Ladies Traveler

Perempuan Juga Bisa Keliling Dunia
Cerita Traveling

Cantiknya Sumatera Barat (Edisi Bukittinggi)

December 16, 2013

Okay, fine… Perjalanan ini memang saya lakukan tahun 2010 yang lalu. Itu artinya sudah lebih dari tiga tahun yang lalu. Tapi nggak ada salahnya kan kalau saya masih ingin bercerita tentang kisah perjalanan saya saat itu? This is it…

Perjalanan ke Bukittinggi saat itu adalah rangkaian dari petualangan saya mengunjungi Medan (Sumatera Utara). Saat itu saya berpikiran “sayang banget kalau cuma ke Medan doang… kenapa nggak sekalian aja ke Padang dan Bukittinggi?”. Akhirnya jadilah saya menyertakan Padang dan Bukittinggi dalam rangkaian Tour de Sumatera saya kala itu.

Untuk mencapai Bukittinggi atau Padang, saya memilih menggunakan transportasi darat yaitu bus. Kenapa saya memilih bus? Ya apalagi alasannya kalau bukan karena murah. Bus adalah transportasi yang termurah saat itu karena kalau menggunakan pesawat, pilihannya harus transit di Jakarta dan harganya bisa dibayangkan kan berapa kali lipatnya bus.

Di peta Indonesia memang sih jarak antara Medan dan Bukittinggi nampaknya tidak terlalu jauh, tapi setelah dijalani ternyata butuh waktu sehari semalam! Lumayan juga ya bikin pantat mendadak tipis di jalan, hahaha…

Anyway, perjalanan saat itu tidak terlalu terasa berat karena saya ditemani oleh kedua teman saya Reza dan (alm.) Budi. Saya berangkat dari Medan sekitar pukul 2 siang dan tiba di Bukittinggi sekitar jam segitu juga keesokan harinya. Di Bukittinggi kami dijemput oleh ibu teman baik kami, Ola. Tidak hanya dijemput, kami juga diijinkan untuk numpang menginap di rumah beliau dan tentunya dijamu dengan masakan khas Padang (salah satunya rendang) yang terenak yang pernah saya makan (sampai saat ini). Nggak cuma itu juga, ibunya Ola juga berbaik hati mengajak kami jalan-jalan ke Danau Maninjau. Baik banget khaannn… Ibunya Ola TOP deh pokoknya!

Jam Gadang

Jam Gadang, icon dari Bukittinggi atau Padang atau Sumatera Barat yang paling terkenal. Jangan pernah bilang sudah ke Padang, apalagi ke Bukittinggi kalau belum ke Jam Gadang. Jadinya, malam hari saat baru sampai di Bukittinggi saya, Reza dan (alm.) Budi langsung diajak sepupunya Ola untuk jalan-jalan ke Jam Gadang. Amazing, satu kata yang selalu terbersit di benak saya ketika bisa menginjakkan kaki di icon suatu daerah. Itu pula yang saya rasakan saat sampai di Jam Gadang.

 

Di pasar yang dekat dengan Jam Gadang ini banyak penjual camilan dan minuman khas Bukittinggi. Saat itu saya mencoba satu camilan yaitu pisang kapit. Kalau minumannya, air tawa, enak deh.

Puncak Lawang

Esok paginya saya memulai petualangan kami ke Danau Maninjau, namun sebelumnya, kami diajak ke Puncak Lawang terlebih dahulu. Di Puncak Lawang ini kita bisa melihat keindahan Danau Maninjau dari atas. Danau Maninjau yang merupakan danau vulkanik sangat indah bila dilihat dari ketinggian. Beneran deh keren banget pemandangan yang bisa kita lihat dari Puncak Lawang ini. Kalau diibaratkan dengan yang ada di Bali, Danau Maninjau sama dengan Danau Batur, dan Puncak Lawang itu sama dengan Kintamani. Biar nggak penasaran seperti apa itu Puncak Lawang, langsung lihat aja foto di bawah ini ya…

 

Danau Maninjau

Setelah puas memandangi Danau Maninjau dari Puncak Lawang, saatnya untuk turun ke bawah. Yap, kami menuju Danau Maninjau. Dari Puncak Lawang ke Danau Maninjau kami harus melewati kelok ampek-ampek atau kelok 44. Kenapa dinamai kelok 44? Karena jalanannya berbelok-belok dan ada 44 belokan (tikungan). Spot tertentu di kelok 44 terdapat banyak monyet. Jadi kalau ada dari travelers yang mau hunting foto monyet atau mau kasih makan monyet atau sekedar menyamakan muka dengan monyet (ups, sorry… hehehe…), semua itu bisa dilakukan di kelok 44 ini.

Selesai melewati ke empat puluh empat belokan itu, maka kita akan sampai di area Danau Maninjau. Sejuk atau lebih tepatnya lumayan dingin akan kita rasakan di Danau Maninjau. Sama seperti danau pada umumnya, Danau Maninjau airnya tenang. Banyak orang yang memancing di danau ini. Over all, jujur menurut saya setelah sampai di Danau Maninjau, perasaan yang saya rasakan biasa aja. Tidak se-amazing saat masih di Puncak Lawang tadi. walaupun demikian, at least saya sudah pernah ke Danau Maninjau langsung.

 

Ngarai Sianok

Setelah puas menikmati keindahan Danau Maninjau, saatnya naik lagi ke atas. Kami diantar ke Hotel Gran Malindo. Hahahaha, saya sudah tau apa yang ada di otak travelers semua, pasti pada mau ngetawain kan karena mana mungkin backpacker kere macam saya ini bakalan menginap di hotel. Eits, jangan salah, berkat kebaikan hati bundaTatty Elmir dan bapak Elmir Amin, saya dan kedua teman saya menginap di hotel tersebut. Karena kebetulan pada saat yang bersamaan keluarga beliau juga sedang berlibur ke Padang. Alhamdulillah ya… Kalau pada penasaran saya bisa kenal mereka semua dari mana, semua itu keluarga besar FIM (Forum Indonesia Muda).

Okay, balik lagi ke cerita saya di Bukittinggi. Ternyata eh ternyata, Hotel Gran Malindo itu posisinya nggak jauh Goa Jepang dan itu artinya didepannya adalah Ngarai Sianok!

Ngarai Sianok, dulu saya cuma bisa membaca dan mendengar tentang Ngarai (lembah) satu ini. Saya cuma bisa membayangkan betapa besarnya Ngarai Sianok. Dan ternyata setelah melihat langsung dengan mata kepala saya sendiri, eh beneran lho gede banget. Benar-benar takjub saya dibuatnya! (Hehehe… mulai deh noraknya kumat). Biar bisa ngebayangin gimana gedenya Ngarai Sianok, langsung lihat aja foto dibawah ini ya.

Lobang Jepang

Nah, kalau Lobang Jepang ini ceritanya additional aja dari daftar tempat wisata yang sudah saya susun. Bahkan saya sebenarnya nggak memasukkan Lobang Jepang dalam daftar tersebut. Cuma karena saat itu lokasi hotel nggak jauh dari Lobang Jepang, jadilah Dira (putri dari bunda Tatty Elmir dan bapak Elmir) mengajak kami untuk kesana.

Sejujurnya, saya nggak terlalu suka sama tempat ini karena Lobang Jepang merupakan goa buatan. Di benak saya kalau sudah mendengar yang namanya goa, saya akan merasa sesak napas dan pastinya akan sedikit ketakutan. Entahlah, goa menurut saya termasuk sesuatu yang menyeramkan. Dan benar saja, saat masuk ke dalam Lobang Jepang, saya merasakan dingin. Dingin yang saya rasakan sih sebenarnya wajar karena yang namanya goa kan pasti dingin. Tapi tiba-tiba saya jadi agak parno aja waktu melihat ruangan-ruangan di dalam goa yang sebagian dipakai untuk penjara para tawanan tentara Jepang kala itu.

Kalau ke Bukittinggi lagi, saya nggak mau deh ke Lobang Jepang lagi. Cukup sekali saja waktu itu.

***************

Kadang ada rasa nggak percaya di benak saya. Saya bisa mengunjungi tempat-tempat yang dulunya cuma saya baca atau saya dengar. Semua itu bisa saya wujudkan karena nekad. Tapi kenekadan saya tentu masih ada perhitunggannya. Nggak asal nekad.

Dan satu lagi, selain nekad, saya juga berdoa. Karena saya yakin dan telah membuktikan, “When you work, you work. When you pray, God works”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *