Ladies Traveler

Perempuan Juga Bisa Keliling Dunia
Cerita Traveling | Eropa

See You in Europe (Full Version)

January 1, 2010

EHEF 2008

See You in Europe…

Inilah kalimat yang saya baca di pintu keluar European Higher Education Fair (EHEF) 2008 di Jakarta. Saat itu yang terpikirkan oleh saya adalah saya pasti ke Eropa suatu saat nanti. Entah itu untuk studi, urusan dinas ataupun hanya sekedar traveling.

Eropa, menurut saya benua ini yang paling menarik dibanding 4 benua lain yang ada di dunia. Eropa memiliki eksotisme tersendiri di benak saya. Kota – kota tuanya, budayanya, peradabannya. Dan terlebih lagi, jika kita ke Eropa, kita bisa mengunjungi beberapa negara sekaligus.

Ya, saya telah jatuh hati dengan Eropa.

Invitation from ISWI committee

Hello Okvina Nur,

Dear applicant,

After reading the 2500 applications we finally selected the participants of the ISWI 2009. Herewith we would like to officially invite you to the 9th International Student Week in Ilmenau 2009.

(bla… bla… bla… bla…)

Thank you very much for applying and being very patient.

Hope to see you soon in Ilmenau.

The ISWI 2009 Organization Committee

Masya Allah, aplikasi saya untuk mengikuti ISWI diterima!!

Saya girang bukan kepalang saat membaca email ini. Nggak sadar saya meneriakkan beberapa kata untuk mengekspresikan kebahagiaan saya saat itu. Saya akan ke Jerman gitu lho!! Saya akan ke Eropa!! Untuk ngikutin salah satu konferensi mahasiswa tingkat dunia…

Saking girangnya saya waktu itu, sampe-sampe orang yang duduk di sebelah saya pada negok ke saya (yahh, jadi ketauan deh kalo ngenetnya di warnet… maklum, anak kostan…). Bodo amat, mau mereka ampe protes negor saya juga, saya gak bakalan malu… Lagi seneng ini… J Akhirnya saya bisa membuktikan kalau saya bisa ikut bagian di kegiatan internasional.

Setelah euforia sesaat yang sepertinya menerbangkan saya sampai ke awang-awang, saya langsung terhempas kembali ke daratan dan tentunya kembali ke dunia nyata.

You have to pay your travel and visa expenses. The accommodation during the conference and the basic meals (breakfast, lunch, dinner) will be supplied by us. There is no participation fee in this conference. In addition, you will have free entry to all cultural events of the ISWI 2009.

Oh My God, saya harus nyiapin uang untuk biaya visa dan tiket pesawat bolak-balik ke Jerman! Uang dari mana??

ISWI atau KKP? KKP atau ISWI?

Saya tahu kalau saya di-invite untuk ikut acara ISWI dua hari sebelum keberangkatan mengikuti KKP (Kuliah Kerja Profesi). KKP itu sama seperti KKN (Kuliah Kerja Nyata).

ISWI atau KKP? KKP atau ISWI? Dua-duanya sama pentingnya untuk saya… Yang satu adalah kewajiban akademik. Yang satu lagi, impian saya…

Pikiran saya saat itu campur aduk. Antara bahagia bisa ngewujudin mimpi (plus perlu sedikit effort lagi untuk bisa menginjakkan kaki ke benua impian saya), dan kewajiban kuliah…

Arrrgggghhhh… kenapa harus barengan sihhh?

Saya tidak punya pilihan lain, saya harus fight untuk keduanya!

Impian saya sudah di depan mata, tinggal selangkah lagi untuk mewujudkannya jadi kenyataan. Saya tidak boleh kehilangan kesempatan yang sangat langka ini!

Terlebih lagi kalau ingat application saya yang telah ditolak di beberapa kegiatan serupa sebelumnya… Saya semakin mantap kalau saya harus bisa menghadiri konferensi ini.

Sebelum berangkat ke tempat KKP yang nun jauh di pelosok Sukabumi, saya sempatkan menyusun strategi untuk mewujudkan mimpi ditengah-tengah menjalankan kewajiban. Saya mengecek harga tiket pesawat Jakarta-Frankfurt-Jakarta, konsultasi dengan direktur kemahasiswaan IPB dan Dekan Fakultas Ekologi Manusia (Alhamdulillah beliau-beliau memberikan support penuh pada saya, support moril dan materil J). Saya juga menyusun rencana penggalangan dana di sela-sela kegiatan KKP.

Episode perjuangan mencari dana dimulai… 😛

Antara Sukabumi, Bogor dan Jakarta

Hari-hari pertama di Sukabumi tidak terlalu banyak yang dikerjakan oleh saya dan teman-teman satu kelompok KKP. Saat itu kami masih survey lokasi dan berkenalan dengan aparat desa dan masyarakat sekitar. So, sedikit kesempatan ini saya manfaatkan untuk membuat proposal sponsor.

Setelah proposal jadi. Langkah selanjutnya?

Ya nyebarin tuh proposal ke beberapa lembaga atau orang yang mau mendanai keberangkatan saya lah…

Selama dua bulan saya harus bolak-balik Sukabumi-Bogor-Jakarta. Sukabumi, tempat KKP. Bogor, tempat transit kalau saya ada kepentingan ngurus ini-itu ke Jakarta plus koordinasi dengan pihak kampus. Dan Jakarta, tempat mencari dana. Nguras energi? Jangan ditanya, sampai remuk rasanya badan ini. Nguras emosi? Iya juga. Saat itu saya jadi lebih labil dan susah sekali untuk fokus. Badan saya dimana, tapi pikirannya entah ada dimana.

Berburu dana

Ada yang pernah punya pengalaman mencari dana untuk suatu kegiatan? Kalo misalnya Anda pernah mempunyai pengalaman itu, mungkin Anda tahu apa yang saya alami dan saya rasakan.

Cari dana untuk suatu kegiatan itu susah banget, apalagi cari dana untuk membiayai keberangkatan saya ke konferensi mahasiswa di luar negeri (apalagi waktu itu lagi krisis ekonomi global). Mungkin dipikirnya saya cuman pengen jalan-jalan aja kali ya…

Oke, saya jujur. Memang, jalan-jalan juga ada di salah satu agenda saya. Tapi itupun kalau ada uang lebih, kalo nggak ada, ya udah nggak apa-apa. Toh niat saya ke Jerman kan untuk menghadiri konferensi mahasiswa tingkat dunia. Saya ingin berbagi pengetahuan dengan delegasi dari negara lain dan memperluas networking.

Terbukti, saat groupwork saya mampu menyumbangkan ide saya tentang mobile library dan community library pada delegasi dari negara lain. Dan mereka tertarik dengan ide saya itu.

Balik lagi ke masalah dana. Berbagai cara saya lakukan. Mulai dari keluar masuk kantor-kantor yang kira-kira potensial untuk menyeponsorin keberangkatan saya (tidak semua dari kantor-kantor itu simpati dengan kegiatan yang akan saya ikuti). Daftar online untuk bantuan-bantuan ke luar negeri. Dan “membidik” donatur, termasuk donatur keluarga (pakde, bude, om, tante, mbak… ayo, sini iuran… hahaha… :D)

Intinya, susah banget ngumpulin dana! Butuh kerja keras, kesabaran, dan sedikit -eh banyak ding-, dan banyak-banyak pasang muka manis plus memelas. Hehehe… 😛

Visa Schengen??

Disamping dana, ada masalah baru. Apalagi kalo bukan ijin tinggal atau visa. Jerman terkenal strict dalam mengeluarkan visa bagi warga negara asing untuk bisa masuk ke negaranya. Bahkan ada teman yang pernah cerita ke saya, saat dia sedang mengurus visa schengen-nya di kedutaan Jerman, ada mbak-mbak yang nangis-nangis karena permohonan visanya ditolak. Padahal mbak-mbak itu mau kuliah di Jerman dan ia juga telah memperoleh beasiswa! Gimana nggak parno coba waktu denger cerita teman saya itu? Apalagi kan kalo visa ditolak, uang administrasinya nggak dikembalikan. Udah visa nggak dapet, duit juga melayang. Rugi dua kali kan jadinya?

Waktu ngurus aplikasi visa schengen ini, saya melaluinya dengan perjuangan yang nggak simpel.

Saran saya ya, bagi yang mau backpacker ke Eropa, jangan ngurus visa di kedutaan Jerman kalo nggak mau uang 60 euro melayang. *nakut-nakutin mode on* hihihi.

Balik lagi ke urusan urus-mengurus visa. Sehari sebelum saya melakukan aplikasi visa, saya mengurus segala kelengkapannya. Karena ini untuk pertama kalinya saya ngurus visa, jadi agak riweuh sendiri, belum berpengalaman sih…

Saya harus ngurus surat pengantar dari kampus, official invitation dari ISWI committee, itinerary booking-an tiket, travel insurance, ijasah pendidikan terakhir, dan seterusnya, dan seterusnya, sampai fotokopi rekening tiga bulan terakhir.

Malam sebelum berangkat apply visa, semua persyaratan yang dibutuhkan untuk aplikasi visa sudah siap. Besoknya, pagi-pagi jam enam saya berangkat ke kedubes Jerman.

Dalam perjalanan Bogor-Jakarta, saya ngenet lewat ponsel hanya untuk cek email. Saya kaget saat ada email masuk dari milis delegasi ISWI Indonesia 2009 yang bilang kalau beberapa hari yang lalu ia apply visa. Dan dia disuruh kembali lagi keesokan harinya oleh petugas kedutaan karena travel insurance yang diberi oleh panitia ISWI nggak memenuhi syarat. Jadi intinya butuh beli travel insurance tambahan.

OMiGod! Saya langsung berpikir untuk cepat ngatasin masalah ini. Waktu yang saya miliki tidak banyak karena saya harus kembali ke Sukabumi lagi. Akhirnya saya putuskan untuk membeli travel insurance dulu sebelum apply visa (daripada saya besok harus balik lagi ke kedubes Jerman?).

Dari yang seharusnya saya langsung ke kedubes Jerman di Thamrin, saya ke Plaza Senayan dulu untuk ngambil uang dan nuker rupiah ke dolar di Bank X yang letaknya nggak jauh dari Plaza Senayan. Saya memilih bank X karena bank itu yang saya percaya kasih rates paling bagus.

Saya kepagian ke Plaza Senayan. Plaza-nya masih tutup. Saya nggak bisa ngambil uang lewat pintu pengunjung. Akhirnya saya memutuskan untuk lewat jalur karyawan.

Jalur karyawan ada di basement, so harus naik lift dulu kalau mau masuk ke dalam mall-nya. Lift karyawan ini dijaga oleh beberapa satpam. Satpam ngira, saya karyawan baru di plaza senayan. Saya ditanya-tanya dulu sama satpam itu dan saya mengelak kalau saya karyawan, saya bilang saya mahasiswa yang mau ke ATM. Si satpam malah berubah jadi agak galak. Saya nggak boleh masuk lewat lift itu. Tapi saya maksa untuk masuk juga. Eh, baju saya malah ditarik-tarik itu satpam biar saya keluar lagi dari dalam lift. Akhirnya setelah saling tarik-menarik, saya ngalah juga. Dengan mengeluarkan jurus andalan saya, pasang muka manis plus mimik yang memelas, akhirnya saya diizinkan untuk masuk mall, tapi hanya ke ATM aja. Dan itu pun juga diawasin sama satpamnya. Yang penting, bisa ngambil uang. Kalo sekarang keinget agedan tarik-tarikan baju sama satpam itu, jadi pengen ketawa ngakak… hehehe… 😀

Nah, setelah ngambil duit, nukerin ke dolar dan beli travel insurance, saya langsung ke kedubes Jerman. Alhamdulillah semuanya lancar. Dokumen-dokumen saya tidak dipermasalahkan.

10 hari kemudian visa saya keluar, tapi dengan jumlah hari yang pas-pasan… Alhamdulillah aja lah, daripada visa ditolak?

Ketegangan itu

Visa sudah ditangan, tinggal dana nih yang masih belum bisa tercover semua untuk biaya tiket pesawat. Aaarrrggghhh, jadi pusing lagi saya.

Segala usaha sudah saya lakukan. Berdoa, juga udah. Kenapa kok masih belum cukup juga ya?

Saya memutar otak lagi. Berpikir lagi bagaimana caranya untuk menggalang dana di saat-saat terakhir dengan kondisi masih di pelosok Sukabumi. Praktis fokus saya hanya pada nyari dana. Urusan KKP agak keteteran.

Teman satu kelompok saya mungkin sudah gondok kali ya karena saya terlalu fokus dengan persiapan ke Jerman dan seringkali meninggalkan lokasi KKP. Ya, saya lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan kelompok (PPKn banget sih… hihihi… 😛 ).

Saya merasakan beberapa ketegangan-ketegangan diantara kami. Tapi saat itu saya cuek. Saya nggak terlalu mikirin dan merasakan ketegangan yang sedang terjadi. Fokus saya cuman gimana caranya bisa ke Jerman dan segera menyelesaikan KKP.

Hingga pada malam itu, semuanya ”meledak”.

Tak banyak yang bisa saya katakan. Saya hanya bisa minta maaf pada teman satu kelompok KKP saya. Saya bersedia menanggung semua konsekuensi dari ketidakhadiran saya pada beberapa hari kegiatan KKP.

Apalagi coba yang bisa dilakukan orang yang bersalah selain itu?

Tapi, sekali lagi saya harus bersyukur. Saya dikelilingi oleh orang-orang baik. Teman satu KKP saya memang marah. Tetapi cuman saat itu saja. Mereka memaafkan saya dan kondisi kembali seperti sedia kala. Alhamdulillah… 🙂

Akhir yang mengharukan

Nggak kerasa ternyata saya sudah dua bulan di pelosok Sukabumi. 1 Mei 2009 masa KKP saya selesai. Saya pulang ke Bogor.

Sedih rasanya berpisah dengan warga disana, terutama dengan anak-anaknya. Masih segar diingatan saya ketika baru kenal dengan mereka. Mengajari mereka membaca, berhitung, nari saman, bahasa Inggris, komputer hingga makan bareng dan menyuapi mereka saat saya memasak sesuatu.

Saat berpisah dengan mereka, yang terlintas di benak saya, siapa yang akan meneruskan apa yang telah kami lakukan?

Semakin terharu saat teringat senyum mereka. Canda tawa mereka. Gaya mereka. Dan juga kenakalan mereka. Jadi sedih…

Kenapa perpisahan selalu memunculkan kesedihan?

Persiapan dadakan + keuntungan tak terduga

Hanya empat hari saya menyiapkan keberangkatan saya ke Jerman setelah pulang dari KKP. Empat hari tentu sangatlah kurang. Apalagi, masih kepotong weekend! Praktis saya cuman punya waktu dua hari efektif.

Bener-bener persiapan dadakan deh! Tiket belum kebeli, uang dari beberapa sponsor belum diambil, nukerin duit ke money changer? Apalagi, lha wong uangnya aja masih belum ada (hehehe… :P), packing? Boro-boro! List barang-barang yang mo di bawa aja belum bikin! *Hectic alias riweuh mode on*.

Tapi justru karena persiapan yang dadakan ini ada keuntungan tersendiri buat saya. Mau tau apa keuntungan saya?

Jadi, saya kan udah booking pesawat dengan maskapai Qr, harga tiket bolak-balik Jakarta-Frankfurt saat itu $894. Tapi karena duitnya belum ada, saya belum beli tiket itu. Terus, di hari-hari terakhir sebelum keberangkatan saya, ternyata ada maskapai lain, maskapai Qs menawarkan tiket promo bolak-balik Jakarta-Frankfurt dengan harga $730! Kan lumayan tuh bisa saving lebih dari satu setengah juta J. Yah, kadang Allah memiliki rencana yang benar-benar tak terduga ya?

Kalo dipikir-pikir, yang saya alami ini seperti udah diatur. Berakhirnya KKP yang mepet banget dengan jadwal keberangkatan. Uang dari sponsor yang juga baru bisa diambil dua hari sebelum keberangkatan.

Persiapan dadakan ini ternyata ada maksudnya. Saya bisa dapet tiket murah untuk perjalanan saya ke Jerman.

Skenario Allah memang jauh lebih indah dan lebih sempurna daripada skenario kita…

6 Mei 2009, dream comes true >> Europe, I’m coming…

6 Mei 2009. Hari yang paling saya tunggu-tunggu. Keberangkatan saya ke Jerman. Akhirnya, setelah melalui beberapa perjuangan dan rintangan, yang tak jarang juga diselingi dengan isak-tangis saya.

Capek memang, capek fisik dan capek hati. Capek juga berhara-harap cemas, apa saya bisa mengumpulkan uang sampai jumlah yang diperlukan untuk menutupi biaya tiket pesawat dan visa?

Semuanya terjawab di hari itu.

Pada hari itu saya bisa menikmati buah dari perjuangan saya. Saya bisa mewujudkan mimpi saya dalam waktu yang diluar perkiraan.

Terima kasih ya Allah… Semua ini bisa terwujud hanya dengan pertolongan-Mu… Engkau selalu memberi yang terbaik untuk saya… 🙂

Bogor, 10 November 2009 13:50

~Okvina Nur Alvita

  1. salam kenal k,
    saya mahasiswa, setelah baca cerita kk saya sangat tertarik untuk konferensi ke luar
    bolehkah saya minta tlg untuk minta contoh proposalnya seperti apa
    bisa kirim ke email saya novi.aprilia304@yahoo.co.id
    atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih ^^

  2. Asslm.mba, perkenalkan nm sy Sunny,sy mhsiswi IPB angkt 46.
    pengalaman mb keren bgt..
    sy mw tanya mba. sy kn lolos paper utk konferensi di taiwan. tp wktuny jg mepet, 1bln lg, tgl 27 april. sy mw minta saran kira2 perusahaan apa sj yg bisa kita minta sbg sponsor utk prjalnn kita? trs di proposal itu hrs ada ttd wakil rktor bidang kmhsiswaan atw tdk? mohon bantuannya mba. tks 🙂

Leave a Reply to Sherryn Sunny Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *