Asia | Cerita Traveling

First Day in Ho Chi Minh City (Saigon), Vietnam

By on February 28, 2010

3 Februari 2010, jam 19.30 waktu Ho Chi Minh City (HCMC), yang ternyata gak ada beda dengan waktu Indonesia bagian barat, saya dan salah seorang teman saya (Nisun) landing di Bandara Interenasional HCMC. Setelah ngurus perimigrasian dan baggage plus nukerin uang dari US dolar (USD) ke Dong Vietnam (VND), lalu kami keluar dari areal bandara. Saat itu saya merasa seperti “lost in HCMC!”. I don’t know what to do and I don’t know where to go! Memang, ini bukan pertama kalinya saya ke luar negeri, sebelumnya saya sudah dua kali ke luar negeri (ke Sabah-Malaysia dan ke Jerman), tapi yang sebelumnya itu kan sudah terorganisir dengan baik karena termasuk dalam program pertukaran pelajar dan international conference. Jadi pas nyampe bandara negara yang bersangkutan, udah ada yang ngejemput. Gak seperti sekarang ini. Saya hanya bisa melihat barisan para penjemput yang diantaranya ada yang mengangkat kertas bertuliskan nama orang yang dijemputnya. Saya berharap ada nama saya tercantum di salah satunya. Tapi walaupun sudah berulang kali melihat ke barisan para penjemput itu, tetap saja nama saya tidak ada! Ya iyalah, lha wong saya tidak punya kenalan sama sekali di HCMC ini! Hehehe… :P. Yang ada juga sopir-sopir taxi nawarin jasanya ke kami! Huuhhh, sama aja ternyata seperti di Jakarta!

baru sampai di bandara Ho Chi Minh City, Vietnam
Bandara Ho Chi Minh City, Vietnam

Anyway, setelah celingak-celinguk kesana-kemari dan setelah selesai “euforia sesaat”, akhirnya Nisun bilang sesuatu yang cukup ngagetin saya, “Nok (gak tahu kenapa dia manggil saya Denok, padahal nama saya Vina, jauh banget kan ya?), ada KFC! Kita makan dulu aja yuukkk…”
“Mana?”, tanya saya.
“Itu, di mall depan”, jawab Nisun sambil menunjuk sebuah mall di depan bandara.
Karena kami berdua sama-sama kelaperan setelah sebelumnya nahan diri untuk gak makan apapun selama 3 jam penerbangan (maklum, tiket murah, jadi gak dapet makan! Dan gak boleh makan+minum dari makanan yang dibawa dari luar pesawat). Akhirnya kami makan dulu di KFC depan airport, yang setelahnya baru saya tahu kalau itu adalah salah satu mall high class yang ada di HCMC! Parkson gitu…

Saya dan Nisun makan di KFC paket nasi, 2 chicken stripes, 1 sup ayam, dan 1 pepsi cuman 29.000VND, atau sama dengan Rp.14.500! kalo menurut saya sih, itu murah banget… soalnya chicken stripes-nya lumayan gede-gede walopun cuman dapet dua biji! Selain itu, paket KFC disini beda sama KFC di Indonesia. Disini kita dikasih sayur juga (baca: lalapan), jadi ada irisan timun plus wortel, persis kalo kita beli pecel ayam di Indonesia. Terus kita juga dikasih semacam saus, bukan saus sih, aku gak tahu namanya apa, yang pasti warnanya kuning keijoan dan agak kental. Soal rasanya? kalau menurut saya cukup enak, apalagi kalau dimakan sama chicken stripes. Yummy… 🙂 Yang pasti gak ada ruginya deh makan di KFC-Parkson depan Bandara! Tapi lucu juga ya, masa udah jauh-jauh ke Vietnam, makannya KFC-KFC juga! Hehehe… Sebenernya pertimbangan utama makan di KFC karena faktor harga, harga KFC yang paling murah diantara counter makan lain di food court-nya Parkson depan bandara HCMC.

Buat anda yang kelaparan setelah penerbangan sekian jam menuju HCMC, saya menyarankan untuk makan di food court yang ada di Parkson depan bandara HCMC. Disana gak cuman ada KFC aja, banyak counter makan lain, sama lah seperti mall-mall yang ada di Indonesia. Untuk yang mau kuliner masakan khan Vietnam, Pho 24 yang sangat terkenal itu juga ada disini.

Oke, balik lagi ke cerita makan saya. Setelah semua makanan saya habis, akhirnya saya dan teman saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Kalo baca dari informasi di WikiTravel tentang HCMC, dari bandara ada bus umum yang ngangkut penunpang sampai di pusat kota. Ongkos untuk naik bus ini sangat murah, cuman 3000VND/orang, atau setara dengan Rp.1500/orang! Murah kan?? But unfortunately, bus ini cuman beroperasi sampai jam 7 malem aja… Sedangkan saya sama Nisun baru landing jam setengah delapan malem, masih harus ngurus ini-itu yang berkaitan dengan perimigrasian dan baggage, praktis baru bisa keluar dari bandara jam delapan malem. Ya udah abis lah itu bus…

Setelah selesai makan, saya nanya ke store manager KFC tentang gimana caranya sampe ke daerah Bui Vien di district 1, daerah jajahannya para backpacker. Saya sengaja nanya ke store manager KFC yang saat itu lagi di luar karena saya mikir dia orang yang cukup netral untuk ngasih pertimbangan sarana transportasi yang pas untuk kantong backpacker supaya bisa sampai di district 1, dan seenggaknya dia ngerti kalo diajak ngomong pake bahasa Inggris. Dia nyaranin saya untuk naik taxi, tapi saya nanya lagi, “ada nggak yang lebih murah dari taxi? Because for me, taxi is really expensive… how about motorbike (baca:ojeg) in front of this building? I saw there are some people asked me to ride the motorbike with him”.
Si store manager bilang, “no, it’s not safe…”
Terus saya nanya lagi, “jauh ya Bui Vien dari sini? Bisa gak sih kalau saya jalan kaki saja?
Dia jawab, “of course (of course untuk jauhnya), it’s about 10kms! And I’m not recommend you to walk, so taxi is the best choices I think” (FYI: dia ngomongnya nggak sejelas ini, hanya beberapa patah kata aja, tapi untungnya saya ngert apa yang dia maksud).
“So do you know how much I must pay for the taxi to this place (sambil nunjuk alamat) from here?”
Dia nggak ngeh.
“How much the price, price (sengaja saya tekankan biar dia ngerti), for taxi?”, hadooh, gini nih, kalo ngomong sama orang yang kurang bisa bahasa Inggris, bahasa Inggris kita jadi kacau juga…
“Oh, (dia baru ngeh), maybe it’s about 50.000-70.000VND”
Jeger!! Jauh banget ya dari harga bus yang cuman 3.000VND…
Akhirnya, saya tinggalin tuh manager, tapi gak lupa bilang thank you very much dan memberinya senyum termanis saya.

Saya sama Nisun turun ke lantai paling bawah, dan menuju pintu keluar. Disana ada airport suttle bus point dan ada penjaganya. Saya nanya ke penjaga itu gimana caranya kalau mau sampe ke district 1. Jawaban yang dia kasih sama seperti jawaban si store manager KFC tadi, cuman bedanya dia bilang biaya taxinya bisa sampe 5-7USD! Gila!! Lebih mahal dari kata si store manager KFC! Sebagai seorang budget traveler atau backpacker, setiap lembar uang yang dikeluarkan harus diperhitungkan dan sebisa mungkin ditekan seminim-minimnya, karena uang yang kita bawa tidak banyak dan sudah ada pos-posnya masing-masing. Jadi kalo ada pengeluaran yang di luar pos, harus bener-bener untuk hal yang worth it.

Anyway, saya setengah nggak percaya dengan berapa banyak uang yang harus saya bayarkan kalau saya naik taxi, sampai saya bilang “hah? Really??”
Terus petugas itu bilang, “yah, kamu bisa lihat nanti di meterannya”
Tapi saya jawab, “tapi kalo pake meteran saya takut dibawa muter-muter sama sopir taxi… kamu tahu kan kalo saya bukan orang sini dan saya bener-bener nggak tahu daerah sini…”
Akhirnya si petugas itu nawarin diri untuk menawarkan dirinya nganter saya ke Bui Vien karena saya cantik! (eh, nggak ding, bohong, maksud saya bukan bohong kalau saya cantik, tapi bohong kalau dia menawarkan dirinya untuk nganter saya, hahaha… :D). Yang bener, dia menawarkan diri untuk nawarin harga ke tukang taxi. Si tukang taxi minta 6 USD, cuman saya melas-melas minta 5 USD. Deal. Pintu taxi dibuka, dan saya sama Nisun pun masuk. Taksinya namanya Vinasun lho! Hehehe, kayak nama saya ya? Atau tepatnya gabungan nama saya dan Nisun.

Vinasun Taxi, Vietnam

Taksi di Vietnam gak sama seperti taxi di Indonesia. Kalo di Indonesia taksi kan pake mobil sedan, tapi kalau disini pake mobil kijang inova, jadi bisa muat 7-9 orang penumpang sebenernya… Jadi buat Anda yang ke HCMC rombongan bareng sama temen atau keluarga, naik taxi juga bisa jadi alternatif terbaik untuk berkendara disini karena harga yang harus dibayarkan bisa di-share dengan jumlah orang yang ikut naik taxi, dengan catatan Anda dapet sopir taxi yang baik, jadi nggak muter-muter untuk sampe ke tempat tujuan. Sebagian besar taxi di HCMC memang pake inova, tapi ada juga yang pake mobil sedan kok, tapi jumlahnya dikit banget… Satu hal lagi yang unik dari taxi di HCMC adalah, diatas mobil, disebelah papan nama yang ada lampunya dan bertuliskan “taxi”, juga ada bendera Vietnam berukuran kecil. Lucu deh ngeliatnya berkibar-kibar kalo mobil lagi jalan… Eh iya, mobil di Vietnam kemudinya di kiri, jadi arah jalan di Vietnam berlawanan dengan arah jalan di Indonesia, tapi persis seperti arah jalan di Europe atau di Amrik. Jadi berasa lagi disana aja… ^_^

Ternyata bener kata store manager KFC dan petugas airport suttle bus kalo dari bandara-district 1 itu jauh! Dan saya nggak muter-muter… Saya malah jadi seneng karena berasa seperti night city tour gitu… 🙂

Ho Chi Minh City itu kotanya bersih, terus adem lagi… Enak deh suasananya disini. Terus banyak taman kotanya juga, hal ini jadi salah satu alasan yang ngebuat suasana kota ini terlihat lebih romantis. Ditambah lagi dengan bangunan – bangunan peninggalan Perancis yang masih terawat, semakin membuat kota ini lebih cantik!

Vietnam terkenal dengan negara skuter. Terlihat di HCMC sebagai salah satu bagian dari Vietnam, disini banyak sekali pengendara sepeda motor, ngebuat jalanan jadi padat. Tapi walaupun begitu, saya masih belum melihat kemacetan disini. Atau mungkin, karena sudah jam 9 malam? Kita lihat saja besok apa yang akan saya temukan disini…

And, tadaaa… akhirnya saya sampe di daerah Bui Vien, district 1, daerahnya para backpacker dari seluruh dunia. Dari info yang saya dapatkan di internet, salah satu hostel yang cukup murah disini itu Yellow Hostel dengan harga 7 USD/night/person, tapi sayang pas kesana ternyata udah fully booked. So, saya dan Nisun keluar dari hostel itu dan cari hostel yang lain buat nginep. Padahal ya, niat awal mau nginep di bandara karena mikirnya sayang kalo duit cuman dipake buat naik taxi dan nginep beberapa jam doang. Saya dan Nisun udah siap bawa sleeping bag juga. Tapi karena bawaan yang lumayan banyak (1 carier ukuran 45 liter) dan karena Nisun di malam sebelumnya cuman tidur 2 jam karena harus ngebutin perbaikan skripsinya, akhirnya kami memutuskan untuk “ngamar” di hostel malam pertama ini (halah, bahasanya… :P)

Bui Vien (Backpacker Area), District 1, Ho Chi Minh City-Vietnam
Bui Vien (Backpacker Area), District 1, Ho Chi Minh City-Vietnam

Yup, baik lagi ke usaha cari hostel lain. Saya sudah berpikiran kalo hostel-hostel pada penuh karena saya nggak booking dulu, tapi ternyata saya salah. Dari seberang Yellow House ada ibu-ibu, yang setelahnya saya tahu bahwa ia pemilik hostel, melambaikan tangannya ke saya (kalo kata orang jawa, ngawe-awe) untuk nawarin hostelnya (lucu ya? Kayak ke temen aja, pake lambaian tangan segala… :D). Terus saya kesana. Saya langsung to the point, nanya berapa harga sewa kamar per malemnya.
Dia bilang, “thirty dolars”
“What? Thirty or thirteen?”
“Thiry”, dia ngotot.
Saya melongo, mahal banget pikir saya…
Terus dia bilang lagi, “one and three”, sambil mengacungkan jarinya menjadi melambangkan simbol angka satu dan tiga.
“Ooohh”, ujar saya ngerti maksud dia. “One and three, not three and zero, right?”
“Yeesss…”, ujar dia sambil tertawa lebar.
Terus saya diajak ke lobby hostel miliknya, lalu dia menjelaskan kondisi kamarnya menggunakan beberapa simbol-simbol, lucu deh. “Kasurnya gede, double, ada TV, kulkas, bathroom inside with hot and cold water, pake van, bukan AC”
Tapi saya nggak mau terjebak, saya nanya lagi sama dia, “13USD itu untuk satu orang atau dua orang?”
Dia jawab, “13 dolars/room/night for two persons”.
“Oh, okay, I’ll take it”
Deal.

Phoenix 74 Hostel, Ho Chi Minh City-Vietnam (maap berantakan... hehehe...)

Kalo dipikir-pikir sih, lebih murah daripada yang di Yellow House. Di Yellow House itu 7 USD/night/person, berarti kalo dua orang jadi 14 USD kan? Mana itu untuk harga untuk dorm, jadi kalo dorm itu satu kamar bisa berisi 4-8 ranjang susun dan kamar mandinya ada di luar untuk barengan, persis seperti di kos-kosan yang ada di Indonesia. Sedangkan di tempat saya yang sekarang, Phoenix 74, cuman 13 USD/room atau 6,5 USD/person-nya dan itu personal, bukan dorm, so bisa lebih private… Setelah sampai di kamarnya, kamarnya bersih dan lumayan PW juga kok, walaupun emang sih lorong menuju kamar rada kurang “terawat”. Tapi walaupun cuman hostel (motel kalo di Indonesia), ada lift-nya juga lho! Ckckck… gak capek deh walaupun kamar saya di lantai 7, lantai paling atas. Satu lagi nilai plus kamar saya ini, kamarnya menghadap ke jalan, jadi bisa ngelihat suasana di sekitar Bui Vien dari atas… ^_^

Ho Chi Minh City or Saigon, 4 Februari 2010 02:14
~Okvina Nur Alvita

Continue Reading