Ladies Traveler

Perempuan Juga Bisa Keliling Dunia
Asia | Cerita Traveling | Thoughts

Selera Bule-Bule Itu…

March 24, 2010

Selama di perjalanan dari Kamboja menuju Thailand saya satu bus dengan turis-turis lain. Dan semuanya bule!! Hanya saya dan Nisun yang orang Asia. Mereka rata-rata couple, bikin saya iri… Kan enak kalau misalnya bisa traveling sama pasangan…

Anyway, di dalam bus ada dua orang yang traveling sendirian (nggak bawa pasangannya). Dan kebetulan dua-duanya cowok… Yeey, akhirnya ada yang bisa digebet! Bule yang satu orangnya nggak terlalu tinggi dan gendut, mukanya juga jauh dari kata cakep. Apalagi dia juga jenggotan. Huuh, bukan selera saya banget! Tapi yang satu lagi… Ayo, coba tebak… Cakep apa nggak? Nanti saja lah ya saya gambarkan bagaimana kondisi fisik dia. Yang pasti, saya dan bule ini menginap di hotel yang sama di Siam Reap-Kamboja, New Riverside Hotel namanya. 

Waktu itu, saya, Nisun dan bule itu sama-sama menunggu jemputan dari travel di lobby hotel. Jadwal keberangkatan kami jam 08.00. Sama halnya seperti perjalanan-perjalanan sebelumnya, saya sudah harus stand by setengah jam sebelum jadwal keberangkatan karena biasanya kami akan dijemput beberapa menit sebelum jadwal yang telah ditentukan. Tapi travel yang sekarang ini ngaret. Sampai jam delapan lebih sepuluh menit, kami belum juga dijemput. Dan akhirnya jam delapan lewat dua puluh menit ada sebuah mobil sedan keluaran tahun 80-an datang menjemput kami. Saya, Nisun dan bule itu langsung menaruh barang-barang kami di bagasi. Karena carrier saya lumayan besar dan berat, dia membantu saya untuk melepaskan carrier dari punggung saya dan menaruhnya di bagasi mobil. Begitu juga yang dilakukannya saat kami sampai di pool bus. Dia membantu saya mengeluarkan carrier saya dari bagasi mobil sekaligus membantu memasangkan carrier ke punggung saya. Hmm, saya jadi agak melting dengan perlakuannya itu… :”)

By the way, di dalam bus dia memilih tempat duduk di samping saya. Maksud saya di seberang saya. Jadi begini, kondisi bus-nya itu bukan bus yang besar. Susunan tempat duduknya 2-1. Saya tentu saja duduk sebelahan dengan Nisun. Tapi posisi duduk saya di samping aisle dan Nisun yang disamping window dan bule itu duduknya di seberang tempat duduk saya. Jadi intinya masih disebelah saya kan? Apalagi mengingat kondisi bus yang kecil membuat gangnya jadi sempit juga.
Waktu di dalam bus sih kami tidak mengobrol sepatah kata pun karena ia langsung tidur. Nah, waktu di perbatasan Kamboja-Thailand yang mengharuskan kami mengurus per-imigrasi-an, kami mulai ngobrol karena antrian yang lumayan panjang. Dia ngantri di belakang saya setelah menaruh carrier-nya yang juga lumayan besar di dekat counter imigrasi. Saya memperhatikan dia. Lalu dia menyapa saya. (percakapan di bawah ini tentunya dalam bahasa Inggris)
“Hei, apa kamu nggak merasa berat menggendong terus carrier kamu seperti itu?”, tanya dia.
“Iya sih”, jawab saya singkat.
“Mau saya bantu untuk menaruhnya di dekat counter imigrasi?”
“Makasih, saya bisa melakukannya sendiri”, ujar saya sambil berlalu dan menaruh tas saya di dekat counter imigrasi. Setelah itu, saya kembali ke antrian saya.
“Kamu dari mana?”, tanyanya.
“Indonesia, dan kamu?”, saya balik bertanya.
“United States”
Saat dia bicara saya memperhatikan wajahnya dengan seksama. Ganteng juga, pikir saya. Rasanya saya seperti pernah melihat muka bule ini, tapi dimana ya? Saya coba ingat-ingat. Siapa ya? Saya mengingat-ngingat film-film yang pernah saya tonton. Dan akhirnya ingatan saya tertuju pada salah satu film yang dibintangi Sandra Bullock, The Proposal. Oh iya, dia mirip sama Ryan Reynolds! Yah, selevel dibawah Ryan Reynolds lah…soalnya saat itu kulitnya agak gosong, mungkin karena sinar matahari yang memanggang kulitnya saat traveling. Tapi kebayang dong gimana cakepnya dia… menyadari dia mirip Ryan Reynolds, saya langsung ancang-ancang untuk tebar pesona. Hihihi… 😀 yah, nggak apa-apa lah ya? Toh saya single ini… 😛
Lanjut ke obrolan saya.
“Di Amerika kamu tinggal dimana?”, tanya saya.
“California, dan kamu? Di Indonesia tinggal dimana?”
“Bogor, dekat dari Jakarta. Cuman satu jam dari Jakarta dengan kereta atau bus. Ini pertama kalinya kamu ke Thailand?”
“Nggak, saya sudah tiga kali ke Thailand dan lima kali ke Kamboja”
“Kamu pernah ke Indonesia nggak?”
“Belum, tapi saya ingin sekali kesana. Saya ingin surfing di Bali”
“Setelah dari Thailand kamu mau kemana? Langsung ke Indonesia saja kalo mau surfing”
“Saya juga ingin begitu, tapi saya harus pulang ke Amerika”
“Wah, sayang sekali…”, kata saya dengan nada kecewa.
“Ini untuk yang keberapa kalinya kamu ke Thailand?”, tanya dia.
“Ini pertama kalinya saya ke Thailand”.
“Kalau ke Kamboja?”
“Pertama kalinya juga saya ke Kamboja”
“Kamu kemana saja di Kamboja?”
“Saya hanya ke Phnom Penh dan Siam Reap”
“Gimana pendapatmu tentang Kamboja?”
“Jujur, saya tidak terlalu suka dengan Kamboja karena Kamboja sedikit membosankan”, aku saya. “Kalau menurut kamu gimana tentang Kamboja?”, tanya saya.
“Saya lebih suka Kamboja daripada Thailand”
“Oh ya”, komentar saya, surprise dengan jawaban dia.
“Anyway, berapa lama kamu traveling di Kamboja?”, tanya bule itu
“Nggak lama kok, cuman 5 hari, tiga hari di Phnom Penh dan dua hari di Siam Reap”, jawab saya sambil mikir, dia kok tertarik banget sih pengen tahu tentang Kamboja
“Di Phnom Penh kamu tinggal dimana?”.
Tuh kan bener, lagi-lagi dia nanya-nanya yang ada kaitannya sama Kamboja lagi. “Saya tinggal di rumah teman di dekat National Museum”.
“Ah, really? Kamu kenal nggak sama … (siapa ya? Saya lupa nama yang dia sebutkan)?”
“Nggak”, jawab saya singkat karena yang saya kenal di Kamboja hanya Mariam (host saya), Alex&Elen (traveler dari Rusia), Andrew (traveler dari US) dan Echo (traveler dari China).
“Dia tinggal di dekat National Museum juga. Dia pacar saya”, akunya.
Yah, dia sudah punya pacar. Berantakan deh rencana ngegebet! Huh, menyebalkan! 🙁 pantas saja dari tadi dia semangat banget ngorek-ngorek pendapat saya tentang Kamboja. Ternyata pacarnya orang Kamboja toh…
“Oh, saya tahu sekarang alasan mengapa kamu lebih suka Kamboja dibanding Thailand…”, ujar saya sambil tersenyum mengerti.
Dia juga senyum. Manis banget senyumnya, sayang sudah punya pacar. “Kalau cewek ini kamu tahu nggak?”, tanya dia sambil menunjukkan foto dari dompetnya. Foto seorang cewek yang sedang dipangku sama bule itu. Males banget saya ngelihatnya, apalagi dandanan cewek itu! Dandanan khas ‘ayam’ deh! Pake tank top plus celana jeans super ketat. Mukanya? Lebih cantik saya kemana-mana! Sama mbak-mbak penjual jamu gendong aja lebih cantik mbak-mbak yang jualan jamu gendong!
“Dia pacar saya”, lanjut dia.
“Oh, I don’t know”, jawab saya males-malesan. Dan tiba giliran saya mengurus imigrasi, bye bye deh ‘Ryan Reynolds’.
Selama di Kamboja saya sedikit-sedikit memperhatikan perilaku bule-bule yang sedang traveling disini. Terutama saat di Phnom Penh. Pernah suatu malam saya menikmati Phnom Penh hanya dengan duduk-duduk di tepi sungai Mekong. Saya memperhatikan aktivitas di sekitar sungai itu. Seperti di Indonesia, banyak sekali pedagang keliling yang menawarkan jajanannya. Entah apa yang mereka jual saya tidak tahu karena saya langsung menolak saat mereka hendak menawari saya. Beberapa penduduk lokal Kamboja dengan dandanan yang lumayan ‘ajib’ (menurut saya) juga tampak sedang menikmati suasana malam itu. Disana juga ada beberapa pasang cowok-cewek (couple), ada yang dua-duanya orang lokal, ada yang dua-duanya bule dan ada yang cowoknya bule sedangkan ceweknya penduduk lokal (sepertinya cewek-cewek itu sih ‘ayam’). Nah, untuk pasangan yang ketiga ini, cewek-cewek lokal yang jadi gandengan bule-bule itu nggak ada satupun yang cantik. Emang sih, orang asli Kamboja nggak ada yang cantik dan ganteng, dan dandanan mereka juga agak-agak kampungan gitu. Tapi bule-bule itu kok tetep aja mau ya? Heran saya. Entah selera mereka yang seperti itu atau mungkin karena memang gak ada yang lain yang lebih oke? I don’t know…
Bogor, 23 Maret 2010 20.20
~Okvina Nur Alvita
  1. Most bule men don’t have any standard in choosing a girl, they will grab anything they can get,
    because in their country getting decent woman is very difficult.

    They are also intimidated by beautiful,educated, independent Asian girls because that reminds
    them of the women in their country.

    Avoid bule men, especially the one who chases 3rd country girls, most of them are not worth it really.

    High quality bule men usually have no problem dating bule girls..they don’t have to hunt for
    3rd country girls..

  2. Berarti tidak hanya bule2 yang bermukim di Indonesia aja yah mba, yang milih cewe2 lokal yang bisa dibilang ‘standar’.

    Faktor lainnya mungkin karena mereka bosan melihat cewe2 cantik di negaranya 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *