktu hanya satu jam (dan itupun tidak melelahkan) masih bisa dikatakan sebagai musafir sehingga diberi keringanan untuk tidak berpuasa?

Allah memang memberi keringanan bagi musafir untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan dan harus menggantinya di waktu lain. Hal penting yang perlu dibahas adalah definisi dari musafir itu sendiri. Definisi yang sesuai dengan perubahan zaman saat ini.

Pada zaman dahulu memang menjadi seorang musafir mungkin sangatlah berat. Kita harus berjalan atau berkuda melewati padang pasir atau padang rumput, atau hutan, atau whatever! Hal itu jelas membutuhkan tenaga ekstra dan wajar jika kita tidak berpuasa. Namun saat ini? Dengan pesawat, kita hanya membutuhkan waktu satu jam untuk menempuh lebih dari seribu kilometer! Mungkin akan lebih melelahkan jika kita beraktifitas seharian melakukan pekerjaan sehari-hari dibandingkan dengan harus menempuh ribuan kilometer hanya dengan duduk diam dan bahkan kita juga bisa tidur dalam perjalanan itu. Maka apakah masih pantas kita mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa?

Jember, 17 September 2009

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

Testimony from Korean Students

By on July 26, 2009

Dear my Vina, you have very beautiful mind, eyes and smile.
Do you know that?
I think you are the best pretty women in Indonesia to me!
Thank you for your kindness and always help me.
I’ll miss your smile and voice.
-Bogy-

I’m happy because of you and your friends
I think that Indonesia is beautiful country
Korea is beautiful too, so I want you to come to Korea
If you come to Korea I will welcome you
Thank you to give chance to wear your traditional clothes
You are so beautiful girl
-Jae Eun-

I was really happy to meet you
I think you are angel
Very kind, really pure smile and so on
I won’t forget you and I hope you too
-Eun B (Pipi)-

I think you are so good student
In Korean (Mo Bum Seng)
So good meaning in Korea
When we decided many things
You and your friend so kind
And when you come to Korea
Please contact me
I want to help you just like you in Indonesia
Thank you for your kindness
-Maro-

We’re spending happy time because of your help
You are so beautiful and kind
I’m really thanks for meeting you
You always help us and make me comfortable
If you come to Korea, I wanna guide to Seoul
So, if you have chance to come to Korea, contact me anytime
-Yumin-

You are so beautiful and kind of person
Thank you for helping me with doing yourself
We already know your services
Because of you, we learnt about Indonesia culture and nation
I’ll miss here and maybe in Korea, I’ll think often Indonesia
-Kimchi-

I think you are a fashion leader in Indonesia
You are beautiful and kind
I always thankful your kindness
Indonesia is very hot and greenly
I want to visit again in the future
I’ll miss you
-Shiny-

You are kind and beautiful girl
I think that durian ice cream that you give to me is so delicious
Vina is stylist number 1
I love you so much
I’m so happy to meet you in beautiful Indonesia
-Samsung-

Thank you for being kind to me and nice to all of us
I won’t forget forever about this moment, and hope you too
-Jjooo-

Thank you for your kindness
I know that we couldn’t do anything without you
All of us feel like me, thank you
I’ll miss you
-Eun Young-

Vina, thank you for joint us
I realized we can be a good friend even though we greew up in different place and different culture
I got a good impression of Indonesia and also Indonesian
It was a good experience and good memorable things in my life
If you have a chance to come to Korea, please contact me
I will miss you
-Mimi-

Beautiful Vina, thank you for being nice and kind to me
I like you and your fashion also
I hope we will meet again
-Ji-

I’m happy to meet you and spend time here
Thank you for your kindness
Especially, everyday you pick up us
And introduce about Indonesia
And it’s new experience to know Bogor’s child education and psychology
Looking around kindergarten is also new experience to me
So, I’m really thank you
I’ll never forget memories in here
-Sehee-

I was happy to spend time in IPB
I have to say too much…
But it is time to say good bye
I’m so sad
Anyway, thanks for your kindness
I won’t forget you and miss you
We are friends
-Hanny-

Continue Reading