Asia | Indonesia | Thoughts

Apa yang Bikin Malaysia Iri sama Indonesia?

By on December 18, 2011

Saya sudah beberapa kali mengunjungi Malaysia. Dan (jujur, tanpa bermaksud menyakiti hati orang manapun, terutama orang Malaysia) menurut saya nggak ada yang istimewa dari negeri Jiran itu.

Well, saya akui Indonesia saat ini memang sudah tertinggal jauh dari Malaysia. Hal ini bisa terbukti salah satunya melalui peringkat HDI. Indonesia berada di peringkat ratusan, sedangkan Malaysia sudah melesat ke peringkat puluhan. Malaysia boleh bangga akan hal itu. Bahwa negaranya lebih maju dari Indonesia padahal Indonesia duluan merdeka daripada Malaysia.

Tapi, traveler tahu nggak apa yang bikin orang Malaysia iri sama Indonesia?

Saya tahu hal itu saat saya pertama kali ke Malaysia. Waktu itu saya (Alhamdulillah) dapat program pertukaran pelajar dari Dikti. Seperti halnya program pertukaran pelajar pada umumnya, saya memiliki housefam. Ayah angkat saya di Malaysia adalah orang Malaysia asli, sedangkan istrinya orang Indonesia. Beliau dulu sempat kuliah di Indonesia. Karena hal inilah saya banyak ngobrol dan bertukar pikiran dengan beliau.

Singkat kata, saya ngobrolin tentang pendidikan di Malaysia dengan ayah angkat saya itu. Di Malaysia bahasa pengantar untuk beberapa mata pelajaran (mulai jenjang SD) menggunakan bahasa Inggris. So nggak heran kalau orang Malaysia jago bahasa Inggris. Tapi ternyata justru hal inilah yang membuat Malaysia (sedikit) kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Melayu. Mengapa demikian???

Jadi penduduk Malaysia terbagi menjadi tiga etnis besar, Melayu, China dan India. Di rumah, mereka menggunakan bahasa ibu masing-masing. Yang orang Melayu pakai bahasa Melayu (campur bahasa Inggris), yang orang China pakai bahasa Mandarin dan yang orang India ngomong pake bahasa India. Sebenarnya satu-satunya cara untuk tetap menggunakan bahasa Melayu adalah di sekolah, tapi di sekolah sendiri seringnya pakai bahasa Inggris. Jadilah orang China dan India yang ada di Malaysia tidak terlalu fasih berbahasa Melayu. Kesimpulannya Malaysia kurang memiliki identitas sebagai bangsa Melayu.

Trus kaitannya dengan iri sama orang Indonesia apa? Begini, di Malaysia kan hanya ada 3 etnis besar, tapi mereka nggak bisa mendidik rakyatnya untuk bisa berbahasa Melayu. Sedangkan Indonesia? Kita mempunya banyak bahasa daerah dan juga terdiri dari beragam etnis (terutama China yang banyak ada di Indonesia), tapi semua orang Indonesia pasti bisa berbahasa Indonesia. Walaupun dengan logat yang berbeda, orang Indonesia dari Sabang sampai Merauke bisa berbahasa Indonesia. Orang China yang ada di Indonesia pun bisa berbahasa Indonesia. Bahkan, para expat juga banyak yang bisa bahasa Indonesia. Ya, semua itu karena kita memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika, walaupun berbeda tetapi tetap satu. Hal ini yang tidak dimiliki oleh Malaysia. Dan hal ini juga yang bikin orang Malaysia iri sama Indonesia.

Bhineka Tunggal Ika (image from: shadowness.com)

Saat saya mengunjungi icon-nya Malaysia, menara kembar Petronas untuk yang pertama kalinya, betapa kagetnya saya ketika membaca slogan yang mirip arti Bhineka Tunggal Ika terpasang di gedung itu. Slogan Malaysia di gedung Petronas yaitu “Satu Warisan, Satu Matlamat, 1 Malaysia“. Saya lalu ingat obrolan saya sama ayah angkat saya dulu dan saya mencoba untuk berpositif thinking. Rupanya Malaysia belajar dari Bhineka Tunggal Ika yang dimiliki Indonesia.

Satu Warisan, Satu Matlamat, 1 Malaysia

Yah, semoga Malaysia bisa belajar dari Indonesia deh… 🙂

Continue Reading

Cerita Traveling | Indonesia

AMED: Another Hidden Paradise in Bali

By on December 1, 2011
Laut di Amed

Amed, tidak banyak wisatawan domestik yang pernah ke tempat ini. Jangankan pergi ke Amed, mendengar ada tourist spot di Bali yang namanya Amed mungkin hanya segelintir orang saja yang tahu. Salah satu alasan kenapa turis domestik banyak yang nggak tahu Amed (mungkin) karena jarak tempuhnya yang lumayan jauh dari Denpasar atau Kuta. Selain itu, yang “tertanam” di dalam kepala turis lokal kalau ke Bali hanya Kuta/Sanur saja. Miris sekali saat saya menyadari hal ini, soalnya Amed jauh lebih dikenal oleh wisatawan asing ketimbang orang Indonesia sendiri.

Untuk traveler yang menyukai tempat tenang dan jauh dari keramaian sangat cocok jika ke Amed. Amed merupakan tourism spot yang cukup menyenangkan untuk melepaskan diri dari hiruk pikuk dan hingar bingar kota. Kenapa Amed masih tenang? karena belum ada nite club disana dan sebagian besar turis yang ke Amed adalah turis mancanegara. Yang pasti saya selalu merasa lebih tenang jika ke Amed.

Get In

Honestly, dari sekian banyak tempat wisata di Bali, Amed merupakan favorit suami saya. Saya dan suami beberapa kali ke Amed dan memang nggak ada kata bosan untuk tempat wisata satu ini. Memang, jarak tempuh yang dibutuhkan untuk menjangkau Amed dari Kuta/Denpasar sekitar 3 jam perjalanan dengan kendaraan bermotor plus medan yang harus dilalui juga lumayan “meliuk-liuk”. Tapi dijamin, setelah sampai di Amed, lamanya perjalanan itu akan terbayar dengan panorama alam yang disuguhkan oleh Amed.

Tidak ada angkutan umum ke Amed. Jadi kalau kita ingin menjangkau lokasi itu maka mau nggak mau pilihannya adalah sewa mobil/motor atau naik shuttle bus yang banyak bertebaran di sekitar Kuta, Legian dan Sanur. Tapi luayan mahal juga kalau naik shuttle bus, tarif per orangnya bisa sampai Rp.215.000. Dan shuttle bus itu juga hanya mau berangkat kalau minimal ada 2 orang yang akan menuju tempat itu. Kalau misalnya ramean (bareng sama beberapa teman) saya sarankan untuk sewa mobil saja, karena… ya apalagi kalau biar nggak berat di ongkos bo!

Sleep

Kalau sudah sampai di Amed, apa yang harus kita lakukan? Tentu saja cari tempat untuk menginap. Di Amed ada banyak penginapan, mulai dari yang kelas melati (budget hotel/hostel) sampai yang model villa. Kalau penginapan favorit saya dan suami yaitu Puri Wirata Resort. Biasanya kami menyewa kamar tipe ocean view villa yang ada di Puri Wirata. Dari tempat tidur yang ada di kamar kami, kami bisa memandang laut lepas. Hmm…sungguh pemandangan yang luar biasa. Ya iyalah, pemandangan yang kita dapatkan luar biasa, sesuailah dengan cost yang harus dikeluarkan untuk menyewa villa di Puri Wirata Resort.

Sunset in Amed from Puri Wirata Resort
Ocean View Villa at Puri Wirata Resort

Untuk para traveler dengan budget terbatas nggak usah khawatir karena di Amed juga banyak hostel dengan harga yang sangat terjangkau. Saya dan suami pernah menginap di salah satu guesthouse di Amed yang harga sewa kamar per malamnya hanya Rp.75.000 saja. Di depan Puri Wirata Resort juga ada guesthouse dengan view laut. Harga sewanya tidak terlalu mahal, hanya Rp.150.000-Rp.200.000/malam.

Guesthouse Rp.75.000-an di Amed

Eat & Drink

Amed itu letaknya agak di pedalaman. Nggak ada yang namanya minimarket apalagi supermarket. Jadi untuk hal yang berkaitan dengan cemal-cemil, minuman-minuman dan kawan-kawannya, sebaiknya traveler beli dulu di minimarket/supermarket sebelum Amed (di Karangasem).

Di Amed juga jarang ada warteg atau warung kaki lima. Tempat makan di sekitar Amed rata-rata didesign gaya resto karena menyesuaikan dengan pengunjung yang kebanyakan bule. Harganya juga harga bule, maksud saya agak terasa mahal untuk ukuran turis domestik. Untuk mengatasi hal ini biasanya saya dan suami bawa bekal (terutama air mineral dan camilan) secukupnya selama di Amed.

Do

Pantai Amed memang tidak terlalu bagus karena struktur pantainya hanya sedikit yang berupa pasir, sebagian besarnya berupa bebatuan. Makanya, berjemur bukan ide yang baik untuk dilakukan di Amed. Walaupun pantainya sangat tidak menarik (menurut saya), laut Amed sangat indah dan jernih. Gradasi warna biru toska menuju biru laut akan membuat siapapun yang memandangnya akan merasa damai. Inilah yang paling saya suka dari Amed.

Pantai di Amed
Keluarga kecil saya di Amed 🙂

Amed yang tenang sangat cocok jika dijadikan tempat untuk beristirahat, terutama bagi pasangan yang lagi honeymoon. Benar saja, suasana Amed yang tenang ditambah dengan alunan debur ombak plus biru dan jernihnya laut di Amed merupakan perpaduan yang sempurna untuk memperoleh kesan romantis selama honeymoon. Beberapa pasangan newly wed kami (saya dan suami) sarankan untuk honeymoon di Amed dan semuanya selalu merasa puas telah menghabiskan liburan bulan madu mereka di Amed.

Pasangan honeymoon di Amed-Bali

Amed terkenal karena underwater world-nya yang cantik. Di Amed (kalau nggak salah) ada kapal Jepang yang karam. Hal inilah yang menjadikan biota bawah laut Amed sangat beragam. Buat traveler pecinta diving atau snorkeling, Amed merupakan salah satu spot yang harus dikunjungi. Ikan beraneka warna, bintang laut dan juga karang, semua itu akan memanjakan mata Anda yang sedang snorkeling atau diving.

So, tidak salah rasanya jika saya menyebut Amed is another hidden paradise in Bali… 🙂

Pasangan honeymoon siap-siap mau snorkeling di Amed

Continue Reading

Indonesia | Review Tempat Makan

di Mare Restaurant-Karma Kandara Bali

By on November 26, 2011

di Mare Restaurant, salah satu luxury restaurant di Bali. Restoran ini berada di kawasan Karma Kandara Resort-Bali.

Apa yang istimewa dari restoran ini? tentu saja breathtaking viewnya. Kalau sedang makan di restoran ini kita tidak hanya menikmati makanan yang disajikan, tapi juga pemandangan laut lepas yang luar biasa indahnya. Dan itulah yang membuat restoran ini juga luar biasa mahalnya (menurut saya).

Beberapa kali saya ke di Mare Restaurant, hanya satu kali yang benar-benar harus merogoh kocek sendiri untuk membayar pesanan saya. Itupun saya hanya minum jus mangga. Coba tebak berapa harga satu gelas jus mangga? Rp.60.000 saja! Eits, itu belum tambahan tax dan service lho ya… Cukup nyesek bukan mengingat uang segitu bisa kenyang luar biasa kalo saya belanjakan rawon pinggir jalan di daerah Tuban-Bali.

Menu yang disajikan restoran ini kebanyakan western style. Yang pasti bikin saya pusing baca menunya karena nggak paham-paham juga walaupun sudah ada penjelasan di setiap daftar makanan. 😀

Kalau buat traveler yang ingin “beli view”, sekali-kali boleh lah ke restoran ini. Dijamin nggak bakalan nyesel deh… 🙂

Ocean view Restaurant in Bali (di Mare Restaurant, Karma Kandara-Bali)

 

January Christy at di Mare Restaurant, Karma Kandara-Bali

Continue Reading

Indonesia | Review Tempat Makan

ULTIMO ITALIAN RESTAURANT Seminyak-Bali

By on November 19, 2011

Seminyak merupakan salah satu area di Bali yang cukup terkenal selain Kuta dan Legian. Sebagai salah satu traveler yang saat ini menetap di Bali, saya sangat menyukai tempat ini karena suasananya sangat eksklusif. Jajaran toko-toko, hotel, villa dan juga berbagai restoran yang ada di area Seminyak sangat berbeda dengan yang ada di Kuta atau Legian. Pantas saja jika Seminyak dikenal sebagai areanya turis-turis kaya.

ULTIMO ITALIAN RESTAURANT

Salah satu restoran di Seminyak yang jadi favorit saya dan suami adalah Ultimo Italian Restaurant. Restoran ini beralamat di Jl. Laksamana 104X Oberoi, Seminyak-Bali. Ultimo buka dari jam 17.00 – 23.00 WITA. Sama seperti namanya, restoran ini menyajikan berbagai macam masakan Italia. Kalau menu favorit saya dan suami di restoran ini, apalagi kalau bukan spaghetti bolognese.

Ultimo didesain dengan nuansa western restaurant for dinner. Untuk para traveler yang ingin merasakan candle light dinner yang berbeda saat traveling ke Bali, saya berani menjamin traveler tidak akan menyesal jika memilih Ultimo. Apalagi untuk yang mau menyatakan cinta pada sang pujaan hati, cobalah ajak si dia ke Ultimo, pasti dia akan terbawa suasana romantis yang tercipta dari restoran ini. Table yang ada di Ultimo ada yang indoor dan ada juga yang outdoor. Kalau saya dan suami ke Ultimo, kami pasti memilih table yang outdoor karena lebih nyaman aja. Jangan khawatir akan basah kalau tiba-tiba turun hujan karena Ultimo telah mengantisipasi hal ini dengan memasang atap otomatis yang akan melindungi pengunjung dari hujan. Saat saya dan suami ke Ultimo, beberapa kali kami tidak langsung dapat table yang kami inginkan karena restoran saat itu sedang ramai. Jadi kami harus menunggu beberapa menit di bar yang ada disana. Selama menunggu table yang kami inginkan siap biasanya saya order minuman terlebih dahulu di bar itu sambil ngobrol-ngobrol. Jadi jangan lantas pergi jika semua table di Ultimo sudah full. Tunggu saja di barnya, nanti pelayan akan memberitahu kita saat sudah ada table yang kosong.

Kalau kita melihat dari luar pasti kita udah “keder” duluan mau masuk ke Ultimo. Mengapa demikian? karena Ultimo isinya hampir bule semua! Yup, dinner di Ultimo serasa lagi dinner dimanaaa…gitu karena ya itu tadi, pengunjung lain yang ada di kanan kiri kita bule semua. Orang lokal yang pernah saya lihat masuk ke Ultimo nggak lebih dari 10% keseluruhan jumlah pengunjungnya (salah satunya yang pernah saya lihat adalah Tamara Bleszynski. Analisis saya mengapa turis lokal takut masuk ke Ultimo mungkin menganggap harga makanan di Ultimo pasti mahal. Padahal kalau menurut saya nggak mahal tuh jika dibandingkan dengan suasana yang kita dapat saat dinner di Ultimo. Sepiring spaghetti bolognese hanya Rp.36.000 dan itu juga porsinya sangat mengenyangkan. Segelas watermelon juice hanya Rp.12.000 saja. Murah kan? Itulah salah satu sebab mengapa Ultimo menjadi salah satu restoran favorit saya dan suami.

Untuk masalah rasa, beberapa menu makanan yang pernah saya coba di Ultimo masih bisa ditolelir oleh lidah orang Indonesia. Saya pernah mencoba spaghetti bolognese, lasagna, fettucine, pizza mozarella. Semua menu itu Italia banget tapi masih bisa diterima oleh lidah saya. Oh iya, saat pesanan kita belum datang, pelayan akan mengantar satu basket yang berisi roti dan cheese stick, dan ini gratis lho traveler! Mantap kan??

Suasana di dalam Ultimo Italian Restaurant

Nggak selamanya restoran yang kelihatannya mahal berbanding lurus dengan harga menu makanannya. Ultimo contohnya. Selain kita bisa makan malam dengan menu Italia yang terjangkau, kita juga bisa menikmati suasana candle light dinner yang romantis. So, Ultimo merupakan salah satu recomended restaurant di Bali.

Continue Reading

Cerita Traveling | Indonesia

“Lost” in Lombok (2)

By on March 30, 2011

Mahalnya Gili Trawangan

Selepas sholat isya’ cacing-cacing di perut saya sudah demonstrasi menuntut pengisian ulang bahan makanan. Mau nggak mau saya harus keluar membeli makanan untuk makan malam. Saya menyusuri jalan utama Gili Trawangan. Memang sih banyak sekali café atau restaurant yang menawarkan berbagai macam makanan, terutama seafood. Tapi yang bikin nyesek adalah harganya itu lho… nggak manusiawi! Begini nih susahnya jadi budget traveler, harus milih-milih makanan yang bergizi tapi murah.

Saya menyusuri jalan utama Gili Trawangan dari ujung ke ujung, sambil melihat-lihat dan membanding-bandingkan harga, harga makanan, harga camilan dan juga harga paket snorkeling trip. Saya menyesal sekali tidak belanja dulu stok camilan, air mineral dan pop mie di Lombok atau Bali. Why? Karena di Gili Trawangan mahal bangettttt… Bayangin aja, air mineral isi 1,5 liter harganya Rp.5000, segala macam camilan dipatok jadi satu harga yaitu Rp.10.000, nasi campur yang biasanya lima ribuan, di Gili Trawangan jadi Rp.10.000. Huaaaa… tahu harganya segitu mending saya bela-belain deh bawa berat-berat dari Bali atau Lombok. Kalau seperti ini kan mau nggak mau saya harus ngeluarin uang lebih untuk urusan perut. Huuuhhh… Mahalnyaaa, Gili Trawangan…

Saya belum pernah snorkeling sebelumnya, tapi sesampainya di Gili Trawangan, saya nggak mau rugi dong… Udah jauh-jauh kesini, tapi masa iya nggak snorkeling? Akhirnya saya hunting harga snorkeling trip ke tiga pulau Gili ke beberapa tourist information yang ada disana. Semuanya member harga yang sama, Rp.75.000 untuk snorkeling ke tiga pulau itu termasuk snorkel mask, tapi saya nggak langsung booking, saya masih kekeuh mencari harga yang termurah. Kali aja ada tourist information di ujung sana yang bisa kasih harga Rp.60.000 kan lumayan. Hehehe… teteup ya…pengiritan…

Anyway, di jalan utama Gili Trawangan saya ketemu lagi sama bapak-bapak guide yang sebelumnya saya temui di boat menuju Gili Trawangan. Saya menyapa bapak itu dan ngobrol sebentar. Lalu saya tanya-tanya ke dia tentang snorkeling trip, dan of course berapa harga snorkeling trip ke 3 pulau Gili (Gili Trawangan, Gili Meno, Gili Air). You know, berapa harga yang saya dapat dari bapak-bapak itu? Rp.70.000 saja! Padahal di semua tourist information yang saya datangi harganya Rp.75.000. Hehehe… lumayan lah lima ribu bisa di saving untuk beli air mineral! 🙂

Saya diantar bapak-bapak itu pergi ke salah satu touris information kenalannya. Lalu saya langsung membooking satu paket snorkeling trip untuk besoknya. Saat si petugas menuliskan harga Rp.75.000 di kwitansi, saya langsung protes. Saya bilang begini “lho, kata si bapak cuma Rp.70.000, tapi itu kok Rp.75.000”. setelah itu si petugas langsung mengganti angka yang tertera di kwitansi menjadi Rp.70.000. Yeey, bisa hemat lima ribu… 🙂

Si petugas tourism information lantas memberi tahu saya jam berapa besok saya sudah harus stand by untuk snorkeling trip. Okay, I’m ready for tomorrow.

Enjoy My Day at Gili Trawangan

Keesokan harinya saya sudah siap sejak jam 8 pagi untuk snorkeling trip. Tapi sebelum berangkat saya sempatkan diri dulu untuk sarapan. Tapi sarapannya, sarapan biscuit saja, biar irit… Hahaha… teteup, irit is number one! 🙂

Saat kemarin saya sampai di Gili Trawangan sudah terlalu sore dan cuaca sedang hujan. Jadi keindahan pantai pulau ini tidak terlihat. Saya sangat surprise saat menyusuri pantai Gili Trawangan siang itu. Gili Trawangan is the best beach I’ve ever seen. Wow, Subhanallah… hanya itu yang ada dalam benak saya saat saya menyusuri Gili Trawangan. White sands, turquoise sea, soft wave, sunny day, make my day soooo perfect. Heeemmmm, saya jadi ngebathin, kapan ya saya bisa menikmati pulau ini dan suasana seperti ini dengan pasangan hidup saya? Weits, kok jadi mikir kesana… maklum lah, sindrom twenty sumthin’ nih… Apalagi kalau ditambah dengan pemandangan bule-bule yang pada asik bercumbu di pinggir pantai… Huuuu, bikin iri saja! Ah, sudah-sudah, balik lagi aja ke cerita saya menikmati pulau ini dan pengalaman snorkeling pertama saya.

Gili Trawangan
pantai Gili Trawangan

Pukul 9.30 WITA saya sudah stand by menunggu boat yang akan membawa saya dan turis lainnya snorkeling trip. Agak meleset dari waktu yang dijanjikan, sekitar pukul 10.15 kami “digiring” menuju boat untuk memulai perjalanan snorkeling trip. Saat itu saya memang bukan satu-satunya turis local yang ikut snorkeling trip, ada dua orang lokal lainnya, tapi tetap saja hal ini membuat saya merasa menjadi orang asing di negeri sendiri. Makanya dong, jangan ragu untuk jadi traveler juga.

Snorkeling dimulai dari snorkeling spot yang ada di sekitar Gili Meno. Saya yang sebelumnya belum pernah snorkeling sama sekali agak keder juga waktu guide menjelaskan beberapa hal lalu membagikan snorkeling mask pada semua peserta snorkeling trip. Bule-bule peserta snorkeling trip langsung menceburkan dirinya di laut setelah menggunakan snorkeling mask-nya. Sedangkan saya dan dua orang local lainnya yang ikut snorkeling trip itu hanya hanya bisa diam sejenak, lalu saya menggunakan snorkeling mas dan akhirnya saya memberanikan diri mencemplungkan diri ke laut. Snorkeling master bertanya pada saya apakah ini pengalaman pertama saya snorkeling? Tentu saja saya jawab ya. Setelah itu dia memperingatkan saya untuk jangan takut dan rileks saja. Saya mencoba mempraktikkan apa yang ia katakan dan ternyata hasilnya benar. Saya bisa lebih tenang dan bisa lebih menikmati keindahan alam bawah laut setelah saya relaks.

One day snorkeling trip yang saya ikuti ini harus di-stop sebentar untuk istirahat makan siang di pulau Gili Air. Kami diarahkan ke salah satu café yang ada disana. Makanan di café itu lumayan mahal untuk ukuran backpacker kere seperti saya. Setelah membolak-balik menu makanan, akhirnya pilihan saya jatuh pada… nasi goreng!! Hahaha… tahu alasannya kenapa saya memilih nasi goreng untuk santap siang saat itu? Selain saya memang penyuka nasi goreng, tentu saja karena nasi goreng yang paling murah dibandingkan makanan lainnya. Saya harus merogoh kocek Rp.25.000 untuk satu porsi nasi goreng. Minumnya? Karena saya membawa sebotol kecil air mineral, jadi saya nggak usah beli minum. Lumayan lah untuk pengiritan! Hehehe…

Setelah selesai menghabiskan semua yang ada di piring saya berinisiatif untuk menyapa dan ngobrol dengan pasangan lokal yang juga ikut dalam snorkeling trip saat itu. Ternyata mereka berdua adalah pasangan suami istri dari Bali. Mereka tidak hanya berdua, tapi ada satu orang bule Jerman yang turut bersama mereka, namanya Peter. Nah, mereka ini menemani Peter selama ia traveling di Bali dan Lombok. Setelah ngobrol ngalor-ngidul, si Peter ngajakin saya untuk makan malam bersama. Dan saya pun langsung mengiyakan tawaran tersebut.

Snorkeling trip dilanjutkan setelah semua peserta menyelesaikan makan siang mereka. Di snorkeling spot yang terakhir ini snorkeling master mengajak kami untuk snorkeling ke area yang agak jauh dari tempat kapal berhenti karena terumbu karang yang dapat kami lihat disana jauh lebih indah. Peserta snorkeling yang lainnya (bule-bule itu) dengan sigap mengikuti si snorkeling master. Tapi tidak dengan saya dan orang lokal yang juga ikut snorkeling trip. Kami tidak berani jauh-jauh dari tempat berhentinya kapal, apalagi saya. Maklum, saya kan baru kali itu snorkeling, jadi kadangkala bayangan tenggelam selalu menghantui. Tapi sejujurnya dari lubuk hati saya yang paling dalam (halah), saya sangat malu sama bule-bule itu. Sebagian dari mereka (mungkin) tinggal di negara yang tidak memiliki laut. Tapi mereka sangat enjoy dan berani melakukan hal yang tidak biasa mereka lakukan. Sedangkan kita? Negara kita negara maritim yang pastinya memiliki banyak laut. Tapi mengapa kita malah takut untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan kita???

Anyway, setelah snorkeling trip selesai saya diajak peter untuk ke penginapan yang disewanya bersama couple dari Indonesia. Ternyata penginapan itu kemarin juga ditawarkan pada saya. Saat menawarkan pada saya, si pemilik hotel bilang harga sewa kamarnya Rp.150.000/malam. Sedangkan Peter menyewa hotel itu seharga Rp.400.000/malam. Hahaha… Jauh banget ya harga untuk turis lokal dengan harga untuk foreigner. Senangnya jadi orang lokal… 🙂

Matahari masih bersinar cerah walaupun sudah sore. Jadi saya memutuskan untuk jalan-jalan ke pantai setelah mampir ke penginapan Peter. Saya menyusuri pantai Gili Trawangan, menikmati hembusan angin pantai, pasir yang berwarna putih dengan ombak yang sangat smooth… Hmmm… sangat menyenangkan. Melihat beberapa bule menggelar kain pantai dan tidur-tiduran di atasnya, saya jadi ingin melakukan hal yang sama. Saya pun menggelar kain pantai saya dan tidur-tiduran di pantai yang sangat sepi dan tenang. Berasa seperti pantai pribadi deh! Traveler’s jangan sampai lupa untuk melakukan hal seperti ini ya kalau misalnya sedang jalan-jalan ke Gili Trawangan.

indahnya Gili Trawangan
White sands, turquoise sea, soft wave, sunny day, make my day soooo perfect 🙂

Malamnya, sekitar jam tujuh saya ke penginapan Peter dan couple dari Indonesia itu. Kami berempat makan malam bersama di salah satu restaurant seafood yang ada di Gili Trawangan. Saya sudah dag-dig-dug duer saja saat melihat berapa harga makanan disana. Akhirnya saya memesan satu ikan kakap merah bakar dan lemon tea. Harga satu ekor ikan kakap merah bakar plus nasi plus salad Rp.40.000, sedangkan ice lemon tea Rp.8000. saya sudah lemas saja membayangkan harus mengeluarkan satu lembar uang rupiah berwarna biru dari dompet saya. Tapi ya gimana lagi, sekali-kali backpacker kere merasakan makanan enak dan mahal kan nggak papa juga… :D. Daannnn…ternyata eh ternyata, saat waitress mengantar bill makanan kami, Peter yang membayar semua tagihannya! Yey, Alhamdulillah! Udah dapat makan enak, bergizi, gratis pula! 😀

“Kok Nggak Sama Suaminya Mbak?”

Keesokan harinya, sebelum check out dari guesthouse saya menyempatkan diri untuk sekali lagi jalan-jalan ke pantai. Tapi sebelum itu saya sarapan dulu di “Warung Indonesia”. Saya makan nasi campur dan segelas es the manis. Untuk ukuran tempat makan yang cukup nyaman dan bersih, harga satu porsi nasi campur di Warung Indonesia lumayan murah, Rp.10.000/porsi. Lumayan mengenyangkan, bergizi dan sesuai dengan kantong backpacker!

Anyway, setelah sarapan saya tidak melewatkan saat-saat terakhir (halah) di Gili Trawangan. Saya berjalan menuju pantai Gili Trawangan. Untuk dapat sampai ke pantai saya harus menyusuri jalan utama Gili Trawangan. Di jalan itu ada beberapa waitress restaurant yang sengaja menggoda saya karena saya orang lokal, memakai kerudung, jalan sendirian lagi. Mau tahu gimana mereka menggoda saya? As always “sendirian aja mbak? kok nggak sama suaminya atau pacarnya sih? Mampir dong mbak…” saya hanya tersenyum mendengar mereka berseloroh seperti itu, lalu saya bilang saja “Iya, nanti saya mampir, mau jalan-jalan dulu ya…”.

jalan utama di Gili Trawangan
jalan di tepi pantai Gili Trawangan
Another side of Gili Trawangan

Beruntungnya jadi Perempuan

Lanjutan dari cerita di sub judul sebelumnya, setelah puas menikmati keindahan pantai Gili Trawangan, saya memutuskan untuk kembali ke guesthouse saya dan berkemas untuk menuju Senggigi. Tapi karena sebelumnya saya sudah janji pada beberapa waitress yang “menggoda” saya untuk mampir, akhirnya saya mampir juga di restaurant itu. Tanpa melihat daftar harga yang ada di menu saya langsung memesan ice lemmon tea karena saya piker ice lemon tea disini tidak terlalu mahal. Just for your information, malam sebelumnya, saat makan malam bersama Peter, saya memesan lemon tea seharga Rp.8000 saja, jadi saya pikir di restaurant ini harga ice lemon tea tidak jauh berbeda atau sama dengan harga di restaurant yang semalam. But, tahukah kamu berapa uang yang harus saya keluarkan untuk segelas lemon tea siang ini??? Rp.21.000!! Dahsyat nggak sih untuk ukuran backpacker kere seperti saya??? Ya jelas sangat dahsyat!! Tapi ya sudahlah, mau bagaimana lagi… salah saya yang tidak melihat daftar menu dan langsung main pesan saja.

Anyway, di restaurant itu saya tidak hanya duduk sendiri sambil menikmati keindahan Gili Trawangan dan (of course) ice lemon tea yang bikin nyesek itu, tapi saya juga ngobrol dengan beberapa waitress yang menggoda saya tadi. Saya ngobrol ngalor-ngidul dengan mereka. Saya juga bertanya kenapa mereka menggoda saya. Jawaban mereka, karena jarang sekali ada turis domestik yang jalan-jalan di Gili Trawangan, mana perempuan, sendirian pula! Jadilah saya santapan utama untuk mereka goda. Sebenarnya itu hanya keisengan mereka saja. Karena setelah ngobrol panjang lebar dengan para waitress restaurant itu ternyata mereka baik-baik semua. Oh iya, saya nggak hanya ngobrol sama waitress saja, tapi juga sama kasir, manajer bahkan koki di dapur. Hehehe… dasar bawel… 😀

foto bersama bartender dan waitress di Gili Trawangan
foto bersama waitress, kasir dan koki di Gili Trawangan

Nggak ada ruginya ngobrol dan memulai pertemanan dengan siapapun. Walaupun awalnya mereka menggoda saya dan sangat annoying, tapi pasti ada manfaat yang bisa diambil. Seperti yang terjadi pada saya saat itu. Saat ngobrol dengan para waitress saya ditanya mau naik apa ke Senggigi nanti? Ya saya jawab saja, saya akan naik public boat dilanjutkan dengan angkutan umum ke Senggigi. Tak disangka, tak diduga, saya malah diajak bareng naik private boat milik pihak hotel dan restaurant tempat mereka bekerja. Jadi, setiap harinya ada beberapa private boat milik beberapa hotel dan restaurant yang ada di Gili Trawangan yang bertugas mondar-mandir ke Bangsal untuk mengambil air tawar sekaligus fasilitas untuk para karyawan hotel. Dan tentu saja private boat itu gratis! Hehehe… jadi saya nggak perlu mengeluarkan uang untuk boat dari Gili Trawangan ke Bangsal. Alhamdulillah… 🙂

Sesampainya di Bangsal, saya sebenarnya ingin langsung naik angkutan umum ke Senggigi. Tapi, salah satu waitress restaurant, namanya Frans, menawari saya untuk bareng naik motor sama dia (kebetulan rumah dia searah dengan Senggigi). Hmm, saya pikir apa salahnya bareng sama dia ke Senggigi. Toh, Frans juga terlihat baik dan tidak akan macam-macam sama saya. Jadi saya mnegiyakan tawarannya. Saya tidak hanya diantar sampai ke Senggigi oleh Frans, tapi Frans juga mencarikan penginapan murah untuk saya di daerah Senggigi. Beruntungnyaaa jadi perempuan! Hehehe… 😀

Senggigi? Not Recommended!!

Saat sampai di Senggigi hari sudah menjelang malam dan karena hujan, maka saya memutuskan untuk mengurung diri di kamar penginapan. Malam harinya saya baru keluar untuk mencari makan malam dan hunting souvenir, oleh-oleh buat teman-teman terdekat saya di Bogor. Di depan penginapan saya ada sebuah took souvenir yang lumayan besar. Saya pikir harga souvenir disana akan sangat mahal. Tapi setelah saya lihat bandrol harga tiap-tiap barang, harga souvenir di toko itu sangat terjangkau kantong backpacker seperti saya ini. Jadilah saya membeli beberapa souvenir khas Lombok disana karena esok harinya saya pasti tidak akan memiliki waktu untuk “blusukan” di pasar pusat oleh-oleh yang ada di Lombok.

Keesokan harinya saya sengaja bangun pagi-pagi. Saya tidak ingin melewatkan kesempatan saya untuk melihat dan menikmati pantai Senggigi yang sangat tersohor itu. Yang ada di pikiran saya saat itu, pantai Senggigi pasti cantik dan tak kalah dengan Gili Trawangan. Tapi betapa kagetnya saya saat mendapati pantai Senggigi dengan keadaan yang cukup menyedihkan! Pantainya jauh dari kata bersih, begitupun juga dengan air lautnya. Jauh banget deh kalau dibandingkan dengan Gili Trawangan. Benar-benar, saya tidak merekomendasikan Senggigi sebagai tujuan utama bagi traveler’s yang ingin melancong ke Lombok.

Senggigi di pagi hari
Senggigi
pantai Senggigi

How Beautiful this Island…

Anyway, walaupun saya sangat kecewa dengan Senggigi. Tapi saya tak bisa memungkiri betapa cantiknya pulau ini (Lombok). Saat perjalanan dari pelabuhan Bangsal ke Senggigi, saya melewati daerah pegunungan Lombok. Daerah itu namanya Nipah. Nah, di Nipah ini kita bisa menikmati keindahan garis pantai beserta lautannya dari ketinggian. Cantik banget deh pokoknya!

Nipah-Lombok
Garis pantai pulau Lombok dari dilihat Nipah
Cantiknya Lombok...

Selain itu, sebelum ke bandara Selaparang, saya diajak Frans ke daerah villa yang ada di Lombok. Dari situ kita juga bisa melihat pantai dan laut dari atas. Bagus banget deh pokoknya… Uhhh, how beautiful this island… 🙂

how beautiful this island (Lombok)
view dari villa di Lombok

Pastinya, Lombok dan Gili Trawangan recommended banget untuk dikunjungi. So, tunggu apa lagi traveler’s? Ayo, ambil ranselmu dan pergilah ke tempat yang kamu inginkan. Yakin deh, pengalaman yang akan kita dapat jauh lebih berharga daripada biaya yang kita keluarkan… 🙂

The End

Continue Reading

Cerita Traveling | Indonesia

“Lost” in Lombok (1)

By on March 4, 2011

Liburan lebaran tahun 2010 tidak hanya saya manfaatkan untuk merayakan lebaran dengan berkumpul bersama keluarga, tetapi juga menjadi satu sesi backpacking yang cukup menyenangkan. Yah, untuk kesekian kalinya saya backpackeran lagi! Kali ini saya memilih rute yang tidak terlalu jauh dari my hometown (Jember), yaitu Bali dan Lombok.

Walaupun dekat dengan kota asal saya, tapi saya merasa sedikit was-was juga dengan sesi backpacking kali ini. Mengapa? Karena ini pertama kalinya saya menjadi seorang solo traveler! What?? Nggak tahu apa itu solo traveler? Kemane aje bang?? Hehehe… canda… 😀 Jadi, solo traveler itu orang yang melakukan suatu perjalanan seorang diri, tanpa ada partner seorangpun. Begitu lho jeng… 🙂

Untuk cerita selama di Bali saya sudah “menuangkannya” disini. Nah, sekarang saya ingin menceritakan pengalaman saya selama di Lombok. Ready for this one? Let’s go! 😀

First Impression

Jika ingin ke Lombok dari Bali, ada beberapa rute yang bisa ditempuh. Yang pertama dengan perjalanan udara dan yang kedua dengan perjalanan darat. Saya ingin mengumpulkan informasi tentang perjalanan termurah ke Lombok dari Bali, oleh sebab itu saya memilih opsi yang kedua.

Sarana transportasi umum di Bali tidak semudah di pulau Jawa. Agak susah menemukan kendaraan umum yang bisa membawa kita ke Padang Bay (pelabuhan yang menghubungkan Bali-Lombok). Informasi yang saya dapat dari Marvin (host saya di Bali), jika Anda yang ingin ke Lombok melalui jalur darat, harus pagi-pagi betul sudah “ngetem” di terminal Ubung-Bali. Mengapa demikian? Karena transportasi umum yang bisa membawa Anda sampai ke padang bay hanyalah bus-bus dari Jawa yang mau ke Lombok. Selain itu, tidak ada transportasi umum lain. So, it’s better to looking for the best host, like mine… 😀

Dari Padang Bay ke Pelabuhan Lembar di Lombok bisa ditempuh dengan menggunakan kapal Ferry selama 4 jam perjalanan. Harga tiket untuk kapal ini relative murah, Rp.31.000 saja! Murah kan?? 🙂 Kapalnya pun lumayan nyaman (untuk ukuran backpacker), ada ruangan ber-AC-nya di dalam. Tapi walaupun lumayan nyaman, bagi saya yang belum pernah naik kapal selama berjam-jam tetap saja bikin perut saya mual karena ombak di tengah laut yang lumayan “mengombang-ambingkan” kapal.

Anyway, di kapal saya duduk berhadapan dengan seorang laki-laki (bapak-bapak). Sebenarnya saya paling malas untuk berkenalan atau menyapa stranger seperti ini. Tapi karena saat itu saya lagi makan, nggak enak dong kalau nggak nawarin. Jadi sebagai basa-basi, saya nawarin dia makan. Terus dia tanya saya darimana dan mau kemana. Ya saya bilang saja kalau saya dari Bogor dan mau ke Gili Trawangan. Setelah saya tahu kalau dia orang asli Lombok, terus saya iseng-iseng nanya sama dia (padahal saya sudah tahu informasi ini), “kalau dari pelabuhan nanti ke Gili Trawangan saya harus naik apa saja ya pak?”. Dia jawab, “mbak harus ke terminal Mandalika dulu, dari sana naik angkutan lagi ke Bangsal. Dari Bangsal baru naik boat sampai ke Gili Trawangan”. Jawaban bapak-bapak ini persis sama seperti informasi yang saya peroleh di internet dan di lonely planet.

Sebelum kapal menepi di pelabuhan Lembar, si bapak mengajak saya untuk turun ke bagian parkiran kendaraan. Awalnya saya sudah parno mau diapa-apain. Tapi ternyata bapak itu mencarikan tumpangan untuk saya, biar saya nggak repot ke terminal Mandalika. Sebenarnya niat bapak ini sih baik, tapi saya menolak niat beliau itu karena saya ingin merasakan naik angkutan umum dan biar bisa jadi salah satu referensi untuk traveler lain yang ingin melakukan perjalanan ke Lombok. Sebelum saya dan bapak itu berpisah, si bapak sempat menanyakan no.hp saya. Awalnya agak was-was sih untuk memberi no.hp saya pada orang baru, tapi karena bapak ini tidak menampakkan gelagat yang mencurigakan, jadi saya berani memberi no.hp saya pada dia.

Pengalaman pertama bertemu dengan orang asli Lombok memberikan first impression yang berbeda pada saya. Saat itu saya masih bingung, apa orang Lombok emang asli baik dan suka menolong orang atau ada “udang dibalik batu?”

Ramahnya Orang Lombok

Setelah sampai di pelabuhan Lembar, saya mencari angkutan umum tujuan terminal Mandalika. Tidak terlalu sulit mencari angkutan di pelabuhan ini karena akan ada orang yang menawari dengan bilang, “mau kemana mbak? Terminal Mandalika ya?”. So kalau ada orang seperti itu, ikut saja dengannya dan nanti ia akan menunjukkan pada kita angkutan mana yang dapat membawa kita ke terminal Mandalika.

Anyway, perjalanan dari pelabuhan Lembar sampai ke terminal Mandalika lumayan jauh, sekitar satu jam perjalanan dengan ongkos Rp. 10.000,-. Kalau kita ingin ke Gili Trawangan dari terminal Mandalika harus naik angkutan sekali lagi. Angkutan ini akan membawa kita sampai ke Pemenang, satu kecamatan yang terdekat dengan Bangsal (pelabuhan menuju ke Gili Trawangan). Nah, saat saya sampai di terminal Mandalika, angkutan ke Pemenang sudah tidak ada sama sekali karena saat itu masih dalam suasana lebaran. Tapi Alhamdulillah, sopir angkutan saya baik sekali, ia mengantar saya sampai di Cakranegara. Menurut dia, kalau saya menunggu angkutan di Cakranegara akan lebih mudah daripada menunggu di terminal Mandalika. Saya nurut aja.

Ternyata di Cakranegara tidak hanya saya yang menunggu angkutan ke daerah Lombok Utara. Ada dua penumpang lain (satu mbak-mbak dan satu bapak-bapak) yang juga sedang menunggu angkutan yang sama. Melihat barang bawaan saya yang lumayan besar (satu carrier 45 liter) si bapak itu bertanya pada saya, “dari mana?”, “mau kemana?”, “kok sendirian aja?”. Gubraks, ujung-ujungnya nanyain pertanyaan yang selalu bikin saya speechless menjawabnya. Ya saya jawab saja semua pertanyaan si bapak, saya bilang kalau saya dari Bogor, mau ke Gili Trawangan untuk jalan-jalan, dan saya sendirian karena tidak ada teman yang mau diajak traveling bareng soalnya masih pada liburan lebaran semua sama keluarga masing-masing. Mendengar saya mau ke Gili Trawangan, si bapak dan mbak-mbak itu agak mengkhawatirkan apakah saya masih bisa dapat boat terakhir kesana? Tak diduga, tak disangka (halah), si bapak spontan menawari saya untuk menginap di rumahnya kalau saya ketinggalan boat terakhir ke Gili Trawangan. Awalnya saya agak-agak parno dengan orang baru seperti itu, tapi setelah melihat ketulusan dan kesungguhannya saat menawari saya, saya jadi berpikir kalau bapak ini memang benar-benar berniat untuk menolong saya kalau saya sampai ketinggalan boat terakhir. Baik banget ya… Hmmm… ramahnya orang Lombok! 🙂

Agak lama saya menunggu angkutan ke Bangsal, agak ketar-ketir juga sih… takut angkutan yang kesana memang sudah habis. Tapi Alhamdulillah, ternyata masih ada satu angkutan menuju ke Bangsal yang melintas di Cakranegara. Memang, keadaan angkutannya saat itu lumayan penuh, tapi masih cukup lah untuk menampung tiga orang lagi. Karena bawaan saya lumayan besar, si bapak-bapak dan mbak-mbak tadi mempersilahkan saya duduk di depan, dekat dengan pak sopir. Tapi saya nggak sendirian duduk di depan, dekat dengan pak sopir karena masih ada satu orang ibu-ibu yang juga duduk di depan. Ibu-ibu itu ternyata si istri pak sopir. 😀 Oh iya, sama seperti ongkos dari Lembar ke Cakranegara, ongkos dari Cakranegara ke Lembar Rp.10.000 saja.

Sama seperti orang-orang sebelumnya, melihat saya bawa “gembolan” segede-gede gaban, pak sopir sama bu sopir langsung nanya “Kamu dari mana? Mau kemana?” dan, as always, pertanyaan yang paling mematikan adalah… “kok sendirian?”. Tapi kali ini saya sudah kebal dengan pertanyaan itu, saya menjawab semua pertanyaan dengan santai dan penuh senyum. Sama seperti si bapak-bapak dan mbak-mbak tadi, si pak sopir dan bu sopir juga mengkhawatirkan apakah saya masih bisa dapat boat ke Gili Trawangan? Dan sama juga seperti bapak-bapak tadi, si pak sopir juga menawari saya untuk manginap di rumahnya kalau saya ketinggalan boat. Tawaran itu di-iya-kan oleh si ibu sopir, bahkan si ibu sopir menguatkan tawaran itu dengan bilang kalau di rumahnya banyak anak muda. Jadi saya bisa ngobrol-ngobrol dengan mereka. Ya ampun, benar-benar orang Lombok ramah sekali ya… 🙂

Seharusnya saya naik angkutan hanya sampai di Pemenang saja. Dari Pemenang saya harus naik ojeg (ongkos ojeg Rp.2000) menuju pelabuhan Bangsal. Tapi mungkin karena si pak sopir kasihan sama saya, saya tidak disuruh turun di Pemenang, tapi saya diantar sampai ke pelabuhan Bangsal. Alhamdulilah… 🙂

Gili Trawangan, I’m Comin’… 😀

Sampai di pelabuhan bangsal kita bisa langsung membeli tiket boat ke Gili Trawangan. Harganya cukup murah, hanya Rp.10.000/orang untuk sekali jalan (one way). Dan saya pun langsung membelinya. Tapi ada satu catatan, jika traveler’s sampai di pelabuhan Bangsal sudah agak larut (seperti saya, jam 5 sore-an), hati-hatilah pada para calo yang bilang kalau sudah tidak ada boat lagi yang akan ke Gili Trawangan. Biasanya dia akan menawarkan tiket private boat dengan harga jauh diatas harga public boat. Padahal tiket yang mereka jual itu ya sama saja dengan tiket public boat.

Anyway, di kursi penumpang hanya ada 2 orang local, saya dan seorang bapak-bapak. And… as always, si bapak-bapak itu tanya pada saya (sekali lagi harus saya tulis, “Kamu dari mana? Mau kemana? Kok sendirian?”. Setelah saya menjawab semua pertanyaan si bapak, saya bertanya balik ke beliau “ngapain ke Gili Trawangan?”. Ternyata si bapak itu sedang mengantar dua orang bule dari Austria. Saya lalu berkenalan dengan kedua itu. And, you know, mereka surprise banget waktu tahu kalau nama saya Vina, karena nama saya sama seperti ibukota negara mereka, Vienna.

Setelah ngobrol sebentar dengan dua bule Austria itu saya lalu ngobrol dengan si bapak-bapak guide. Saya tanya-tanya ke beliau tentang Gili Trawangan, terutama tentang penginapan murah yang ada disana. Yah, tahu lah, saya jalan-jalan kan on budget banget… hehehe… 😀 Si bapak menyarankan saya untuk mencari penginapan yang agak masuk ke dalam-dalam gang, jangan yang terlalu dekat dengan pantai. Menurut beliau harga penginapannya akan lebih murah.

Sesampainya di Gili Trawangan bapak itu tidak bisa mengantar saya mencari penginapan karena ia harus menemani dua bule Austria menuju penginapan mereka. Tapi ada satu kenalan si bapak yang akhirnya menemani saya mencari penginapan. Setelah keluar masuk beberapa penginapan akhirnya saya menemukan satu penginapan yang masih available dan sesuai dengan budget saya, maklum lah saat saya ke Gili Trawangan sedang high season, jadi agak susah menemukan penginapan yang masih available dengan harga yang masuk akal.

Nama penginapan saya “Rumah Hantu”. What??? Yes, seriously, namanya itu. Letaknya memang agak masuk ke dalam-dalam gang sih. Tapi lumayan lah, tempatnya asri dan bersih, walaupun memang air untuk mandi berasa agak asin. Rate per malam untuk penginapan ini Rp.100.000 with breakfast. Tapi karena budget saya untuk penginapan di bawah Rp.100.000, maka saya coba nawar penginapan itu. Dapet deh Rp.80.000, but without breakfast. 😀

Penginapan Rumah Hantu Gili Trawangan
Penginapan Rumah Hantu Gili Trawangan

To be continued…

Continue Reading