Asia | Cerita Traveling

The Incredible Experience from Backpacker’s Social Network (CouchSurfing)

By on January 5, 2012

Setelah Ditipu Cyclo-shit!

Kejadiannya terjadi saat saya melakukan Asean Trip tahun 2010 yang lalu. Seperti sudah pernah saya ceritakan sebelumnya kalau saya dikelabui sama cyclo saat traveling ke Vietnam (traveler bisa baca disini), saat itu keadaan saya benar-benar galau. Saya shock luar biasa harus kehilangan $70 di hari pertama saya kelilig Asean. Dengan bercucuran air mata (halah, lebaydotcom!) saya menguatkan hati saya (lebay lagi) untuk mengirim message di Grup Saigon yang ada di situs jejaring sosial untuk para backpacker couchsurfing.org (CS).

Pada message tersebut saya menuliskan kalau saya baru saja kena tipu sama tukang cyclo yang namanya Tram. Saya ingin bertemu dengan orang lokal (orang asli Vietnam) untuk curhat dan ngobrol agar pandangan negatif saya terhadap orang Vietnam bisa terhapus. Ada beberapa orang yang membalas message saya, salah satunya memberi tahu kalau malam itu akan ada kopdar CS Saigon. Di kopdar itu akan hadir juga ambassador Saigon. Jadi saya bisa menceritakan pengalaman buruk saya selama di Vietnam padanya. Tapi nggak ada satupun message balasan yang bilang kalau mau ketemu saya.

Ben Thanh Market

Singkat cerita, daripada saya “meng-galau” terus berdua sama backpacking-mate saya saat itu (@Nisunn), meratapi nasib telah kehilangan $70, kami memutuskan untuk keluar jalan-jalan ke Ben Than Market yang lokasinya tidak terlalu jauh dari hostel kami. Memasuki Ben Thanh Market saya merasa seperti sedang berada di pasar Bringharjo, Jogja. Saya melihat berbagai macam barang dan juga proses jual beli yang sedang terjadi disana. Saat sedang asik-asiknya melihat-lihat dan sedikit melupakan pengalaman nggak ngenakin yang baru saja saya alami, tiba-tiba ponsel saya bunyi. Nomor yang tertera di layar ponsel tidak saya kenali, dan kode negara yang muncul adalah kode Vietnam! Saya langsung berpikir kalau ini pasti salah satu member CS yang telah membaca curhatan saya di grup Saigon. Saya senang luar biasa karena ada orang Vietnam yang peduli pada saya. Saya angkat telepon itu, seseorang bernama Nguyen berbicara di seberang sana. Kami lalu berjanji untuk bertemu di patung kuda yang terletak di depan Ben Thanh Market.

Baiknya Orang Vietnam

Saya dan Nisun langsung ngacir menuju tempat yang telah disepakati. Kami nggak harus menunggu terlalu lama sampai orang yang bernama Nguyen itu muncul di hadapan kami. Nguyen ternyata nggak hanya seorang diri. Dia juga membawa satu orang temannya yang bernama Fini. Huaaa… Senangnya… Akhirnya saya bertemu dengan penduduk lokal Vietnam yang baik hati. 🙂

Saat Nguyen dan Fini datang, kami langsung ngobrol akrab seperti 4 orang yang telah berkawan lama. Lalu saya mengingat sesuatu. Saya bertanya pada Nguyen (tentunya dalam bahasa Inggris) “Kamu tadi baca message curhatan saya di grup Saigon ya?”. Nguyen menjawab nggak. Saya bingung, dari mana dia tahu kondisi saya dan no telepon saya kalau dia tidak membaca message itu? Terus saya bertanya lagi, “Kamu member CS, couchsurfing, kan?”. Nguyen menjawab, “Emang, CS, couchsurfing, itu apa?”. Walah saya jadi makin bingung lagi. Nguyen bukan member CS juga! Terus dia bisa tahu saya dari mana???

Anyway, dari patung kuda, Nguyen dan Fini membawa saya ke salah satu resto yang ada di Ho Chi Minh City. Disitu kami dikenalkan dengan satu orang teman mereka berdua, namanya Nhan. Setalah itu kami diajak jalan-jalan menikmati Ho Chi Minh City di malam hari dan mereka juga mengantar saya & Nisun kembali ke hostel. Saya senang sekali bisa bertemu dengan orang lokal yang bener-bener baik walaupun masih muncul pertanyaan dalam hati, bagaimana mereka bisa tahu tentang saya padahal mereka bukan member couchsurfing?

ki-ka: Fini, Nguyen, Nhan

The Truth Behind…

Pertanyaan itu terjawab keesokan harinya saat saya menyempatkan diri untuk browsing internet, ngecek email dan beberapa account pribadi sebelum melakukan tour ke Cu Chi Tunnel dan Cao Dai Temple. Salah satu account yang saya cek adalah account saya di couchsurfing.org. Ada satu message yang berasal dari kawan saya, namanya Anya (@njamalia).

Anya dan saya berteman sejak kami berkesempatan ke Jerman untuk menghadiri ISWI 2009. Anya juga salah satu member di CS dan ternyata Anya juga ikut grup Saigon karena dia pernah ikut pertukaran pelajar disana. Nah, oleh sebab itu, teman-teman Anya di Ho Chi Minh City lumayan banyak.

Anyway, Anya tahu kondisi saya yang abis ditipu cyclo saat dia membaca thread di grup Saigon. Dia mungkin bisa merasakan apa yang saya rasakan saat itu (halah!), lalu dia langsung menghubungi salah satu temannya di Ho Chi Minh City. Namun sayang sekali, ternyata teman Anya itu lagi nggak ada di Ho Chi Minh City, jadinya dia nggak bisa nolong saya secara langsung. Tapi, itulah “hebatnya” jalur pertemanan ala backpacker, teman Anya (yang nggak kenal saya sama sekali) menghubungi temannya (bingung kan lo sama bahasa gw, temannya ngubungin temanya… baca pelan-pelan deh kalo bingung! Hahaha… *sengaja bikin puyeng). Teman yang dihubungi oleh temannya Anya ini juga bukan member couchsurfing.org. Nah, teman yang dihubungi temannya Anya itu nggak lain dan nggak bukan adalah Nguyen dan Fini! (Sudah nyambungkah dengan cerita saya?). Pantas aja waktu saya nanya tentang couchsurfing ke Nguyen dan Fini mereka plonga-plongo! 😀

Mau tahu baiknya Nguyen, Fini dan Nhan lagi? Kalau mereka nggak bisa nemenin saya&Nisun jalan-jalan, mereka mengusahakan agar ada teman lain yang bisa menemani kami. Kami jadi punya 2 teman baru dari Vietnam, namanya Phan dan Dona.Phan dan Dona menemani saya city tour di Ho Chi Minh City by walk. Selain itu Nguyen, Fini dan Nhan juga mengusahakan agar saya dan Nisun dapet tumpangan nginep di rumah teman mereka (namanya Mei) selama 1 malam karena budget kami untuk akomodasi di Vietnam sudah habis “digondol” si cyclo-shit itu!

ki-ka: Nisun, Dona, Phan, Saya
Nisun lagi nyoba baju adat Vietnam punya Nguyen

Hhhmmmm… Itulah hebatnya couchsurfing.org, salah satu website jejaring sosial bagi para backpacker. Kalau kita nggak bisa nolong langsung backpacker lain yang lagi kesusahan, kita bisa minta bantuan pada orang lain. Dan bisa jadi orang lain itu bukan member couchsurfing. Ternyata masih banyak ya orang baik di dunia ini… Setelah ditipu abis-abisan ama si cyclo-shit, saya ketemu sama penduduk lokan yang sangat friendly dan juga helpfull banget. Yang pasti saya juga nambah teman…

Satu hal yang harus diingat adalah, semua itu nggak bakalan terjadi tanpa adanya “tangan tak terlihat” yang akan selalu menolong kita dengan caraNya. Terima kasih ya Allah untuk pertolonganMu saat itu… 🙂

*****

Special Thank’s to:

1. Allah SWT

2. Anya, yang udah ngubungin temannya di Ho Chi Minh City

3. Temannya Anya, which is namanya Thanh, sengaja di atas nggak saya tulis nama dia biar traveler rada riweuh bacanya. Hahaha..

4. Nguyen, Fini, Nhan, Phan dan Dona…

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

Vietnam Utara dan Vietnam Selatan

By on January 1, 2012
Vietnam (Image from www.vnvietnamtours.com)

Vietnam, ada beberapa kenyataan tentang Vietnam yang baru saya ketahui ketika saya berkesempatan mengunjungi negara itu. Hal-hal tersebut saya ketahui saat saya ngobrol dengan orang lokal Vietnam. So, this is it…

Vietnam terbagi menjadi 2, Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Namun, tetap satu negara.

Vietnam Utara beribukota Hanoi. Sedangkan Vietnam Selatan, ibu kotanya adalah Ho Chi Minh City.

Sama seperti Korea, Vietnam Utara menganut paham komunis-sosialis sedangkan Vietnam Selatan lebih demokratis.

Vietnam Utara memiliki 4 musim (tapi tidak ada salju) sedangkan Vietnam Selatan hanya 2 musim. Kenyataan ini yang benar-benar baru saya tahu. Lucu juga ya, 1 negara punya dua musim. 😀

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

I’m Rich in Vietnam!

By on May 19, 2011
Vinaphone

Vietnam, salah satu Negara yang berada di kawasan timur Asia Tenggara. Saat ini, sama halnya seperti Indonesia, Vietnam sedang membangun negaranya setelah luluh lantak akibat perang. Karena sedang membangun otomatis banyak perusahaan-perusahaan yang berdiri di negeri itu, misalnya saja Vinasun Taxi, Vinaphone, Vinamilk, dan Vina-Vina yang lain.

What?? Vina?? Itu kan nama saya?? Yup, sebagian besar perusahaan di Vietnam menggunakan nama “Vina” yang diakhiri dengan produk mereka sebagai brand-nya. Hahaha… saya jadi berasa seperti owner dari semua produk dengan brand “Vina”. So, I’m a rich woman in Vietnam!! 😀

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

Italiano-Itelato

By on October 27, 2010

Apa yang terpikirkan ketika mendengar “cowok Italia”? pasti yang terbersit pertama kali adalah parasnya yang (sudah terkenal) ganteng. Karena kegantengannya itu, sampai-sampai Trinity menulis dalam bukunya, bahwa tukang ledeng sekalipun juga cakep sehingga Trinity bisa nggak berkedip ngelihatin tukang ledeng di Italia! Hehehe… 😀

Italian man

Yup, cowok Italy memang cakep-cakep, saya suka alisnya yang tebal dan mata elang mereka. Tetapi gambaran tentang cowok Italy itu langsung rusak seketika saat saya sedang backpacking ke Vietnam, tepatnya di Ho Chi Minh City (Saigon).

Waktu itu saya mengambil paket tur ke 2 destinasi wisata yang ada di sekitar Saigon, Cao Dai Temple dan Chu Chi Tunnel. Paket wisata ini tidak private, jadi ada beberapa wisatawan lain yang juga ikut paket tur itu. Nah, 3 wisatawan yang ikut paket tur itu tidak lain dan tidak bukan adalah cowok-cowok Italy. So, apa hubungannya dengan judul tulisan ini???

Jadi begini, paket tur dimulai jam 8 pagi, tapi kami-kami, para wisatawan sudah harus stand by dari jam setengah 8. Saya on time dong. Secara ya, yang namanya jam karet jangan dibawa-bawa ke luar negeri deh! Malu-maluin nama besar bangsa Indonesia aja.

Sekitar jam 8 kurang saya sudah naik bus wisata. Tapi anehnya, sampai jam 8.20, bus tidak kunjung berangkat. Saya dan wisatawan yang lain mulai tidak sabar menunggu. Tour guide akhirnya menjelaskan kenapa kami tidak kunjung berangkat, ternyata kami sedang menunggu 3 wisatawan lain yang tidak kunjung datang. Huuhh, paling bête deh kalo harus menunggu orang seperti ini… Jadi berasa di-dzolimi gitu… 🙁

Akhirnya, tuh orang yang kita tunggin nyampe juga jam setengah sembilan, so bus pun langsung berangkat ke destinasi pertama yang akan kami kunjungi, Cao Dai Temple. Dalam perjalanan, tour guide menjelaskan banyak hal tentang Vietnam dan juga tentang dua tempat yang akan kami kunjungi. Selain itu dia juga menjelaskan berapa lama kami akan mengunjungi Cao Dai Temple dan jam berapa semua wisatawan sudah harus berada di dalam bus lagi lalu melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya.

Guess what??!! Walaupun si tour guide sudah menjelaskan dengan terperinci dan sejelas-jelasnya tentang rule wisata hari itu tapi tetap aja tuh 3 cowok Italy yang kebetulan satu perjalanan sama kami telat-telat juga! Bukan hanya telat, karena mereka melebihi tenggat waktu yang diberikan tour guide untuk keterlambatan, jadi mereka kami tinggal deehhh… Bye-bye Italian youngsters! 😀

*****************************************************

Huuhh, ternyata bukan orang Indonesia saja yang terkenal dengan jam karet ya? Orang Italy juga jam karet juga! Hehehe… tapi emang sih, kita nggak bisa men-generalisir perilaku orang Italy dengan hanya melihat kelakuan 3 penduduk mereka. Tapi pengalaman pertama saya bertemu dengan orang Italy, I mean cowok Italy memberikan first impression yang cukup buruk di mata saya. Cakep-cakep tapi kok telatan!

Ya sudah lah, mari kita ambil hikmah dari kejadian ini. Yang pertama, kebiasaan ngaret jangan dibawa-bawa ke negeri orang, bikin nama negara kita minus di mata orang lain. Yang kedua, pilihannya adalah telat atau ketinggalan (seperti yang dialami ketiga cowok Italy itu).

Yang pasti, akan lebih baik membiasakan budaya on time dan meninggalkan yang namanya jam karet. Jangan seperti si Italiano yang Itelato itu ya… Hehehe… 😀

Happy traveling ya readers… 🙂

Denpasar, 27 Oktober 2010 15:40

~Okvina Nur Avita

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

First Day in Ho Chi Minh City (Saigon), Vietnam

By on February 28, 2010

3 Februari 2010, jam 19.30 waktu Ho Chi Minh City (HCMC), yang ternyata gak ada beda dengan waktu Indonesia bagian barat, saya dan salah seorang teman saya (Nisun) landing di Bandara Interenasional HCMC. Setelah ngurus perimigrasian dan baggage plus nukerin uang dari US dolar (USD) ke Dong Vietnam (VND), lalu kami keluar dari areal bandara. Saat itu saya merasa seperti “lost in HCMC!”. I don’t know what to do and I don’t know where to go! Memang, ini bukan pertama kalinya saya ke luar negeri, sebelumnya saya sudah dua kali ke luar negeri (ke Sabah-Malaysia dan ke Jerman), tapi yang sebelumnya itu kan sudah terorganisir dengan baik karena termasuk dalam program pertukaran pelajar dan international conference. Jadi pas nyampe bandara negara yang bersangkutan, udah ada yang ngejemput. Gak seperti sekarang ini. Saya hanya bisa melihat barisan para penjemput yang diantaranya ada yang mengangkat kertas bertuliskan nama orang yang dijemputnya. Saya berharap ada nama saya tercantum di salah satunya. Tapi walaupun sudah berulang kali melihat ke barisan para penjemput itu, tetap saja nama saya tidak ada! Ya iyalah, lha wong saya tidak punya kenalan sama sekali di HCMC ini! Hehehe… :P. Yang ada juga sopir-sopir taxi nawarin jasanya ke kami! Huuhhh, sama aja ternyata seperti di Jakarta!

baru sampai di bandara Ho Chi Minh City, Vietnam
Bandara Ho Chi Minh City, Vietnam

Anyway, setelah celingak-celinguk kesana-kemari dan setelah selesai “euforia sesaat”, akhirnya Nisun bilang sesuatu yang cukup ngagetin saya, “Nok (gak tahu kenapa dia manggil saya Denok, padahal nama saya Vina, jauh banget kan ya?), ada KFC! Kita makan dulu aja yuukkk…”
“Mana?”, tanya saya.
“Itu, di mall depan”, jawab Nisun sambil menunjuk sebuah mall di depan bandara.
Karena kami berdua sama-sama kelaperan setelah sebelumnya nahan diri untuk gak makan apapun selama 3 jam penerbangan (maklum, tiket murah, jadi gak dapet makan! Dan gak boleh makan+minum dari makanan yang dibawa dari luar pesawat). Akhirnya kami makan dulu di KFC depan airport, yang setelahnya baru saya tahu kalau itu adalah salah satu mall high class yang ada di HCMC! Parkson gitu…

Saya dan Nisun makan di KFC paket nasi, 2 chicken stripes, 1 sup ayam, dan 1 pepsi cuman 29.000VND, atau sama dengan Rp.14.500! kalo menurut saya sih, itu murah banget… soalnya chicken stripes-nya lumayan gede-gede walopun cuman dapet dua biji! Selain itu, paket KFC disini beda sama KFC di Indonesia. Disini kita dikasih sayur juga (baca: lalapan), jadi ada irisan timun plus wortel, persis kalo kita beli pecel ayam di Indonesia. Terus kita juga dikasih semacam saus, bukan saus sih, aku gak tahu namanya apa, yang pasti warnanya kuning keijoan dan agak kental. Soal rasanya? kalau menurut saya cukup enak, apalagi kalau dimakan sama chicken stripes. Yummy… 🙂 Yang pasti gak ada ruginya deh makan di KFC-Parkson depan Bandara! Tapi lucu juga ya, masa udah jauh-jauh ke Vietnam, makannya KFC-KFC juga! Hehehe… Sebenernya pertimbangan utama makan di KFC karena faktor harga, harga KFC yang paling murah diantara counter makan lain di food court-nya Parkson depan bandara HCMC.

Buat anda yang kelaparan setelah penerbangan sekian jam menuju HCMC, saya menyarankan untuk makan di food court yang ada di Parkson depan bandara HCMC. Disana gak cuman ada KFC aja, banyak counter makan lain, sama lah seperti mall-mall yang ada di Indonesia. Untuk yang mau kuliner masakan khan Vietnam, Pho 24 yang sangat terkenal itu juga ada disini.

Oke, balik lagi ke cerita makan saya. Setelah semua makanan saya habis, akhirnya saya dan teman saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Kalo baca dari informasi di WikiTravel tentang HCMC, dari bandara ada bus umum yang ngangkut penunpang sampai di pusat kota. Ongkos untuk naik bus ini sangat murah, cuman 3000VND/orang, atau setara dengan Rp.1500/orang! Murah kan?? But unfortunately, bus ini cuman beroperasi sampai jam 7 malem aja… Sedangkan saya sama Nisun baru landing jam setengah delapan malem, masih harus ngurus ini-itu yang berkaitan dengan perimigrasian dan baggage, praktis baru bisa keluar dari bandara jam delapan malem. Ya udah abis lah itu bus…

Setelah selesai makan, saya nanya ke store manager KFC tentang gimana caranya sampe ke daerah Bui Vien di district 1, daerah jajahannya para backpacker. Saya sengaja nanya ke store manager KFC yang saat itu lagi di luar karena saya mikir dia orang yang cukup netral untuk ngasih pertimbangan sarana transportasi yang pas untuk kantong backpacker supaya bisa sampai di district 1, dan seenggaknya dia ngerti kalo diajak ngomong pake bahasa Inggris. Dia nyaranin saya untuk naik taxi, tapi saya nanya lagi, “ada nggak yang lebih murah dari taxi? Because for me, taxi is really expensive… how about motorbike (baca:ojeg) in front of this building? I saw there are some people asked me to ride the motorbike with him”.
Si store manager bilang, “no, it’s not safe…”
Terus saya nanya lagi, “jauh ya Bui Vien dari sini? Bisa gak sih kalau saya jalan kaki saja?
Dia jawab, “of course (of course untuk jauhnya), it’s about 10kms! And I’m not recommend you to walk, so taxi is the best choices I think” (FYI: dia ngomongnya nggak sejelas ini, hanya beberapa patah kata aja, tapi untungnya saya ngert apa yang dia maksud).
“So do you know how much I must pay for the taxi to this place (sambil nunjuk alamat) from here?”
Dia nggak ngeh.
“How much the price, price (sengaja saya tekankan biar dia ngerti), for taxi?”, hadooh, gini nih, kalo ngomong sama orang yang kurang bisa bahasa Inggris, bahasa Inggris kita jadi kacau juga…
“Oh, (dia baru ngeh), maybe it’s about 50.000-70.000VND”
Jeger!! Jauh banget ya dari harga bus yang cuman 3.000VND…
Akhirnya, saya tinggalin tuh manager, tapi gak lupa bilang thank you very much dan memberinya senyum termanis saya.

Saya sama Nisun turun ke lantai paling bawah, dan menuju pintu keluar. Disana ada airport suttle bus point dan ada penjaganya. Saya nanya ke penjaga itu gimana caranya kalau mau sampe ke district 1. Jawaban yang dia kasih sama seperti jawaban si store manager KFC tadi, cuman bedanya dia bilang biaya taxinya bisa sampe 5-7USD! Gila!! Lebih mahal dari kata si store manager KFC! Sebagai seorang budget traveler atau backpacker, setiap lembar uang yang dikeluarkan harus diperhitungkan dan sebisa mungkin ditekan seminim-minimnya, karena uang yang kita bawa tidak banyak dan sudah ada pos-posnya masing-masing. Jadi kalo ada pengeluaran yang di luar pos, harus bener-bener untuk hal yang worth it.

Anyway, saya setengah nggak percaya dengan berapa banyak uang yang harus saya bayarkan kalau saya naik taxi, sampai saya bilang “hah? Really??”
Terus petugas itu bilang, “yah, kamu bisa lihat nanti di meterannya”
Tapi saya jawab, “tapi kalo pake meteran saya takut dibawa muter-muter sama sopir taxi… kamu tahu kan kalo saya bukan orang sini dan saya bener-bener nggak tahu daerah sini…”
Akhirnya si petugas itu nawarin diri untuk menawarkan dirinya nganter saya ke Bui Vien karena saya cantik! (eh, nggak ding, bohong, maksud saya bukan bohong kalau saya cantik, tapi bohong kalau dia menawarkan dirinya untuk nganter saya, hahaha… :D). Yang bener, dia menawarkan diri untuk nawarin harga ke tukang taxi. Si tukang taxi minta 6 USD, cuman saya melas-melas minta 5 USD. Deal. Pintu taxi dibuka, dan saya sama Nisun pun masuk. Taksinya namanya Vinasun lho! Hehehe, kayak nama saya ya? Atau tepatnya gabungan nama saya dan Nisun.

Vinasun Taxi, Vietnam

Taksi di Vietnam gak sama seperti taxi di Indonesia. Kalo di Indonesia taksi kan pake mobil sedan, tapi kalau disini pake mobil kijang inova, jadi bisa muat 7-9 orang penumpang sebenernya… Jadi buat Anda yang ke HCMC rombongan bareng sama temen atau keluarga, naik taxi juga bisa jadi alternatif terbaik untuk berkendara disini karena harga yang harus dibayarkan bisa di-share dengan jumlah orang yang ikut naik taxi, dengan catatan Anda dapet sopir taxi yang baik, jadi nggak muter-muter untuk sampe ke tempat tujuan. Sebagian besar taxi di HCMC memang pake inova, tapi ada juga yang pake mobil sedan kok, tapi jumlahnya dikit banget… Satu hal lagi yang unik dari taxi di HCMC adalah, diatas mobil, disebelah papan nama yang ada lampunya dan bertuliskan “taxi”, juga ada bendera Vietnam berukuran kecil. Lucu deh ngeliatnya berkibar-kibar kalo mobil lagi jalan… Eh iya, mobil di Vietnam kemudinya di kiri, jadi arah jalan di Vietnam berlawanan dengan arah jalan di Indonesia, tapi persis seperti arah jalan di Europe atau di Amrik. Jadi berasa lagi disana aja… ^_^

Ternyata bener kata store manager KFC dan petugas airport suttle bus kalo dari bandara-district 1 itu jauh! Dan saya nggak muter-muter… Saya malah jadi seneng karena berasa seperti night city tour gitu… 🙂

Ho Chi Minh City itu kotanya bersih, terus adem lagi… Enak deh suasananya disini. Terus banyak taman kotanya juga, hal ini jadi salah satu alasan yang ngebuat suasana kota ini terlihat lebih romantis. Ditambah lagi dengan bangunan – bangunan peninggalan Perancis yang masih terawat, semakin membuat kota ini lebih cantik!

Vietnam terkenal dengan negara skuter. Terlihat di HCMC sebagai salah satu bagian dari Vietnam, disini banyak sekali pengendara sepeda motor, ngebuat jalanan jadi padat. Tapi walaupun begitu, saya masih belum melihat kemacetan disini. Atau mungkin, karena sudah jam 9 malam? Kita lihat saja besok apa yang akan saya temukan disini…

And, tadaaa… akhirnya saya sampe di daerah Bui Vien, district 1, daerahnya para backpacker dari seluruh dunia. Dari info yang saya dapatkan di internet, salah satu hostel yang cukup murah disini itu Yellow Hostel dengan harga 7 USD/night/person, tapi sayang pas kesana ternyata udah fully booked. So, saya dan Nisun keluar dari hostel itu dan cari hostel yang lain buat nginep. Padahal ya, niat awal mau nginep di bandara karena mikirnya sayang kalo duit cuman dipake buat naik taxi dan nginep beberapa jam doang. Saya dan Nisun udah siap bawa sleeping bag juga. Tapi karena bawaan yang lumayan banyak (1 carier ukuran 45 liter) dan karena Nisun di malam sebelumnya cuman tidur 2 jam karena harus ngebutin perbaikan skripsinya, akhirnya kami memutuskan untuk “ngamar” di hostel malam pertama ini (halah, bahasanya… :P)

Bui Vien (Backpacker Area), District 1, Ho Chi Minh City-Vietnam
Bui Vien (Backpacker Area), District 1, Ho Chi Minh City-Vietnam

Yup, baik lagi ke usaha cari hostel lain. Saya sudah berpikiran kalo hostel-hostel pada penuh karena saya nggak booking dulu, tapi ternyata saya salah. Dari seberang Yellow House ada ibu-ibu, yang setelahnya saya tahu bahwa ia pemilik hostel, melambaikan tangannya ke saya (kalo kata orang jawa, ngawe-awe) untuk nawarin hostelnya (lucu ya? Kayak ke temen aja, pake lambaian tangan segala… :D). Terus saya kesana. Saya langsung to the point, nanya berapa harga sewa kamar per malemnya.
Dia bilang, “thirty dolars”
“What? Thirty or thirteen?”
“Thiry”, dia ngotot.
Saya melongo, mahal banget pikir saya…
Terus dia bilang lagi, “one and three”, sambil mengacungkan jarinya menjadi melambangkan simbol angka satu dan tiga.
“Ooohh”, ujar saya ngerti maksud dia. “One and three, not three and zero, right?”
“Yeesss…”, ujar dia sambil tertawa lebar.
Terus saya diajak ke lobby hostel miliknya, lalu dia menjelaskan kondisi kamarnya menggunakan beberapa simbol-simbol, lucu deh. “Kasurnya gede, double, ada TV, kulkas, bathroom inside with hot and cold water, pake van, bukan AC”
Tapi saya nggak mau terjebak, saya nanya lagi sama dia, “13USD itu untuk satu orang atau dua orang?”
Dia jawab, “13 dolars/room/night for two persons”.
“Oh, okay, I’ll take it”
Deal.

Phoenix 74 Hostel, Ho Chi Minh City-Vietnam (maap berantakan... hehehe...)

Kalo dipikir-pikir sih, lebih murah daripada yang di Yellow House. Di Yellow House itu 7 USD/night/person, berarti kalo dua orang jadi 14 USD kan? Mana itu untuk harga untuk dorm, jadi kalo dorm itu satu kamar bisa berisi 4-8 ranjang susun dan kamar mandinya ada di luar untuk barengan, persis seperti di kos-kosan yang ada di Indonesia. Sedangkan di tempat saya yang sekarang, Phoenix 74, cuman 13 USD/room atau 6,5 USD/person-nya dan itu personal, bukan dorm, so bisa lebih private… Setelah sampai di kamarnya, kamarnya bersih dan lumayan PW juga kok, walaupun emang sih lorong menuju kamar rada kurang “terawat”. Tapi walaupun cuman hostel (motel kalo di Indonesia), ada lift-nya juga lho! Ckckck… gak capek deh walaupun kamar saya di lantai 7, lantai paling atas. Satu lagi nilai plus kamar saya ini, kamarnya menghadap ke jalan, jadi bisa ngelihat suasana di sekitar Bui Vien dari atas… ^_^

Ho Chi Minh City or Saigon, 4 Februari 2010 02:14
~Okvina Nur Alvita

Continue Reading