Asia | Cerita Traveling | Indonesia

Traveling with Baby? Why Not? :)

By on January 27, 2012

The Begin

Tanggal 6-9 Januari 2012 yang lalu saya, suami dan bayi kami, Marvina Annora Sitorus (Avi), mendadak harus ke Lombok untuk urusan pekerjaan dan of course menyelipkan satu sesi liburan awal tahun! Ya, liburan kali ini sangat dadakan karena kami baru dikontak oleh orang yang ingin bekerjasama dengan kami dua hari sebelum keberangkatan dan tiketpun baru dibeli sehari sebelum berangkat.

Awalnya hanya suami saya yang akan berangkat ke Lombok, tapi mungkin dia kasihan lihat saya yang mupeng pengen traveling setelah sekian lama “off” karena harus mengurus si kecil, akhirnya dia juga membelikan tiket pesawat untuk saya dan bayi kami. Suami saya sengaja tidak memberi tahu saya kalau saya dan si kecil juga diajak ke Lombok. Untuk memberi kami surprise katanya. Alhasil, malam sebelum berangkat saya kelabakan menyiapkan ini-itu perlengkapan kami (terutama untuk si kecil) selama liburan di Lombok.

Perlengkapan Bayi selama Liburan

Sebelumnya saya memang sudah pernah bepergian jauh sama bayi saya. Yang pertama waktu mudik Lebaran ke Jember dan yang kedua liburan (dadakan juga) ke Amed. Tapi saat itu bayi saya belum makan MPASI (makanan pendamping ASI), jadi bawaannya nggak begitu bikin rempong. Nah, sekarang dia udah jadi pemakan segala, maka mau nggak mau saya juga harus mempersiapkan kebutuhannya untuk makan dan cemal-cemil selama di Lombok nanti.

Oke, ini dia list bawaan bayi saya selama berlibur 4 hari 3 malam di Lombok:

  1. baju untuk pergi-pergi (baju bagus maksudnya) 5 stel
  2. baju tidur 5 stel
  3. baju rumahan (saat dia nggak pake diapers, kasiihan soalnya kalau dipakein diapers terus): 3 baju dan 6 celana pendek
  4. diapers
  5. kaos kaki
  6. jaket
  7. mainan
  8. botol susu 4 + susu 1 kaleng + termos
  9. mangkuk + gelas makan
  10. bubur yang berbentuk biskuit (biar bisa sekalian untuk cemilan) 1 kotak isi 12 biji
  11. kasur + selimut bayi + bantal bayi
  12. selendang
  13. penutup telinga
  14. kapas untuk penutup telinga kalau Avi menolak pake point 13
  15. minyak telon, bedak, tissue basah, cotton bud, sisir
  16. sabun botol, sabun mandi, shampoo

Semua perlengkapan Avi itu jadi 1 tas sendiri.

D-Day: Avi’s First Flight

Hari-H tanggal 6 Januari 2012, agak deg-degan juga saya, soalnya ini adalah penerbangan pertama saya dengan Avi. Ngeri dia nggak betah atau ngerasa nggak nyaman selama penerbangan nanti. Tapi ternyata ketakutan saya nggak terjadi.

Sebelum berangkat Avi sempat tidur sebentar di ruang tunggu Bandara Internasional Ngurah Rai-Bali. Pas ada panggilan pesawat akan berangkat, Avi langsung kebangun (kerasa kali dia ya kalau mau naik pesawat pertama kali, makanya langsung bangun 😀 ). Di dalam pesawat saya langsung pasang kapas di telinga Avi. Tapi karena Avi anaknya sudah banyak gerak jadinya kapas penutup telinga berkali-kali jatuh dan berkali-kali pula saya pasang ulang. Saat pesawat take off, saya dan suami saya sengaja ngajak Avi ngobrol & becanda supaya dia nggak ngerasain sakit di telinga karena tekanan udara yang tiba-tiba berubah. Dan benar saja, sepanjang perjalanan dari Bali-Lombok Avi nggak rewel sedikitpun.

Avi tertidur di ruang tunggu Bandara Internasional Ngurah Rai-Bali
Avi di dalam pesawat Merpati Airlines tujuan Bali-Lombok

Kami sampai di Bandara Internasional Lombok. Saya baru sadar kalau ternyata Bandara Lombok sudah tidak di Selaparang lagi, tapi di Lombok Praya. Lokasi bandara yang baru ini jauh dari Mataram. Dari Bandara Internasional Lombok Praya kita harus menempuh perjalanan menggunakan kendaraan bermotor sekitar 1 jam menuju Mataram dan 1 jam 30 menit menuju Senggigi. Untungnya di Bandara Internasional Lombok Praya ada sarana transportasi umum berupa bus Damri yang mengangkut penumpang ke Mataram sampai Senggigi. Tarif bus Damri dari Bandara Internasional Lombok-Senggigi sebesar Rp.25.000/orang. Selama perjalanan dari Bandara Internasional Lombok ke Senggigi, Avi nggak rewel sedikitpun. Nggak lain dan nggak bukan karena dia tidur! Hehehe… 😀

Baru mendarat di Bandara Internasional Lombok

Sampai di Senggigi, kami langsung ke Holiday Resort Lombok. Sebelumnya kami sudah memesan kamar di hotel ini melalui online booking di hargahotel.com. Avi sepertinya merasa cukup merasa nyaman di Holiday Resort Lombok. Hal ini bisa dibuktikan dengan tidurnya yang nyenyak dan tentu saja, no rewel!

Avi merasa cukup nyaman di Holiday Resort-Lombok

Lombok-Gili Trawangan

Keesokan harinya, 7 Januari 2012 kami merencanakan ke Gili Trawangan. Dari Lombok ke Gili Trawangan harus ditempuh melalui jalur laut menggunakan perahu motor selama kurang lebih 20 menit. Saya awalnya sudah ketar-ketir Avi bakalan mabok laut atau nangis-nangis karena “goyangan” ombak. Tapi ternyata Avi tenang-tenang aja tuh di atas perahu. Avi seperti sangat menikmati semilir angin laut dan sesekali cipratan air laut. Selama perjalanan laut dari Lombok menuju Gili Trawangan Avi dipeluk sama bapaknya. Mungkin hal inilah yang membuat Avi merasa nyaman dan tidak takut. Jadinya nggak rewel sedikitpun.

Avi nggak rewel sedikitpun naik perahu motor ke Gili Trawangan

Gili Trawangan

Sampai di Gili Trawangan kami langsung check in di Hotel Vila Ombak. Kabarnya sih hotel ini hotel bagus pertama yang ada di Gili Trawangan. Saya sih nggak terlalu musingin soal hal ini. Yang terpenting bagi saya saat itu adalah dapat penginapan yang dilengkapi dengan fasilitas fresh water di kamar mandi dan ada hot & cold waternya.

Tapi saya agak kecewa dengan hotel (yang katanya) bagus ini. Kekecewaan saya yang pertama adalah, shower di kamar mandi tetap air asin. Fresh water hanya disediakan di kran yang dibawahnya ditampung dengan gentong. It means, fresh water nggak bisa jadi air hangat. It means lagi, Avi harus mandi pakai air dingin! Huaaa, bete banget saya. Niat awal milih hotel paling bagus di Gili Trawangan ini kan supaya dapat fasilitas fresh hot-cold water! Kekecewaan saya yang kedua, sore hari saat mau memandikan Avi, fresh water dari kran nggak nyala! Hmmm, ngapain bayar hotel mahal-mahal kalau fasilitasnya sama aja seperti penginapan 100 ribuan yang banyak bertebaran di luar sana? Ya sudah lah ya, lain kali saya nggak bakalan nginep di tempat ini lagi!

Avi di kamar Hotel Vila Ombak-Gili Trawangan

Anyway, karena nggak ingin menyia-nyiakan waktu, setelah check in dan leyeh-leyeh sebentar, kami langsung mengelilingi Gili Trawangan menggunakan cidomo. Tarif cidomo 1 kali keliling Gili Trawangan Rp.125.000, dengan jumlah penumpang nggak boleh lebih dari 3 orang. Mahal juga ya…

Selama naik cidomo Avi agak rewel. Rewelnya Avi karena sebenarnya dia udah kecapekan dan ingin tiduran di kasur. Tapi gimana lagi, kami sudah terlanjur naik cidomo, jadi ya lanjut aja acara keliling pulau Gili Trawangannya.

Avi manyun waktu naik cidomo karena ngantuk

Pas udah selesai keliling Gili Trawangan dan sampai lagi di depan hotel, kantuk Avi sepertinya sudah hilang. Jadinya kami memutuskan untuk main-main dulu di pantai. Avi diajak bapaknya nyemplung ke laut. Tapi karena air laut saat itu sudah dingin, Avi nangis waktu dicemplungin ke laut. Jadinya Avi cuma leyeh-leyeh di pinggir pantai aja sampai matahari hampir terbenam.

Keesokan harinya kami kurang bisa menikmati Gili Trawangan karena cuaca yang kurang mendukung. Jadinya hari itu kami hanya sarapan di restoran hotel dan langsung kembali ke kamar lalu siap-siap balik ke Lombok untuk melanjutkan perjalanan ke Kuta-Lombok.

Ibu dan Avi menikmati sore di Gili Trawangan

Gili Trawangan-Kuta, Lombok

Cuaca saat itu sangat tidak mendukung, langit kelabu dan diikuti dengan gerimis. Angin laut pun bertiup cukup kencang. Tak ayal, ombak di laut bergulung-gulung dengan cukup hebohnya. *Aduh bahasa gw kok jadi kek gini sih???

Okay, yang pasti saat itu kami harus kembali ke Lombok naik perahu motor, namun cuaca sangat tidak mendukung. Ombak di laut cukup membuat saya (yang nggak mabokan naik kendaraan jenis apapun) berasa mual dan makanan yang sudah tertelan waktu sarapan tadi berlomba-lomba untuk keluar dari mulut saya. Untung saja saya masih bisa menahannya agar tidak berhamburan dari mulut. Karena saya selalu mensugesti diri sendiri kalau yang namanya muntah itu teramat sangat tidak enak, tenggorokan seperti tercekik, perut terkuras habis dan mulut akan terasa pahit setelahnya.

Bagaimana dengan Avi? Dia mah tertidur dengan cantiknya mulai perahu meninggalkan Gili Trawangan. Jadinya Avi nggak merasakan gimana nggak enaknya perut kena “goyangan” perahu. Avi baru tersadar saat kami dalam perjalanan menuju pantai Kuta-Lombok. Avi terlihat sangat segar dan ceria karena tidurnya cukup lama dan nyenyak. So, no rewel again! 😀

Mendung di Gili Trawangan saat akan kembali ke Lombok

Kuta, Lombok

Sesampainya di Kuta-Lombok kami disambut oleh hujan. Oleh sebab itu kami memutuskan untuk langsung ke hotel saja. Di Kuta-Lombok kami menginap di Novotel Kuta-Lombok. Yup, hotel bintang 5 ini yang paling nyaman selama kami berlibur ke Lombok. Walaupun kami menyewa kamar yang paling murah,tapi fasilitas yang kami dapatkan sangat memuaskan. So, hari itu kami hanya menghabiskan waktu di kamar saja karena hujan yang tak kunjung reda. Kami berharap keesokan harinya, cuaca akan membaik agar kami dapat menikmati indahnya pantai Kuta-Lombok.

Avi di kamar Hotel Novotel Kuta-Lombok

9 Januari 2012, hari terakhir kami di Lombok. Saat itu posisi kami di Kuta-Lombok. Pagi-pagi saya bangun, niatnya ingin menikmati pantai Kuta-Lombok, namun apa mau dikata hujan tak kunjung reda sampai check out time tiba. Jadinya kami benar-benar hanya di kamar hotel saja, bercanda dengan Avi.

Oh iya, just FYI, menurut sopir yang mengantar kami kemarin, di pantai Kuta-Lombok ini banyak sekali anak-anak yang akan menawarkan barang dagangannya dengan cara yang agak memaksa. Kalau kita emang nggak mau beli, langsung tolak saja. Kalau misalnya kita ngasih harapan ke mereka, mereka akan mengikuti kita terus. Kalau misalnya kita beli 1 barang mereka karena kasihan, maka nggak lama setelah kita beli barang mereka, teman-teman mereka akan datang secara bergiliran untuk menawarkan barang yang lain. Risih kan? Makanya menurut driver itu, mending langsung tolak aja kalau ada yang nawati ini-itu.

Pantai Kuta-Lombok (lagi mendung)

It’s Time to Go… HOME

Liburan di Lombok usai, kami harus kembali ke Bali lagi menggunakan maskapai yang sama, Merpati Airlines. Sebelum berangkat, Avi melek terus dan nggak mau diam. Saya juga sengaja mencegahnya tidur supaya di dalam pesawat nanti Avi bisa tidur nyenyak. Dugaan saya benar, baru saja naik ke atas pesawat Avi sudah ngerengek minta minum susu. Langsung saja saya kasih Avi susu yang sudah saya siapkan di botol dotnya. Sambil minum susu Avi tertidur pulas. Saat Avi tertidur pulas, saya memasang kapas di telinganya dan juga penutup telinga supaya Avi nggak keberisikan suara pesawat. Avi baru bangun waktu sudah sampai di Bali. Jadinya Avi nggak ngerasain goncangan pesawat yang terbang di cuaca buruk saat itu. And absolutely, no rewel again! 🙂

Avi tertidur nyenyak di dalam pesawat Merpati Airlines Lombok-Bali

Tips Traveling sama Bayi:

  1. Kalau sudah sampai di tempat tujuan, lumuri badan bayi (terutama bagian perut) dengan minyak telon supaya badannya tetap hangat sekaligus mencegah masuk angin.
  2. Kalau yang masih pakai ASI, usahakan untuk pompa ASI secukupnya untuk persediaan bila bayi kelaparan selama di perjalanan. Karena kalau saya sih risih harus menyusui bayi di tempat umum.
  3. Usahakan untuk membuat bayi merasa nyaman dengan berbagai perjalanan yang akan dilalui. Misalnya: saat di pesawat ajak ngobrol dan becanda terus untuk mengusir sakit di telinga karena tekanan udara yang berubah secara mendadak, peluk bayi selama di perahu agar dia tidak merasakan perahu yang bergoyang karena ombak.
  4. Utamakan kenyamanan anak. Rogoh kocek sedikit lebih banyak nggak papa asal anak, terutama yang masih bayi memperoleh penginapan yang nyaman.

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

The Incredible Experience from Backpacker’s Social Network (CouchSurfing)

By on January 5, 2012

Setelah Ditipu Cyclo-shit!

Kejadiannya terjadi saat saya melakukan Asean Trip tahun 2010 yang lalu. Seperti sudah pernah saya ceritakan sebelumnya kalau saya dikelabui sama cyclo saat traveling ke Vietnam (traveler bisa baca disini), saat itu keadaan saya benar-benar galau. Saya shock luar biasa harus kehilangan $70 di hari pertama saya kelilig Asean. Dengan bercucuran air mata (halah, lebaydotcom!) saya menguatkan hati saya (lebay lagi) untuk mengirim message di Grup Saigon yang ada di situs jejaring sosial untuk para backpacker couchsurfing.org (CS).

Pada message tersebut saya menuliskan kalau saya baru saja kena tipu sama tukang cyclo yang namanya Tram. Saya ingin bertemu dengan orang lokal (orang asli Vietnam) untuk curhat dan ngobrol agar pandangan negatif saya terhadap orang Vietnam bisa terhapus. Ada beberapa orang yang membalas message saya, salah satunya memberi tahu kalau malam itu akan ada kopdar CS Saigon. Di kopdar itu akan hadir juga ambassador Saigon. Jadi saya bisa menceritakan pengalaman buruk saya selama di Vietnam padanya. Tapi nggak ada satupun message balasan yang bilang kalau mau ketemu saya.

Ben Thanh Market

Singkat cerita, daripada saya “meng-galau” terus berdua sama backpacking-mate saya saat itu (@Nisunn), meratapi nasib telah kehilangan $70, kami memutuskan untuk keluar jalan-jalan ke Ben Than Market yang lokasinya tidak terlalu jauh dari hostel kami. Memasuki Ben Thanh Market saya merasa seperti sedang berada di pasar Bringharjo, Jogja. Saya melihat berbagai macam barang dan juga proses jual beli yang sedang terjadi disana. Saat sedang asik-asiknya melihat-lihat dan sedikit melupakan pengalaman nggak ngenakin yang baru saja saya alami, tiba-tiba ponsel saya bunyi. Nomor yang tertera di layar ponsel tidak saya kenali, dan kode negara yang muncul adalah kode Vietnam! Saya langsung berpikir kalau ini pasti salah satu member CS yang telah membaca curhatan saya di grup Saigon. Saya senang luar biasa karena ada orang Vietnam yang peduli pada saya. Saya angkat telepon itu, seseorang bernama Nguyen berbicara di seberang sana. Kami lalu berjanji untuk bertemu di patung kuda yang terletak di depan Ben Thanh Market.

Baiknya Orang Vietnam

Saya dan Nisun langsung ngacir menuju tempat yang telah disepakati. Kami nggak harus menunggu terlalu lama sampai orang yang bernama Nguyen itu muncul di hadapan kami. Nguyen ternyata nggak hanya seorang diri. Dia juga membawa satu orang temannya yang bernama Fini. Huaaa… Senangnya… Akhirnya saya bertemu dengan penduduk lokal Vietnam yang baik hati. 🙂

Saat Nguyen dan Fini datang, kami langsung ngobrol akrab seperti 4 orang yang telah berkawan lama. Lalu saya mengingat sesuatu. Saya bertanya pada Nguyen (tentunya dalam bahasa Inggris) “Kamu tadi baca message curhatan saya di grup Saigon ya?”. Nguyen menjawab nggak. Saya bingung, dari mana dia tahu kondisi saya dan no telepon saya kalau dia tidak membaca message itu? Terus saya bertanya lagi, “Kamu member CS, couchsurfing, kan?”. Nguyen menjawab, “Emang, CS, couchsurfing, itu apa?”. Walah saya jadi makin bingung lagi. Nguyen bukan member CS juga! Terus dia bisa tahu saya dari mana???

Anyway, dari patung kuda, Nguyen dan Fini membawa saya ke salah satu resto yang ada di Ho Chi Minh City. Disitu kami dikenalkan dengan satu orang teman mereka berdua, namanya Nhan. Setalah itu kami diajak jalan-jalan menikmati Ho Chi Minh City di malam hari dan mereka juga mengantar saya & Nisun kembali ke hostel. Saya senang sekali bisa bertemu dengan orang lokal yang bener-bener baik walaupun masih muncul pertanyaan dalam hati, bagaimana mereka bisa tahu tentang saya padahal mereka bukan member couchsurfing?

ki-ka: Fini, Nguyen, Nhan

The Truth Behind…

Pertanyaan itu terjawab keesokan harinya saat saya menyempatkan diri untuk browsing internet, ngecek email dan beberapa account pribadi sebelum melakukan tour ke Cu Chi Tunnel dan Cao Dai Temple. Salah satu account yang saya cek adalah account saya di couchsurfing.org. Ada satu message yang berasal dari kawan saya, namanya Anya (@njamalia).

Anya dan saya berteman sejak kami berkesempatan ke Jerman untuk menghadiri ISWI 2009. Anya juga salah satu member di CS dan ternyata Anya juga ikut grup Saigon karena dia pernah ikut pertukaran pelajar disana. Nah, oleh sebab itu, teman-teman Anya di Ho Chi Minh City lumayan banyak.

Anyway, Anya tahu kondisi saya yang abis ditipu cyclo saat dia membaca thread di grup Saigon. Dia mungkin bisa merasakan apa yang saya rasakan saat itu (halah!), lalu dia langsung menghubungi salah satu temannya di Ho Chi Minh City. Namun sayang sekali, ternyata teman Anya itu lagi nggak ada di Ho Chi Minh City, jadinya dia nggak bisa nolong saya secara langsung. Tapi, itulah “hebatnya” jalur pertemanan ala backpacker, teman Anya (yang nggak kenal saya sama sekali) menghubungi temannya (bingung kan lo sama bahasa gw, temannya ngubungin temanya… baca pelan-pelan deh kalo bingung! Hahaha… *sengaja bikin puyeng). Teman yang dihubungi oleh temannya Anya ini juga bukan member couchsurfing.org. Nah, teman yang dihubungi temannya Anya itu nggak lain dan nggak bukan adalah Nguyen dan Fini! (Sudah nyambungkah dengan cerita saya?). Pantas aja waktu saya nanya tentang couchsurfing ke Nguyen dan Fini mereka plonga-plongo! 😀

Mau tahu baiknya Nguyen, Fini dan Nhan lagi? Kalau mereka nggak bisa nemenin saya&Nisun jalan-jalan, mereka mengusahakan agar ada teman lain yang bisa menemani kami. Kami jadi punya 2 teman baru dari Vietnam, namanya Phan dan Dona.Phan dan Dona menemani saya city tour di Ho Chi Minh City by walk. Selain itu Nguyen, Fini dan Nhan juga mengusahakan agar saya dan Nisun dapet tumpangan nginep di rumah teman mereka (namanya Mei) selama 1 malam karena budget kami untuk akomodasi di Vietnam sudah habis “digondol” si cyclo-shit itu!

ki-ka: Nisun, Dona, Phan, Saya
Nisun lagi nyoba baju adat Vietnam punya Nguyen

Hhhmmmm… Itulah hebatnya couchsurfing.org, salah satu website jejaring sosial bagi para backpacker. Kalau kita nggak bisa nolong langsung backpacker lain yang lagi kesusahan, kita bisa minta bantuan pada orang lain. Dan bisa jadi orang lain itu bukan member couchsurfing. Ternyata masih banyak ya orang baik di dunia ini… Setelah ditipu abis-abisan ama si cyclo-shit, saya ketemu sama penduduk lokan yang sangat friendly dan juga helpfull banget. Yang pasti saya juga nambah teman…

Satu hal yang harus diingat adalah, semua itu nggak bakalan terjadi tanpa adanya “tangan tak terlihat” yang akan selalu menolong kita dengan caraNya. Terima kasih ya Allah untuk pertolonganMu saat itu… 🙂

*****

Special Thank’s to:

1. Allah SWT

2. Anya, yang udah ngubungin temannya di Ho Chi Minh City

3. Temannya Anya, which is namanya Thanh, sengaja di atas nggak saya tulis nama dia biar traveler rada riweuh bacanya. Hahaha..

4. Nguyen, Fini, Nhan, Phan dan Dona…

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

Vietnam Utara dan Vietnam Selatan

By on January 1, 2012
Vietnam (Image from www.vnvietnamtours.com)

Vietnam, ada beberapa kenyataan tentang Vietnam yang baru saya ketahui ketika saya berkesempatan mengunjungi negara itu. Hal-hal tersebut saya ketahui saat saya ngobrol dengan orang lokal Vietnam. So, this is it…

Vietnam terbagi menjadi 2, Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Namun, tetap satu negara.

Vietnam Utara beribukota Hanoi. Sedangkan Vietnam Selatan, ibu kotanya adalah Ho Chi Minh City.

Sama seperti Korea, Vietnam Utara menganut paham komunis-sosialis sedangkan Vietnam Selatan lebih demokratis.

Vietnam Utara memiliki 4 musim (tapi tidak ada salju) sedangkan Vietnam Selatan hanya 2 musim. Kenyataan ini yang benar-benar baru saya tahu. Lucu juga ya, 1 negara punya dua musim. 😀

Continue Reading

Cerita Traveling | Indonesia

AMED: Another Hidden Paradise in Bali

By on December 1, 2011
Laut di Amed

Amed, tidak banyak wisatawan domestik yang pernah ke tempat ini. Jangankan pergi ke Amed, mendengar ada tourist spot di Bali yang namanya Amed mungkin hanya segelintir orang saja yang tahu. Salah satu alasan kenapa turis domestik banyak yang nggak tahu Amed (mungkin) karena jarak tempuhnya yang lumayan jauh dari Denpasar atau Kuta. Selain itu, yang “tertanam” di dalam kepala turis lokal kalau ke Bali hanya Kuta/Sanur saja. Miris sekali saat saya menyadari hal ini, soalnya Amed jauh lebih dikenal oleh wisatawan asing ketimbang orang Indonesia sendiri.

Untuk traveler yang menyukai tempat tenang dan jauh dari keramaian sangat cocok jika ke Amed. Amed merupakan tourism spot yang cukup menyenangkan untuk melepaskan diri dari hiruk pikuk dan hingar bingar kota. Kenapa Amed masih tenang? karena belum ada nite club disana dan sebagian besar turis yang ke Amed adalah turis mancanegara. Yang pasti saya selalu merasa lebih tenang jika ke Amed.

Get In

Honestly, dari sekian banyak tempat wisata di Bali, Amed merupakan favorit suami saya. Saya dan suami beberapa kali ke Amed dan memang nggak ada kata bosan untuk tempat wisata satu ini. Memang, jarak tempuh yang dibutuhkan untuk menjangkau Amed dari Kuta/Denpasar sekitar 3 jam perjalanan dengan kendaraan bermotor plus medan yang harus dilalui juga lumayan “meliuk-liuk”. Tapi dijamin, setelah sampai di Amed, lamanya perjalanan itu akan terbayar dengan panorama alam yang disuguhkan oleh Amed.

Tidak ada angkutan umum ke Amed. Jadi kalau kita ingin menjangkau lokasi itu maka mau nggak mau pilihannya adalah sewa mobil/motor atau naik shuttle bus yang banyak bertebaran di sekitar Kuta, Legian dan Sanur. Tapi luayan mahal juga kalau naik shuttle bus, tarif per orangnya bisa sampai Rp.215.000. Dan shuttle bus itu juga hanya mau berangkat kalau minimal ada 2 orang yang akan menuju tempat itu. Kalau misalnya ramean (bareng sama beberapa teman) saya sarankan untuk sewa mobil saja, karena… ya apalagi kalau biar nggak berat di ongkos bo!

Sleep

Kalau sudah sampai di Amed, apa yang harus kita lakukan? Tentu saja cari tempat untuk menginap. Di Amed ada banyak penginapan, mulai dari yang kelas melati (budget hotel/hostel) sampai yang model villa. Kalau penginapan favorit saya dan suami yaitu Puri Wirata Resort. Biasanya kami menyewa kamar tipe ocean view villa yang ada di Puri Wirata. Dari tempat tidur yang ada di kamar kami, kami bisa memandang laut lepas. Hmm…sungguh pemandangan yang luar biasa. Ya iyalah, pemandangan yang kita dapatkan luar biasa, sesuailah dengan cost yang harus dikeluarkan untuk menyewa villa di Puri Wirata Resort.

Sunset in Amed from Puri Wirata Resort
Ocean View Villa at Puri Wirata Resort

Untuk para traveler dengan budget terbatas nggak usah khawatir karena di Amed juga banyak hostel dengan harga yang sangat terjangkau. Saya dan suami pernah menginap di salah satu guesthouse di Amed yang harga sewa kamar per malamnya hanya Rp.75.000 saja. Di depan Puri Wirata Resort juga ada guesthouse dengan view laut. Harga sewanya tidak terlalu mahal, hanya Rp.150.000-Rp.200.000/malam.

Guesthouse Rp.75.000-an di Amed

Eat & Drink

Amed itu letaknya agak di pedalaman. Nggak ada yang namanya minimarket apalagi supermarket. Jadi untuk hal yang berkaitan dengan cemal-cemil, minuman-minuman dan kawan-kawannya, sebaiknya traveler beli dulu di minimarket/supermarket sebelum Amed (di Karangasem).

Di Amed juga jarang ada warteg atau warung kaki lima. Tempat makan di sekitar Amed rata-rata didesign gaya resto karena menyesuaikan dengan pengunjung yang kebanyakan bule. Harganya juga harga bule, maksud saya agak terasa mahal untuk ukuran turis domestik. Untuk mengatasi hal ini biasanya saya dan suami bawa bekal (terutama air mineral dan camilan) secukupnya selama di Amed.

Do

Pantai Amed memang tidak terlalu bagus karena struktur pantainya hanya sedikit yang berupa pasir, sebagian besarnya berupa bebatuan. Makanya, berjemur bukan ide yang baik untuk dilakukan di Amed. Walaupun pantainya sangat tidak menarik (menurut saya), laut Amed sangat indah dan jernih. Gradasi warna biru toska menuju biru laut akan membuat siapapun yang memandangnya akan merasa damai. Inilah yang paling saya suka dari Amed.

Pantai di Amed
Keluarga kecil saya di Amed 🙂

Amed yang tenang sangat cocok jika dijadikan tempat untuk beristirahat, terutama bagi pasangan yang lagi honeymoon. Benar saja, suasana Amed yang tenang ditambah dengan alunan debur ombak plus biru dan jernihnya laut di Amed merupakan perpaduan yang sempurna untuk memperoleh kesan romantis selama honeymoon. Beberapa pasangan newly wed kami (saya dan suami) sarankan untuk honeymoon di Amed dan semuanya selalu merasa puas telah menghabiskan liburan bulan madu mereka di Amed.

Pasangan honeymoon di Amed-Bali

Amed terkenal karena underwater world-nya yang cantik. Di Amed (kalau nggak salah) ada kapal Jepang yang karam. Hal inilah yang menjadikan biota bawah laut Amed sangat beragam. Buat traveler pecinta diving atau snorkeling, Amed merupakan salah satu spot yang harus dikunjungi. Ikan beraneka warna, bintang laut dan juga karang, semua itu akan memanjakan mata Anda yang sedang snorkeling atau diving.

So, tidak salah rasanya jika saya menyebut Amed is another hidden paradise in Bali… 🙂

Pasangan honeymoon siap-siap mau snorkeling di Amed

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

I’m Rich in Vietnam!

By on May 19, 2011
Vinaphone

Vietnam, salah satu Negara yang berada di kawasan timur Asia Tenggara. Saat ini, sama halnya seperti Indonesia, Vietnam sedang membangun negaranya setelah luluh lantak akibat perang. Karena sedang membangun otomatis banyak perusahaan-perusahaan yang berdiri di negeri itu, misalnya saja Vinasun Taxi, Vinaphone, Vinamilk, dan Vina-Vina yang lain.

What?? Vina?? Itu kan nama saya?? Yup, sebagian besar perusahaan di Vietnam menggunakan nama “Vina” yang diakhiri dengan produk mereka sebagai brand-nya. Hahaha… saya jadi berasa seperti owner dari semua produk dengan brand “Vina”. So, I’m a rich woman in Vietnam!! 😀

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

Honeymoon Backpacker :D (1)

By on April 4, 2011

Setelah setahun tidak melanglang buana, akhirnya tanggal 2 Februari 2011 kemarin imigrasi Soekarno Hatta International Airport dan Phuket International Airport dengan suksesnya menambahkan stempel di passport saya. Yup, saya traveling lagi! Yeeyyy, senangnya… 🙂

Tapi tidak seperti sebelumnya, saya yang sudah tidak lagi single and available ini mau tak mau harus traveling sama suami tercinta! Yah, bisa dibilang ini salah satu bulan madu kami setelah sebelumnya bulan madu keliling Bali. Pasti traveler’s ngiri banget kan? Abis bulan madu keliling Bali, eh sekarang malah ke Thailand. Eit, tunggu dulu, bukan di Thailand aja lho tapi ke Malaysia dan Singapore juga! Hahaha… saya yakin pasti tambah ngiri… 😀

Mungkin traveler’s mikirnya kami kebanyakan uang atau punya pohon uang yang setiap harinya bisa dipanen ya? Waduh, salah besar… Kami traveling plus honeymoon dengan budget yang sangat-sangat terbatas!

As Always, Berawal dari Tiket Promo

Now everyone can fly

Sama seperti traveling-traveling sebelumnya, rencana jalan-jalan saya selalu berawal dari tiket murah. Yah, apalagi kalau bukan tiket promo yang ditawarkan oleh maskapai AA dengan jargonnya “Now everyone can fly” (pasti traveler’s sudah bisa nebak kan maskapai apa itu??). Namun, kali ini suami saya duluan yang “menemukan” tiket murah itu. Jadi, dia sudah booking tuh tiket sejak setahun yang lalu saat kami belum bertemu dengan jadwal penerbangan Jakarta-Phuket.

Nah, setelah kami bertemu dan semuanya selesai, kami merencanakan untuk traveling bareng plus honeymoon. Jadilah saya booking juga penerbangan Jakarta-Phuket. But, unfortunately, penerbangan pada hari yang sama tiket yang harga promonya sudah habis! Jadinya saya booking tiket sehari setelah suami saya sampai di Phuket. Huhuhu, nggak bisa satu pesawat deh… 🙁

Tapi, ternyata eh ternyata, sekitar bulan November pihak maskapai yang bersangkutan mengirim sms ke suami saya yang menerangkan bahwa jadwal penerbangannya diundur 3 hari dari jadwal sebelumnya. Bete nggak sih??? Masa iya saya bengong sendirian di Phuket? Akhirnya kami berinisiatif untuk mencari tiket lain di hari yang sama.

Setelah mencari dengan penuh kesabaran (halah, lebay!), ketemu juga tiket yang lumayan “masuk akal”. Tapi tetap saja kami tidak bisa satu pesawat. Saya tetap berangkat dari Jakarta, sedangkan suami berangkat dari Bali. Yah, nggak papa lah… yang penting bisa sampai Phuket di hari yang sama. 😀

D-Day

Setelah menanti sekian lama, hari yang ditunggu-tunggu datang juga, 2 Februari 2011. Jam 6.40 saya harus bertolak ke Jakarta dari bandara Ngurah Rai. Walaupun saya tidak bisa satu pesawat dengan suami dan kami berangkat dari kota yang berbeda, ternyata hal itu ada hikmahnya. Yah, benar. Untuk kesekian kalinya saya merasa semua yang terjadi dalam hidup saya telah ada yang mengatur. Mengapa saya harus berbeda pesawat dan berangkat dari kota yang berbeda dengan suami saya, ternyata Allah telah merencanakan hal lain. Ada beberapa hal yang hal yang harus saya bereskan di Jakarta dan Bogor, makanya jeda waktu antara kedatangan saya di Jakarta dengan keberangkatan saya ke Phuket saya manfaatkan untuk menyelesaikan semua urusan itu. Alhamdulillah semuanya bisa beres… 🙂

Berbekal masing-masing satu ransel dan satu tas tangan kecil untuk menyimpan dokumen-dokumen penting yang harus dibawa kemana-mana seperti paspor, tiket dan lain-lain, kami berangkat dengan pesawat masing-masing menuju Phuket. Suami saya sampai di Phuket jam 14.45, sedangkan saya sekitar jam 20.50. Kasihan juga sih sebenarnya suami saya harus menunggu saya di bandara selama lebih dari 6 jam. Tapi karena dia cinta bukan main sama saya, dia setia menunggu kedatangan saya di Phuket.

Sesampainya saya di bandara, suami saya telah membeli tiket bus dari bandara menuju Patong Beach seharga THB 150/orang. Tapi tiket bus yang dibeli suami saya itu bukan public bus, melainkan private bus. Suami saya terpaksa membeli tiket private bus karena public bus sudah tidak beroperasi pada jam tersebut, jadi kami terpaksa harus membeli tiket private bus itu. Sekedar gambaran saja, kalau kita ingin menggunakan public bus menuju Patosng beach, harga tiket dari bandara Phuket menuju terminal Phuket seharga THB 85/orang, lalu dilanjutkan dengan public bus dari terminal Phuket ke Patong beach seharga THB 28/orang.

Kami berpikir setelah membeli tiket private bus menuju Patong beach kami sudah bisa langsung naik bus dan sampai di Patong beach. Tapi setelah kami menunggu sekitar setengah jam, private bus yang akan membawa kami ke Patong beach tidak kunjung datang. Kami dan sekitar 10 orang yang akan naik bus yang sama terlantar menunggu bus di pelataran bandara Phuket. Persis seperti pengungsi yang sedang menunggu angkutan untuk dipindahkan ke tempat yang lebih aman! Hahaha… lebay! 😀

Anyway, karena menunggu terlalu lama, suami saya mulai bosan. Karena dasarnya dia tidak bisa diam, dia pergi jalan mondar-mandir kesana-kesini, ngobrol sama tukang taksi yang ada di bandara. Tiba-tiba suami saya ngobrol sama salah satu couple dari Indonesia yang juga menunggu bus yang sama, terus mereka saling deal. Tahu apa yang dilakukan suami saya? Dia mengembalikan tiket bus dan nawar salah satu taksi yang ada di bandara. Si sopir taksi minta tambahan uang THB 200 untuk mengantar kami sampai di Patong beach. Karena suami saya nggak mau rugi-rugi amat, dia menawari couple Indonesia itu untuk patungan biaya tambahan taksi dan Alhamdulillahnya mereka mau. 😀

Patong beach dari bandara Phuket lumayan jauh, sekitar 45 menit sampai satu jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Patong beach boleh dibilang pusat pariwisata dari Phuket Island. Sebagian besar akomodari dan fasilitas yang dibutuhkan oleh para wisatawan ada disana. Pantainya pun cukup bagus dan nyaman untuk bersantai sambil berjemur plus program penghitaman kulit! Hahaha… 😀

Sesampainya kami di Patong beach, hal pertama yang kami lakukan adalah mencari penginapan. Tentu saja penginapan yang harganya sesuai dengan budget kami. Dari info yang kami dapatkan, banyak penginapan murah, semacam guesthouse di daerah belakang hotel Ibis yang ada di Patong beach. Maka kami minta diturunkan di tempat itu ke sopir taksi. Guesthouse yang ada di Patong beach tidak seperti yang saya bayangkan. Di Patong beach rata-rata guesthousenya merupakan ruko yang “disulap” menjadi penginapan. Saya dan suami saya keluar masuk beberapa guesthouse, tapi belum juga mendapatkan kamar yang cocok. Banyak guesthouse yang sudah fully booked karena saat itu sedang high season dan ada guesthouse yang cocok di mata, tapi tidak cocok di kantong! Hehehe…

Odin's Guesthouse

Kami keluar dari backpacker area di belakang hotel ibis menuju jalan utama. Disana juga banyak guesthouse-guesthouse yang menawarkan kamar dengan harga murah. And finally, setelah keluar masuk beberapa guesthouse, kami “menemukan” kamar yang cocok di kantong dan juga di mata :D. Namanya Odin’s guesthouse. Kamar yang kami sewa harganya THB 800/night dengan fasilitas AC dan kulkas. Alhamdulillah… 🙂

Patong Beach

Pantai Patong Phuket bisa dikatakan sama dengan Kuta-nya Bali. Lokasi ini merupakan pusat pariwisata pulau Phuket-Thailand. Sebenarnya ada satu lagi lokasi yang cukup menarik di Pulau Phuket yaitu Karon beach. Tapi di lokasi tersebut tidak seramai Patong beach. Selain itu, banyak took-toko, guesthouse maupun tourist information yang sudah tutup di Karon beach. Jadi fasilitas yang memudahkan para wisatawan sangat minim di pantai Karon ini.

Anyway, Patong beach yang merupakan pusat pariwisata Phuket island tentu saja memiliki keindahan serta fasilitas-fasilitas yang memudahkan para wisatawan, terutama wisatawan mancanegara (termasuk kami). Fasilitas-fasilitas tersebut misalnya saja tourist information yang banyak beterbaran di pinggir-pinggir jalan yang ada di Patong beach, hotel serta guesthouse dengan berbagai variasi harga, tempat makan dan juga toko-toko yang menyediakan berbagai kebutuhan para wisatawan terutama untuk oleh-oleh. Nah, khusus untuk toko oleh-oleh, para wisatawan harus pandai-pandai menawar harga dari si penjual kalau nggak mau rugi.

Patong Beach-Phuket, Thailand

Dari segi keindahan, pantai Patong memiliki air laut berwarna biru toska yang sangat jernih. Selain itu, pasir pantainya pun sangat lembut. Kedua hal ini menjadikan aktivitas berenang di pantai menjadi sangat mengasikkan. Apalagi kalo berenangnya berdua sama suami! Hehehe… buat yang masih single jangan mupeng ya… :p Di pinggiran pantai Patong banyak terdapat kursi tidur plus payung yang disewakan. Jadi kita bisa malas-malasan di kursi tidur itu sambil berjemur dan menikmati keindahan pantai Patong. Kalau nggak mau nyewa kursi tidur, ya tinggak bawa sarung pantai saja, terus di gelar deh di pantai. Tapi risikonya adalah, kulit kita bisa berubah warna dengan sangat cepat alias bisa kebakar matahari. Makanya, jangan lupa pakai sunblock ya traveler’s… 🙂

Menyusuri Phuket

Hari kedua di Phuket island saya dan suami saya memutuskan untuk menyusuri pulau Phuket dengan motor. Guesthouse kami juga menyediakan jasa sewa motor, jadi kami menyewa motor disana saja biar pas ngebalikin nggak ribet. Harga sewa motor di Phuket THB 200/ 24 jam. Masih masuk akal sih karena harga itu relative sama dengan harga sewa motor di Bali untuk satu hari atau 24 jam. Tapi yang bikin nyesek adalah harga bensin di Phuket! Mau tahu berapa? THB 40/liter!! Harga itu setara dengan Rp.12.000/liter. Mahal banget kan?? Padahal kalau di daerah Hatyai harga bensin per liternya hanya THB25! Huuuhhh, memang ya, dimana-mana yang namanya tempat wisata pasti harga-harganya pada melambung tinggi!

Saya dan suami menyusuri Phuket dimulai dari salah satu mall (saya lupa namanya) yang ada di Patong beach. Kami mampir ke mall tersebut untuk beli sunblock karena sunblock yang sengaja dibawa dari Bali harus nginep dulu di bandara Ngurah Rai karena kelebihan berat 10 ml! Bete khan? Anyway, dari mall itu kami memutuskan untuk ke pantai Karon. Sama seperti pantai Patong, pantai Karon memiliki air laut berwarna biru toska yang jernih dan pasir pantai brwarna putih yang sangat halus. Di pantai Karon juga banyak terdapat kursi tidur plus payung yang disewakan untuk para turis berjemur.

Oh iya, saat menyusuri pulau Phuket ini kami baru menyadari bahwa kontur pulau ini tidak rata. Pantai-pantainya ada di balik bukit semua, jadi kalau misalnya jalan-jalan dengan mengendarai motor, usahakan isi bensin secukupnya ya… yang pasti jangan sampai motor kehabisan bensin di tengah jalan dan kita harus ngedorong tuh motor melewati jalanan yang naik turun.

Pulau Phuket kami rasa sama banget sama pulau Bali. Phuket town berada agak jauh dari Patong beach ataupun Karon beach, persis seperti Denpasar yang letaknya agak jauh dari pantai Kuta atau pantai Sanur. Kami rasa bagus juga sih tata kota seperti itu, agar membedakan mana tempat yang khusus untuk pemerintahan dan juga mana tempat yang khusus untuk pariwisata.

Jalan di tepi pantai Patong-Phuket

Sama seperti di Indonesia, di pinggir-pinggir jalanan pulau Phuket juga banyak penjual buah. Mereka menjajakan buah potong segar yang enak sekali bila dinikmati saat terik matahari serasa seperti di ubun-ubun. Tapi ada yang berbeda dengan buah-buahan di Thailand. Disana kami rasa buah-buahannya lebih segar daripada buah-buahan potong yang ada di Indonesia. Memang sih, harganya lebih mahal. Satu potong semangka (potongannya lebih besar dari yang di Indonesia) harganya THB 20 atau sama dengan Rp.6000. Tapi dijamin deh, setelah makan tuh semangka, tenggorokan bisa langsung segar! 🙂 Anyway, kami berdua suka sekali nyemil buah kalau sedang di Thailand, apalagi saat siang hari.

Rasa makanan di Phuket agak berbeda dengan makanan di Indonesia. Menurut kami, makanan disana asin semua. Walaupun sudah pesan daging bumbu kecap tapi tetap saja asin! Pokoknya agak kurang cocok lah untuk lidah Indonesia. Tapi ada satu masakan uang sangat disuka suami saya disana. Makanan apa coba…? Ayam goreng di pinggir jalan! Jadi disana (siang dan malam) ada beberapa penjual ayam goreng “gerobak”. Ayamnya digoreng garing, sangat renyah dan gurih. Soal harga? Nggak mahal kok, kami makan ayam goreng dada potongan besar plus nasi yang paling mahal saat di Patong beach hanya menghabiskan THB 80 untuk 2 orang. Lumayan murah lho!

Oh iya, ada satu lagi makanan, tepatnya camilan, yang kami suka disana. Judulnya sih Thai pancake, tapi tahu bentuknya seperti apa? Seperti martabak telur! Seriously… judulnya memang pancake, tapi bentuknya martabak telur banget! Hanya bedanya dengan martabak telur, kalau martabak telur rasanya asin dan berbahan dasar telur, nah kalau Thai pancake itu manis dan bahan dasarnya kita bisa pilih sendiri, mau pakai pisang, kelapa ataupun selai dengan berbagai macam rasa. Dijamin deh, sekali makan Thai pancake, pasti ketagihan! 😀

Kehidupan Malam di Patong Beach

suasana "Legian-nya Patong" di malam hari

Sekali lagi saya harus bilang, “sama seperti Bali”, di Patong beach juga ada “Legian-nya Bali”. Tempatnya di dekat mall yang ada carrefournya (maaf saya lupa nama mallnya apa). Tapi bedanya dengan Legian, daerah itu bebas dari kendaaraan bermotor. Jadi orang-orang yang menyusuri jalan itu jalan kaki semua. Saat saya dan suami menunyusuri tempat itu, suasananya sangat crowded, entah karena sedang high season atau memang seperti itu setiap malamnya. Yang pasti banyak sekali turis, terutama bule, yang juga menyusuri “Legian-nya Patong”.

Persis seperti di jalan Legian, di jalan itu (sekali lagi mohon maaf saya tidak tahu nama jalannya apa), banyak terdapat penjual souvenir khas Thailand, café, food court, dan pastinya niteclub untuk ngedugem! Di jalan itu selain disesaki oleh para turis juga banyak “SPG” dan “SPB-sales promotion boy-“ yang menawari para turis untuk mau masuk ke niteclubnya. Saya dan suami beberapa kali ditawari oleh para SPG dan SPB itu, tapi kami selalu berkelit kalau mau makan dulu. Sepulangnya dari makan di pinggir pantai Patong kami menyusuri jalan “Legian-nya Patong” lagi. Sama seperti saat berangkat, pulangnya pun kami ditawari untuk masuk ke salah satu niteclub oleh para SPG dan SPB. Akhirnya suami saya setuju untuk masuk ke salah satu niteclub dan menonton atraksi yang ada di sana. Saya dan suami harus merogoh kocek sampai THB 600 untuk menonton atraksi itu. Mungkin maksud suami saya mau masuk ke salah satu niteclub itu untuk menunjukkan pada saya atraksi khas Thailand, namun setelah saya masuk dan menonton atraksi itu, yang ada saya malah mual, sakit perut, dan berasa ingin muntah. Huh, sebel deh… sudah bayar mahal-mahal, yang ada perut saya jadi nggak karu-karuan! Penasaran kan apa atraksinya? Silahkan traveler’s cari sendiri kalau someday punya kesempatan ke Phuket atau ke Thailand. Hehehehe… sok bikin penasaran gitu…. :p

Ladyboy (bencong-red) di Patong beach, Phuket-Thailand

Anyway, salah satu icon Thailand adalah ladyboy alias bencong yang cantik-cantik bahkan ngalah-ngalahin kecantikan cewek asli. Di “Legian-nya Patong” ada salah satu niteclub yang pelayan dan “cewek-ceweknya” ladyboy semua. Di depan niteclub itu ada beberapa ladyboy yang mengenakan kostum dan mau berfoto dengan turis-turis. Tapi jangan salah, foto dengan para ladyboy itu nggak gratis! Kita harus merogoh kocek minimal THB 200 untuk sekali foto! Traveler’s mau? 😀

*to be continued…

Continue Reading