Ladies Traveler

Perempuan Juga Bisa Keliling Dunia
Asia | Cerita Traveling

First Day in Ho Chi Minh City (Saigon), Vietnam

By on February 28, 2010

3 Februari 2010, jam 19.30 waktu Ho Chi Minh City (HCMC), yang ternyata gak ada beda dengan waktu Indonesia bagian barat, saya dan salah seorang teman saya (Nisun) landing di Bandara Interenasional HCMC. Setelah ngurus perimigrasian dan baggage plus nukerin uang dari US dolar (USD) ke Dong Vietnam (VND), lalu kami keluar dari areal bandara. Saat itu saya merasa seperti “lost in HCMC!”. I don’t know what to do and I don’t know where to go! Memang, ini bukan pertama kalinya saya ke luar negeri, sebelumnya saya sudah dua kali ke luar negeri (ke Sabah-Malaysia dan ke Jerman), tapi yang sebelumnya itu kan sudah terorganisir dengan baik karena termasuk dalam program pertukaran pelajar dan international conference. Jadi pas nyampe bandara negara yang bersangkutan, udah ada yang ngejemput. Gak seperti sekarang ini. Saya hanya bisa melihat barisan para penjemput yang diantaranya ada yang mengangkat kertas bertuliskan nama orang yang dijemputnya. Saya berharap ada nama saya tercantum di salah satunya. Tapi walaupun sudah berulang kali melihat ke barisan para penjemput itu, tetap saja nama saya tidak ada! Ya iyalah, lha wong saya tidak punya kenalan sama sekali di HCMC ini! Hehehe… :P. Yang ada juga sopir-sopir taxi nawarin jasanya ke kami! Huuhhh, sama aja ternyata seperti di Jakarta!

baru sampai di bandara Ho Chi Minh City, Vietnam
Bandara Ho Chi Minh City, Vietnam

Anyway, setelah celingak-celinguk kesana-kemari dan setelah selesai “euforia sesaat”, akhirnya Nisun bilang sesuatu yang cukup ngagetin saya, “Nok (gak tahu kenapa dia manggil saya Denok, padahal nama saya Vina, jauh banget kan ya?), ada KFC! Kita makan dulu aja yuukkk…”
“Mana?”, tanya saya.
“Itu, di mall depan”, jawab Nisun sambil menunjuk sebuah mall di depan bandara.
Karena kami berdua sama-sama kelaperan setelah sebelumnya nahan diri untuk gak makan apapun selama 3 jam penerbangan (maklum, tiket murah, jadi gak dapet makan! Dan gak boleh makan+minum dari makanan yang dibawa dari luar pesawat). Akhirnya kami makan dulu di KFC depan airport, yang setelahnya baru saya tahu kalau itu adalah salah satu mall high class yang ada di HCMC! Parkson gitu…

Saya dan Nisun makan di KFC paket nasi, 2 chicken stripes, 1 sup ayam, dan 1 pepsi cuman 29.000VND, atau sama dengan Rp.14.500! kalo menurut saya sih, itu murah banget… soalnya chicken stripes-nya lumayan gede-gede walopun cuman dapet dua biji! Selain itu, paket KFC disini beda sama KFC di Indonesia. Disini kita dikasih sayur juga (baca: lalapan), jadi ada irisan timun plus wortel, persis kalo kita beli pecel ayam di Indonesia. Terus kita juga dikasih semacam saus, bukan saus sih, aku gak tahu namanya apa, yang pasti warnanya kuning keijoan dan agak kental. Soal rasanya? kalau menurut saya cukup enak, apalagi kalau dimakan sama chicken stripes. Yummy… 🙂 Yang pasti gak ada ruginya deh makan di KFC-Parkson depan Bandara! Tapi lucu juga ya, masa udah jauh-jauh ke Vietnam, makannya KFC-KFC juga! Hehehe… Sebenernya pertimbangan utama makan di KFC karena faktor harga, harga KFC yang paling murah diantara counter makan lain di food court-nya Parkson depan bandara HCMC.

Buat anda yang kelaparan setelah penerbangan sekian jam menuju HCMC, saya menyarankan untuk makan di food court yang ada di Parkson depan bandara HCMC. Disana gak cuman ada KFC aja, banyak counter makan lain, sama lah seperti mall-mall yang ada di Indonesia. Untuk yang mau kuliner masakan khan Vietnam, Pho 24 yang sangat terkenal itu juga ada disini.

Oke, balik lagi ke cerita makan saya. Setelah semua makanan saya habis, akhirnya saya dan teman saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Kalo baca dari informasi di WikiTravel tentang HCMC, dari bandara ada bus umum yang ngangkut penunpang sampai di pusat kota. Ongkos untuk naik bus ini sangat murah, cuman 3000VND/orang, atau setara dengan Rp.1500/orang! Murah kan?? But unfortunately, bus ini cuman beroperasi sampai jam 7 malem aja… Sedangkan saya sama Nisun baru landing jam setengah delapan malem, masih harus ngurus ini-itu yang berkaitan dengan perimigrasian dan baggage, praktis baru bisa keluar dari bandara jam delapan malem. Ya udah abis lah itu bus…

Setelah selesai makan, saya nanya ke store manager KFC tentang gimana caranya sampe ke daerah Bui Vien di district 1, daerah jajahannya para backpacker. Saya sengaja nanya ke store manager KFC yang saat itu lagi di luar karena saya mikir dia orang yang cukup netral untuk ngasih pertimbangan sarana transportasi yang pas untuk kantong backpacker supaya bisa sampai di district 1, dan seenggaknya dia ngerti kalo diajak ngomong pake bahasa Inggris. Dia nyaranin saya untuk naik taxi, tapi saya nanya lagi, “ada nggak yang lebih murah dari taxi? Because for me, taxi is really expensive… how about motorbike (baca:ojeg) in front of this building? I saw there are some people asked me to ride the motorbike with him”.
Si store manager bilang, “no, it’s not safe…”
Terus saya nanya lagi, “jauh ya Bui Vien dari sini? Bisa gak sih kalau saya jalan kaki saja?
Dia jawab, “of course (of course untuk jauhnya), it’s about 10kms! And I’m not recommend you to walk, so taxi is the best choices I think” (FYI: dia ngomongnya nggak sejelas ini, hanya beberapa patah kata aja, tapi untungnya saya ngert apa yang dia maksud).
“So do you know how much I must pay for the taxi to this place (sambil nunjuk alamat) from here?”
Dia nggak ngeh.
“How much the price, price (sengaja saya tekankan biar dia ngerti), for taxi?”, hadooh, gini nih, kalo ngomong sama orang yang kurang bisa bahasa Inggris, bahasa Inggris kita jadi kacau juga…
“Oh, (dia baru ngeh), maybe it’s about 50.000-70.000VND”
Jeger!! Jauh banget ya dari harga bus yang cuman 3.000VND…
Akhirnya, saya tinggalin tuh manager, tapi gak lupa bilang thank you very much dan memberinya senyum termanis saya.

Saya sama Nisun turun ke lantai paling bawah, dan menuju pintu keluar. Disana ada airport suttle bus point dan ada penjaganya. Saya nanya ke penjaga itu gimana caranya kalau mau sampe ke district 1. Jawaban yang dia kasih sama seperti jawaban si store manager KFC tadi, cuman bedanya dia bilang biaya taxinya bisa sampe 5-7USD! Gila!! Lebih mahal dari kata si store manager KFC! Sebagai seorang budget traveler atau backpacker, setiap lembar uang yang dikeluarkan harus diperhitungkan dan sebisa mungkin ditekan seminim-minimnya, karena uang yang kita bawa tidak banyak dan sudah ada pos-posnya masing-masing. Jadi kalo ada pengeluaran yang di luar pos, harus bener-bener untuk hal yang worth it.

Anyway, saya setengah nggak percaya dengan berapa banyak uang yang harus saya bayarkan kalau saya naik taxi, sampai saya bilang “hah? Really??”
Terus petugas itu bilang, “yah, kamu bisa lihat nanti di meterannya”
Tapi saya jawab, “tapi kalo pake meteran saya takut dibawa muter-muter sama sopir taxi… kamu tahu kan kalo saya bukan orang sini dan saya bener-bener nggak tahu daerah sini…”
Akhirnya si petugas itu nawarin diri untuk menawarkan dirinya nganter saya ke Bui Vien karena saya cantik! (eh, nggak ding, bohong, maksud saya bukan bohong kalau saya cantik, tapi bohong kalau dia menawarkan dirinya untuk nganter saya, hahaha… :D). Yang bener, dia menawarkan diri untuk nawarin harga ke tukang taxi. Si tukang taxi minta 6 USD, cuman saya melas-melas minta 5 USD. Deal. Pintu taxi dibuka, dan saya sama Nisun pun masuk. Taksinya namanya Vinasun lho! Hehehe, kayak nama saya ya? Atau tepatnya gabungan nama saya dan Nisun.

Vinasun Taxi, Vietnam

Taksi di Vietnam gak sama seperti taxi di Indonesia. Kalo di Indonesia taksi kan pake mobil sedan, tapi kalau disini pake mobil kijang inova, jadi bisa muat 7-9 orang penumpang sebenernya… Jadi buat Anda yang ke HCMC rombongan bareng sama temen atau keluarga, naik taxi juga bisa jadi alternatif terbaik untuk berkendara disini karena harga yang harus dibayarkan bisa di-share dengan jumlah orang yang ikut naik taxi, dengan catatan Anda dapet sopir taxi yang baik, jadi nggak muter-muter untuk sampe ke tempat tujuan. Sebagian besar taxi di HCMC memang pake inova, tapi ada juga yang pake mobil sedan kok, tapi jumlahnya dikit banget… Satu hal lagi yang unik dari taxi di HCMC adalah, diatas mobil, disebelah papan nama yang ada lampunya dan bertuliskan “taxi”, juga ada bendera Vietnam berukuran kecil. Lucu deh ngeliatnya berkibar-kibar kalo mobil lagi jalan… Eh iya, mobil di Vietnam kemudinya di kiri, jadi arah jalan di Vietnam berlawanan dengan arah jalan di Indonesia, tapi persis seperti arah jalan di Europe atau di Amrik. Jadi berasa lagi disana aja… ^_^

Ternyata bener kata store manager KFC dan petugas airport suttle bus kalo dari bandara-district 1 itu jauh! Dan saya nggak muter-muter… Saya malah jadi seneng karena berasa seperti night city tour gitu… 🙂

Ho Chi Minh City itu kotanya bersih, terus adem lagi… Enak deh suasananya disini. Terus banyak taman kotanya juga, hal ini jadi salah satu alasan yang ngebuat suasana kota ini terlihat lebih romantis. Ditambah lagi dengan bangunan – bangunan peninggalan Perancis yang masih terawat, semakin membuat kota ini lebih cantik!

Vietnam terkenal dengan negara skuter. Terlihat di HCMC sebagai salah satu bagian dari Vietnam, disini banyak sekali pengendara sepeda motor, ngebuat jalanan jadi padat. Tapi walaupun begitu, saya masih belum melihat kemacetan disini. Atau mungkin, karena sudah jam 9 malam? Kita lihat saja besok apa yang akan saya temukan disini…

And, tadaaa… akhirnya saya sampe di daerah Bui Vien, district 1, daerahnya para backpacker dari seluruh dunia. Dari info yang saya dapatkan di internet, salah satu hostel yang cukup murah disini itu Yellow Hostel dengan harga 7 USD/night/person, tapi sayang pas kesana ternyata udah fully booked. So, saya dan Nisun keluar dari hostel itu dan cari hostel yang lain buat nginep. Padahal ya, niat awal mau nginep di bandara karena mikirnya sayang kalo duit cuman dipake buat naik taxi dan nginep beberapa jam doang. Saya dan Nisun udah siap bawa sleeping bag juga. Tapi karena bawaan yang lumayan banyak (1 carier ukuran 45 liter) dan karena Nisun di malam sebelumnya cuman tidur 2 jam karena harus ngebutin perbaikan skripsinya, akhirnya kami memutuskan untuk “ngamar” di hostel malam pertama ini (halah, bahasanya… :P)

Bui Vien (Backpacker Area), District 1, Ho Chi Minh City-Vietnam
Bui Vien (Backpacker Area), District 1, Ho Chi Minh City-Vietnam

Yup, baik lagi ke usaha cari hostel lain. Saya sudah berpikiran kalo hostel-hostel pada penuh karena saya nggak booking dulu, tapi ternyata saya salah. Dari seberang Yellow House ada ibu-ibu, yang setelahnya saya tahu bahwa ia pemilik hostel, melambaikan tangannya ke saya (kalo kata orang jawa, ngawe-awe) untuk nawarin hostelnya (lucu ya? Kayak ke temen aja, pake lambaian tangan segala… :D). Terus saya kesana. Saya langsung to the point, nanya berapa harga sewa kamar per malemnya.
Dia bilang, “thirty dolars”
“What? Thirty or thirteen?”
“Thiry”, dia ngotot.
Saya melongo, mahal banget pikir saya…
Terus dia bilang lagi, “one and three”, sambil mengacungkan jarinya menjadi melambangkan simbol angka satu dan tiga.
“Ooohh”, ujar saya ngerti maksud dia. “One and three, not three and zero, right?”
“Yeesss…”, ujar dia sambil tertawa lebar.
Terus saya diajak ke lobby hostel miliknya, lalu dia menjelaskan kondisi kamarnya menggunakan beberapa simbol-simbol, lucu deh. “Kasurnya gede, double, ada TV, kulkas, bathroom inside with hot and cold water, pake van, bukan AC”
Tapi saya nggak mau terjebak, saya nanya lagi sama dia, “13USD itu untuk satu orang atau dua orang?”
Dia jawab, “13 dolars/room/night for two persons”.
“Oh, okay, I’ll take it”
Deal.

Phoenix 74 Hostel, Ho Chi Minh City-Vietnam (maap berantakan... hehehe...)

Kalo dipikir-pikir sih, lebih murah daripada yang di Yellow House. Di Yellow House itu 7 USD/night/person, berarti kalo dua orang jadi 14 USD kan? Mana itu untuk harga untuk dorm, jadi kalo dorm itu satu kamar bisa berisi 4-8 ranjang susun dan kamar mandinya ada di luar untuk barengan, persis seperti di kos-kosan yang ada di Indonesia. Sedangkan di tempat saya yang sekarang, Phoenix 74, cuman 13 USD/room atau 6,5 USD/person-nya dan itu personal, bukan dorm, so bisa lebih private… Setelah sampai di kamarnya, kamarnya bersih dan lumayan PW juga kok, walaupun emang sih lorong menuju kamar rada kurang “terawat”. Tapi walaupun cuman hostel (motel kalo di Indonesia), ada lift-nya juga lho! Ckckck… gak capek deh walaupun kamar saya di lantai 7, lantai paling atas. Satu lagi nilai plus kamar saya ini, kamarnya menghadap ke jalan, jadi bisa ngelihat suasana di sekitar Bui Vien dari atas… ^_^

Ho Chi Minh City or Saigon, 4 Februari 2010 02:14
~Okvina Nur Alvita

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

Hanya 2 Minggu

By on February 19, 2010
3 Februari 2010 saya memulai pengembaraan saya dalam dunia perbekpekeran. semuanya sudah disusun, terutama jadwal di tiap negara. dan alhamdulilllahnya semua tepat waktu. tapi di akhir rencana yang sudah fix itu, harus ada perubahan di akhir. seharusnya saya pulang ke jakarta tanggal 22 Februari 2010 dari Batam. Tapi nyatanya saya pulang hari ini dari Singapore.

Sejak di Kuala Lumpur, stamina saya sudah sangat menuruh dan semangat saya tidak seperti sebelumnya. Saya merasa seluruh badan saya, terutama kaki sakiiitttt banget. Yah, saya kecapekan… :(

Keliling di 5 negara sangat menyenangkan tapi juga sangat melelahkan… dan ternyata juga stamina saya sudah tidak dapat dikompromi lagi… tapi sebenernya bukan itu yang menyebabkan saya memutuskan untuk pulang 3 hari sebelum jadwal kepulangan, tapi ada kerabat dari partner backpacking saya yang meninggal sehingga mengharuskan ia untuk segera pulang. Saya sebenernya bisa sih meneruskan sendiri sisa perjalanan, tapi saya merasa tidak kuat menjalaninya sendiri tanpa partner di akhir masa backpacking ini… kondisi fisik saya sangat tidak memungkinkan… dan saya sangat tahu sampai dimana daya tahan tubuh saya… So, saya juga memutuskan untuk pulang saja hari ini ke Bogor…

Hikmahnya adalah, saya jadi tahu sampai dimana kemampuan kondisi fisik saya… So, saya bisa memperkirakan waktu kalau  nanti saya backpacking lagi… :)

Singapore, 19 Februari 2010
~Okvina Nur Alvita

Continue Reading

Cerita Traveling | Thoughts

Jadi Backpacker?

By on February 16, 2010
Newly Backpacker

Gak kerasa ya, ternyata saya sudah dua minggu melanglang Asean. Sekarang saya sudah di Kuala Lumpur-Malaysia.

Banyak yang ingin saya ceritakan sih selama perjalanan Asean Trip ini, tapi sayangnya saya gak punya cukup waktu untuk menuliskannya. Disamping itu, saya tidak membawa laptop saya, jadi aktivitas menulis menjadi semakin terhambat.

Sekarang saya lagi numpang di flat salah 5 mahasiswa Indonesia yang kuliah Universiti Malaya. Berhubung orangnya masih tidur, jadi saya lebih leluasa untuk minjem laptopnya.

Oke, ada yang ingin saya ceritakan saat perjalanan saya dari Kamboja menuju ke Thailand.

Walaupun ini bukan perjalanan yang paling melelahkan, tapi menurut saya perjalanan Kamboja-Thailand kurang nyaman dan menduduki perjalanan melelahkan kedua selama Asean trip. Saya harus bayar $12 untuk perjalanan Siam Reap (kamboja) sampai Bangkok (Thailand). Tapi fasilitas dan pelayanan yang saya dapatkan sangat tidak sesuai dengan uang yang harus saya bayar. Dari Siam Reap menuju Poipet (border Kamboja) saya diangkut dengan bus model trans pakuan kalo di Bogor, emang sih ada AC-nya tapi sempitnya itu lho yang gak ketulungan! masih belom lagi bule-bule yang naik badannya kan pada segede-gede kulkas! Jadi ngebikin suasana semakin sesak saja! udah gitu, kami para penumpang bus masih disuruh jalan kaki dari border Poipet (Kamboja) menuju Aranyaprathet (thailand). kebayang dong jalan kaki melintasi border dua negara yang ternyata gak deket! kalo pas lagi gak bawa backpack sih gak masalah, tapi ini udah bawa backpack, panasnya ampun-ampunan lagi, masih di suruh jalan! Padahal waktu perjalanan Vietnam-Kamboja, atau Thailand-Malaysia, yang juga harus melintasi border kedua negara, travelnya nganterin, nggak ngebiarin jalan sendiri seperti ini. Fiuuuhhh… 🙁

Anyway, kok saya jadi curhat colongan begini ya? padahal yang pengen saya ceritain kan bukan ini…. 😀
Jadi begini, waktu undah selesai urus-mengurus visa di Imigrasi Thailand, kami meneruskan perjalanan ke Thailand. Nah, disitu ada salah satu penumpang ngajakin ngobrol. Saya lupa nggak nanyain namanya, yang pasti dia dari U.S, sebut saja Mr.X. Percakapan ini sengaja saya terjemahkan dalam bahasa Indonesia, supaya lebih memudahkan pembaca.

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

Jadi “Artis Sesaat” di HCMC-Vietnam

By on February 10, 2010
Sesi Pemotretan bersama Artis Vietnam

Pas hari terakhir di Vietnam, saya diajak jalan-jalan sama dua mahasiswa yang ada di HCMC, Dona n Tram. Pas udah kecapean dan kepanasan, mereka ngajak saya untuk minum es kelapa sambil duduk-duduk di taman. Es kelapa di HCMC itu, beda sama di Indonesia. Kalo di Indonesia kan kelapanya disajikan sama batoknya yang masih warna ijo itu, nah kalo di HCMC kulit yang warna ijonya dikerok n tinggal batok kelapa + beberapa serabut yang berwarna putih. Bentuknya pun jadi agak sedikit berubah. Tapi walaupun demikian, membuat tampilan kelapa jadi lebih cantik… Oh iya, harga satu kelapa juga murah, cuman 7000VND atau setara dengan Rp. 3500

Pas waktu itu, saya ngeliat ada yang lagi shooting, cuman kita berempat gak terlalu perhatian sama mereka. Ternyata eh ternyata, mereka nyamperin kami berempat!

Oh iya, FYI saya dan nisun disini jadi perhatian banyak orang karena kita berdua pake kerudung. Kalo saya dan nisun lagi jalan, pasti ada aja yang ngeliatin.

Akhirnya, salah satu dari mereka, (mungkin) si produser minta saya untuk diwawancarai sama presenternya. Trus saya dan yang lain ng-iya-in.

So, jadilah wawancara gerebek sahur (rame2 maksudnya! :D). Trus saya kan ditanyain, siapa penyanyi favorit saya (oh iya, TV-nya itu TV musik, kayak MTV gitu), ya saya bilang aja The Corrs n Mariah Carey. Trus ditanyain lagi, lagu mariah yang paling saya suka apa? Ya saya bilang through the rain. Trus saya diminta nyanyiin sepotong liriknya… OMG!! semua orang juga tahu kalo saya paling gak bisa dan gak pede nyanyi karena saya tahu dan sangat-sangat-sangat menyadari sampai dimana kemampuan saya… Tapi karena dipaksa dan udah terlanjur masuk TV, ya udah saya nyanyi juga…

Continue Reading

Asia | Cerita Traveling

Tentang Kamboja

By on February 9, 2010
6 Februari 2010 jam 22… (sekian) saya baru sampe di pool bus… (apa ya? lupa), Phnom Penh-Kamboja. Saya stay di Phnom Penh 2 hari 3 malam. Menurut saya, gak ada yang istimewa dari Phnom Penh dan kota ini terasa membosankan. Saya lama stay disini karena nginepnya gratis (di tempat temen couchsurfing), coba kalo gak gratis, buru2 cabut aja dah biar gak rugi di penginepan!!

Phnom Penh, ibu kota Kamboja, pusat semua pemerintahan dan roda perekonomian suatu negara berlangsung. Tapi kok sepi ya?? setelah sebelumnya terkagum-kagum sama HCMC, nyampe Phnom Penh kayak kebanting abis rasanya… Nggak seperti HCMC yang walaupun cuman ibukota provinsi tapi udah rame dan suasananya menyenangkan banget, Phnom Penh menurut saya hanya sedikit di bawah Malang (lebih rame Malang). Trus di Phnom Penh udaranya panas n kering banget, bikin bibir saya pecah-pecah dan kulit mendadak bersisik. Tapi dari informasi yang saya peroleh dari salah satu diplomat Indonesia untuk Kamboja (kemaren saya sempat main ke Embassy Indonesia untuk minta brosur Indonesia), panas sekarang ini belom ada apa-apanya jika dibandingkan nanti saat musim kemarau! OMG, gak bisa kebayang gimana saat musim kemarau nanti! sekarang aja udah bikin kulit saya kering gak karu-karuan, apalagi nanti kalo misalnya saya travelingnya pas musim kemarau! I really didn’t recomend you to visit Cambodia in dry season… Disisni juga pohon-pohonnya ampun-ampunan sedikitnya! bikin suasana semakin berasa seperti di oven!! Saya sering dehidrasi di Phnom Penh, apalagi dengan paket “susur kota” yang saya susun sama Nisun karena udah gak kuat bayar angkutan. Alhasil, pengeluaran selama di Phnom Penh habis untuk beli minuman! and you know, biaya hidup di Phnom Penh ternyata juga selangit!! masa satu botol gede air mineral (1500ml) harganya $0.55 (setara dengan Rp.5000), padahal kan kalo di Indonesia cuman Rp.3000 dan kalo di Vietman (HCMC) cuman 5000VND (setara dengan Rp.2500). fiuuuhhh….


Kamboja emang salah satu negara yang masih tertinggal jauuuhhhh sekali daripada negara-negara lain di Asean, tapi biaya hidup disini muuahal banget, makanya nggak heran kalo saya banyak melihat orang-orang disini yang hidup (mungkin, tapi dalam kacamata saya iya) masih di bawah garis kemiskinan. Disini banyak banget anak-anak kecil yang gak keurus gitu dan kondisininya jauh lebih memprihatinkan daripada anak jalanan di Indonesia. Kasian banget deh pokoknya…

Menurut saya, gak ada yang menarik dari Phnom Penh, selain “killing-killing-anya” dan saya pun akhirnya memutuskan untuk gak mengunjungi killing field dan museum Tou (apaan sih? lupa! pokoknya museum menyeramkan tentang kejahatan yang dilakukan pasukan Khmer Merah). Why? alasan klasik, karena saya takut! daripada rugi udah bayar tuk-tuk n tiket masuk, tapi ngebikin saya tambah parnoan, mending saya nggak usah kesana… hehehe… :D Tapi, bagi yang mo ke Phnom Penh, sebaiknya anda mengunjungi kedua tempat itu.

Hari ini saya moving dari Phnom Penh ke Siam Reap. Tahu lah, saya kesini untuk mengunjungi apa? Yah, apa lagi kalo bukan untuk mengunjungi Angkor What? hehehe… :D Itu lho, candi yang terkenal banget, lokasi shooting-nya Tomb Rider.

Perjalanan dari Phnom Penh ke Siam Reap ditempuh dalam waktu 6 jam dengan bus. Busnya murah, cuman $4. Kondisi busnya emang gak bagus-bagus banget sihhh… tapi yang penting gak kepanasan sudah cukup menurut saya. Di perjalanan dari Phnom Penh ke Siam Reap saya melihat daerah pedesaan Kamboja. Pedesaan di Kamboja kering dan tandus sekali, kering karena sepertinya curah hujan disini rendah dan tandus karena kekurangan pohon. Rumah-rumah penduduk desanya juga masih sangat tradisional, cuman terbuat dari kayu. Jauh sekali jika dibandingkan dengan Indonesia… Makanya, bersyukurlah jadi orang Indonesia.
Pas nyampe di Siam Reap, saya dijemput sama tuk-tuk, sopir tuk-tuknya bawa kertas yang ada tulisannya Ms. Okvina Nur Alvita, persis kayak di bandara gitu… Berasa jadi orang kaya saya… hehehe… :P
Tau kenapa saya sampe dapet perlakuan seperti itu? Karena saya booking hotel dari Phnom Penh. Ini salah satu fasilitas yang dikasih sama hotel. Fasilitas lainnya, standar lah… AC, kamar mandi dengan air panas-dingin, TV, kulkas, free internet dan free breakfast. But, you know how much I must pay? $12!! karena saya berdua sama temen, jadinya cuman $6 per orangnya! kalo menurut saya sih murah banget dengan semua fasilitas yang didapet untuk ukuran hotel di dekat tempat wisata yang udah mendunia. Dan saya kembali harus dibuat kagum setelah masuk kamar hotel, kamarnya gede banget dan ada bath tube-nya pula! Untuk fasilitas sarapan besok pagi, saya gak mau rugi, saya mau makan sampe sekenyang-kenyangnya, apalagi kan mo seharian ngelilingin Angkor Wat, so harus simpen tenaga sampe makan siang… :D
Oke, itu dulu kali ya cerita tentang Kamboja, nanti disambung lagi… :)

Siam Reap, 9 February 2010 15.59
~Okvina Nur Alvita

Continue Reading

Thoughts

Review Travelers’ Tale

By on February 1, 2010

saya baru minggu kemarin baca travelers’ tale dan gak ada kata lain selain, Bravo!!
four thumbs up (jari tangan+jari kaki) deh buat Adhitya Mulya, dkk…
novel ini bener2 di luar ekspektasi saya.
selain enak dibaca, banyak pelajaran yang bisa diambil di dalamnya (terutama tips-tips untuk travelingnya).

saya kagum banget (entah sama penulis atau sama editornya yah?? dua-duanya deh…), kok bisa empat penulis bikin satu novel, dengan gaya bahasa yang beda-beda tapi masih tetep enak dibaca?
dan justru hal ini yang bikin tiap karakter yang ada di travelers’ tale jadi kuat banget… Salut deh pokoknya…

cerita didalamnya juga oke banget, walaupun topik utama yang diangkat tetep tentang cinta, tapi menurut saya, ini malah cuman jadi bumbu aja. yang paling menonjol adalah tentang cerita keempat tokoh yang sama-sama berusaha untuk sampai di tempat tujuan (Barcelona) dengan cara masing-masing (namanya juga travelers’ tale ya? hehehe… )

setelah membaca buku ini, saya jadi bener-bener terispirasi untuk buying experience saat treveling karena selama ini kalo saya traveling, saya seringnya cuman buying things…
buku ini juga sangat berguna buat orang yang mau treveling, terutama untuk yang low budget traveling. oh iya, minggu depan (tanggal 3 Februari) kan saya mau backpacker ke Asean (Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapore dan berakhir di Batam), dan setelah baca buku ini saya jadi lebih siap untuk traveling sendirian

by the way, saya kok ngerasa kayak jadi first reader gini yah…??

Continue Reading